Pages

Showing posts with label Cinta Terlarang. Show all posts
Showing posts with label Cinta Terlarang. Show all posts

Saturday, October 12, 2013

Mbak Yuni, memperkosaku. Oh oh

Mbak Yuni adalah anak tetangga nenekku di desa daerah Cilacap yang ikut dengan keluargaku di Kota Semarang sejak SMP. Waktu SD ia sekolah di desa, setelah itu ia diajak keluargaku di kota untuk melanjutkan sekolah sekaligus membantu keluargaku terutama merawat aku. Kami sangat akrab bahkan di juga sering ngeloni aku. Mbak Yuni ikut dengan keluargaku sampai dia lulus SMA atau aku kelas 2 SD dan dia kembali ke desa. Namanya juga anak kecil, jadi aku belum ada perasaan apa-apa terhadapnya.

Setelah itu kami jarang bertemu, paling-paling hanya setahun satu atau dua kali. Tiga tahun kemudian ia menikah dan waktu aku kelas dua SMP aku harus pindah luar Jawa ke Kota Makassar mengikuti ayah yang dipindah tugas. Setelah itu kami tidak pernah bertemu lagi. Kami hanya berhubungan lewat surat dan kabarnya ia sekarang telah memiliki seorang anak. pada waktu aku lulus SMA aku pulang ke rumah nenek dan berniat mencari tempat kuliah di Kota Yogya.

Sesampai di rumah nenek aku tahu bahwa Mbak Yuni sudah punya rumah sendiri dan tinggal bersama suaminya di desa seberang. Setelah dua hari di rumah nenek aku berniat mengunjungi rumah Mbak Yuni. Setelah diberi tahu arah rumahnya (sekitar 1 km) aku pergi kira-kira jam tiga sore dan berniat menginap. Dari sinilah cerita ini berawal.

Setelah berjalan kurang lebih 20 menit, akhirnya aku sampai di rumah yang ciri-cirinya sama dengan yang dikatakan nenek. Sejenak kuamati kelihatannya sepi, lalu aku coba mengetok pintu rumahnya.

"Ya sebentar.." terdengar sahutan wanita dari dalam.

Tak lama kemudian keluar seorang wanita dan aku masih kenal wajah itu walau lama tidak bertemu. Mbak Yuni terlihat manis dan kulitnya masih putih seperti dulu. Dia sepertinya tidak mengenaliku.

"Cari siapa ya? tanya Mbak Yuni".
"Anda Mbak Yuni kan?" aku balik bertanya.
"Iya benar, anda siapa ya dan ada keperluan apa?" Mbak Yuni kembali bertanya dengan raut muka yang berusaha mengingat-ingat.
"Masih inget sama aku nggak Mbak? Aku Aris Mbak, masak lupa sama aku", kataku.
"Kamu Aris anaknya Pak Tono?" kata Mbak Yuni setengah nggak percaya.
"Ya ampun Ris, aku nggak ngenalin kamu lagi. Berapa tahun coba kita nggak bertemu." Kata Mbak Yuni sambil memeluk tubuhku dan menciumi wajahku.

Aku kaget setengah mati, baru kali ini aku diciumi seorang wanita. Aku rasakan buah dadanya menekan dadaku. Ada perasaan lain muncul waktu itu.

"Kamu kapan datangnya, dengan siapa" kata Mbak Yuni sambil melepas pelukannya.
"Saya datang dua hari lalu, saya hanya sendiri." kataku.
"Eh iya ayo masuk, sampai lupa, ayo duduk." Katanya sambil menggeret tanganku.

Kami kemudian duduk di ruang tamu sambil mengobrol sana-sini, maklum lama nggak tetemu. Mbak Yuni duduk berhimpitan denganku. Tentu saja buah dadanya menempel di lenganku. Aku sedikit terangsang karena hal ini, tapi aku coba menghilangkan pikiran ini karena Mbak Yuni sudah aku anggap sebagai keluarga sendiri.

"Eh iya sampai lupa buatin kamu minum, kamu pasti haus, sebentar ya.." kata Mbak Yuni ditengah pembicaraan.

Tak lama kemudian ia datang, "Ayo ini diminum", kata Mbak Yuni.

"Kok sepi, pada kemana Mbak?" Tanyaku.
"Oh kebetulan Mas Heri (suaminya Mbak Yuni) pergi kerumah orang tuanya, ada keperluan, rencananya besok pulangya dan si Dani (anaknya Mbak Yuni) ikut" jawab Mbak Yuni.
"Belum punya Adik Mbak dan Mbak Yuni kok nggak ikut?" tanyaku lagi.
"Belum Ris padahal udah pengen lho.. tapi memang dapatnya lama mungkin ya, kayak si Dani dulu. Mbak Yuni ngurusi rumah jadi nggak bisa ikut" katanya.
"Eh kamu nginep disini kan? Mbak masih kangen lho sama kamu" katanya lagi.
"Iya Mbak, tadi sudah pamit kok" kataku.
"Kamu mandi dulu sana, ntar keburu dingin" kata Mbak Yuni.

Lalu aku pergi mandi di belakang rumah dan setelah selesai aku lihat-lihat kolam ikan di belakang rumah dan kulihat Mbak Yuni gantian mandi. Kurang lebih lima belas menit, Mbak Yuni selesai mandi dan aku terkejut karena ia hanya mengenakan handuk yang dililitkan di tubuhnya. Aku pastikan ia tidak memakai BH dan mungkin CD juga karena tidak aku lihat tali BH menggantung di pundaknya.

"Sayang Ris ikannya masih kecil, belum bisa buat lauk" kata Mbak Yuni sambil melangkah ke arahku lalu kami ngobrol sebentar tentang kolam ikannya.

Kulihat buah dadanya sedikit menyembul dari balutan handuknya dan ditambah bau harum tubuhnya membuatku terangsang. Tak lama kemudian ia pamit mau ganti baju. Mataku tak lepas memperhatikan tubuh Mbak Yuni dari belakang. Kulitnya benar-benar putih. Sepasang pahanya putih mulus terlihat jelas bikin burungku berdiri. Ingin rasanya aku lepas handuknya lalu meremas, menjilat buah dadanya, dan menusuk-nusuk selangkangannya dengan burungku seperti dalam bokep yang sering aku lihat. Sejenak aku berkhayal lalu kucoba menghilangkan khayalan itu.

Haripun berganti petang, udara dingin pegunungan mulai terasa. Setelah makan malam kami nonton teve sambil ngobrol banyak hal, sampai tak terasa sudah pukul sembilan.

"Ris nanti kamu tidur sama aku ya, Mbak kangen lho ngeloni kamu" kata Mbak Yuni.
"Apa Mbak?" Kataku terkejut.
"Iya.. Kamu nanti tidur sama aku saja. Inget nggak dulu waktu kecil aku sering ngeloni kamu" katanya.
"Iya Mbak aku inget" jawabku.
"Nah ayo tidur, Mbak udah ngantuk nih" kata Mbak Yuni sambil beranjak melangkah ke kamar tidur dan aku mengikutinya dari belakang, pikiranku berangan-angan ngeres. Sampai dikamar tidur aku masih ragu untuk naik ke ranjang.
"Ayo jadi tidur nggak?" tanya Mbak Yuni.

Lalu aku naik dan tiduran disampingnya. Aku deg-degan. Kami masih ngobrol sampai jam 10 malam.

"Tidur ya.. Mbak udah ngantuk banget" kata Mbak Yuni.
"Iya Mbak" kataku walaupun sebenarnya aku belum ngantuk karena pikiranku semakin ngeres saja terbayang-bayang pemandangan menggairahkan sore tadi, apalagi kini Mbak Yuni terbaring di sampingku, kurasakan burungku mengeras.

Aku melirik ke arah Mbak Yuni dan kulihat ia telah tertidur lelap. Dadaku semakin berdebar kencang tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ingin aku onani karena sudah tidak tahan, ingin juga aku memeluk Mbak Yuni dan menikmati tubuhnya, tapi itu tidak mungkin pikirku. Aku berusaha menghilangkan pikiran kotor itu, tapi tetap tak bisa sampai jam 11 malam. Lalu aku putus kan untuk melihat paha Mbak Yuni sambil aku onani karena bingung dan udah tidak tahan lagi.

Dengan dada berdebar-debar aku buka selimut yang menutupi kakinya, kemudian dengan pelan-pelan aku singkapkan roknya hingga celana dalam hitamnya kelihatan, dan terlihatlah sepasang paha putih mulus didepanku beitu dekat dan jelas. Semula aku hanya ingin melihatnya saja sambil berkhayal dan melakukan onani, tetapi aku penasaran ingin merasakan bagaimana meraba paha seorang perempuan tapi aku takut kalau dia terbangun. Kurasakan burungku melonjak-lonjak seakan ingin melihat apa yang membuatnya terbangun. Karena sudah dikuasai nafsu akhirnya aku nekad, kapan lagi kalau tidak sekarang pikirku.

Dengan hati-hati aku mulai meraba paha Mbak Yuni dari atas lutut lalu keatas, terasa halus sekali dan kulakukan beberapa kali. Karena semakin penasaran aku coba meraba celana dalamnya, tetapi tiba-tiba Mbak Yuni terbangun.

"Aris! Apa yang kamu lakukan!" kata Mbak Yuni dengan terkejut.

Ia lalu menutupi pahanya dengan rok dan selimutnya lalu duduk sambil menampar pipiku. Terasa sakit sekali.

"Kamu kok berani berbuat kurang ajar pada Mbak Yuni. Siapa yang ngajari kamu?" kata Mbak Yuni dengan marah.

Aku hanya bisa diam dan menunduk takut. Burungku yang tadinya begitu perkasa aku rasakan langsung mengecil seakan hilang.

"Tak kusangka kamu bisa melakukan hal itu padaku. Awas nanti kulaporkan kamu ke nenek dan bapakmu" kata Mbak Yuni.
"Ja.. jangan Mbak" kataku ketakutan.
"Mbak Yuni kan juga salah" kataku lagi membela diri.
"Apa maksudmu?" tanya Mbak Yuni.

"Mbak Yuni masih menganggap saya anak kecil, padahal saya kan udah besar Mbak, sudah lebih dari 17 tahun. Tapi Mbak Yuni masih memperlakukan aku seperti waktu aku masih kecil, pakai ngeloni aku segala. Trus tadi sore juga, habis mandi Mbak Yuni hanya memakai handuk saja didepanku. Saya kan lelaki normal Mbak" jelasku.

Kulihat Mbak Yuni hanya diam saja, lalu aku berniat keluar dari kamar.

"Mbak.. permisi, biar saya tidur saja di kamar sebelah" kataku sambil turun dari ranjang dan berjalan keluar.

Mbak Yuni hanya diam saja. Sampai di kamar sebelah aku rebahkan tubuhku dan mengutuki diriku yang berbuat bodoh dan membayangkan apa yang akan terjadi besok. Kurang lebih 15 menit kemudian kudengar pintu kamarku diketuk.

"Ris.. kamu masih bangun? Mbak boleh masuk nggak?" Terdengar suara Mbak Yuni dari luar.
"Ya Mbak, silakan" kataku sambil berpikir mau apa dia.

Mbak Yuni masuk kamarku lalu kami duduk di tepi ranjang. Aku lihat wajahnya sudah tidak marah lagi.

"Ris.. Maafkan Mbak ya telah nampar kamu" katanya.
"Seharusnya saya yang minta maaf telah kurang ajar sama Mbak Yuni" kataku.
"Nggak Ris, kamu nggak salah, setelah Mbak pikir, apa yang kamu katakan tadi benar. Karena lama nggak bertemu, Mbak masih saja menganggap kamu seorang anak kecil seperti dulu aku ngasuh kamu. Mbak tidak menyadari bahwa kamu sekarang sudah besar" kata Mbak Yuni.

Aku hanya diam dalam hatiku merasa lega Mbak Yuni tidak marah lagi.

"Ris, kamu bener mau sama Mbak?" tanya Mbak Yuni.
"Maksud Mbak?" kataku terkejut sambil memandangi wajahnya yang terlihat bagitu manis.
"Iya.. Mbak kan udah nggak muda lagi, masa' sih kamu masih tertarik sama aku?" katanya lagi.

Aku hanya diam, takut salah ngomong dan membuatnya marah lagi.

"Maksud Mbak.., kalau kamu bener mau sama Mbak, aku rela kok melakukannya dengan kamu" katanya lagi.

Mendengar hal itu aku tambah terkejut, seakan nggak percaya.

"Apa Mbak" kataku terkejut.
"Bukan apa-apa Ris, kamu jangan berpikiran enggak-enggak sama Mbak. Ini hanya untuk meyakinkan Mbak bahwa kamu telah dewasa dan lain kali tidak menganggap kamu anak kecil lagi" kata Mbak Yuni

Lagi-lagi aku hanya diam, seakan nggak percaya. Ingin aku mengatakan iya, tapi takut dan malu. Mau menolak tapi aku pikir kapan lagi kesempatan seperti ini yang selama ini hanya bisa aku bayangkan.

"Gimana Ris? Tapi sekali aja ya.. dan kamu harus janji ini menjadi rahasia kita berdua" kata Mbak Yuni.
Aku hanya mengangguk kecil tanda bahwa aku mau.
"Kamu pasti belum pernah kan?" kata Mbak Yuni.
"Belum Mbak, tapi pernah lihat di film" kataku.
"Kalau begitu aku nggak perlu ngajari kamu lagi" kata Mbak Yuni.

Cerita Sex Hadiah Kedewasaan Bersama Mbak Tita Mbak Yuni lalu mencopot bajunya dan terlihatlah buah dadanya yang putih mulus terbungkus BH hitam, aku diam sambil memperhatikan, birahiku mulai naik. Lalu Mbak Yuni mencopot roknya dan paha mulus yang aku gerayangi tadi terlihat. Tangannya diarahkan ke belakang pundak dan BH itupun terlepas, sepasang buah dada berukuran sedang terlihat sangat indah dipadu dengan puting susunya yang mencuat kedepan. Mbak Yuni lalu mencopot CD hitamnya dan kini ia telah telanjang bulat. Penisku terasa tegang karena baru pertama kali ini aku melihat wanita telanjang langsung dihadapanku. Ia naik ke atas ranjang dan merebahkan badannya terlentang. Aku begitu takjub, bayangkan ada seorang wanita telanjang dan pasrah berbaring di ranjang tepat dihadapanku. Aku tertegun dan ragu untuk melakukannya.

"Ayo Ris.. apa yang kamu tunggu, Mbak udak siap kok, jangan takut, nanti Mbak bantu" kata Mbak Yuni.

Segera aku melepaskan semua pakaianku karena sebenarnya aku sudah tidak tahan lagi. Kulihat Mbak Yuni memperhatikan burungku yang berdenyut-denyut, aku lalu naik ke atas ranjang. Karena sudah tidak sabar, langsung saja aku memulainya. Langsung saja aku kecup bibirnya, kulumat-lumat bibirnya, terasa ia kurang meladeni bibirku, aku pikir mungkin suaminya tidak pernah melakukannya, tapi tidak aku hiraukan, terus aku lumat bibirnya. Sementara itu kuarahkan tanganku ke dadanya. Kutemukan gundukan bukit, lalu aku elus-elus dan remas buah dadanya sambil sesekali memelintir puting susunya.

"Ooh.. Ris.. apa yang kau lakukan.. ergh.. sshh.." Mbak Yuni mulai mendesah tanda birahinya mulai naik, sesekali kurasakan ia menelan ludahnya yang mulai mengental. Setelah puas dengan bibirnya, kini mulutku kuarahkan ke bawah, aku ingin merasakan bagaimana rasanya mengulum buah dada. Sejenak aku pandangi buah dada yang kini tepat berada di hadapanku, ooh sungguh indahnya, putih mulus tanpa cacat sedikitpun, seperti belum pernah terjamah lelaki. Langsung aku jilati mulai dari bawah lalu ke arah putingnya, sedangkan buah dada kanannya tetap kuremas-remas sehingga tambah kenyal dan mengeras.
"Emmh oh aarghh" Mbak Yuni mendesah hebat ketika aku menggigit puting susunya.

Kulirik wajahnya dan terlihat matanya merem melek dan giginya menggigit bibir bawahnya. Kini jariku kuarahkan ke selangkangannya. Disana kurasakan ada rumput yang tumbuh di sekeliling memeknya. Jari-jariku kuarahkan kedalamnya, terasa lubang itu sudah sangat basah, tanda bahwa ia sudah benar-benar terangsang. Kupermainkan jari-jariku sambil mencari klentitnya. Kugerakkan jari-jariku keluar masuk di dalam lubang yang semakin licin tersebut.

"Aargghh.. eemhh.. Ris kam.. mu ngapainn oohh.." kata Mbak Yuni meracau tak karuan, kakinya menjejak-jejak sprei dan badannya mengeliat-geliat. Tak kupedulikan kata-katanya. Tubuh Mbak Yuni semakin mengelinjang dikuasai nafsu birahi. Kuarasakan tubuh Mbak Yuni menegang dan kulihat wajahnya memerah bercucuran keringat, aku pikir dia sudah mau klimaks. Kupercepat gerakan jariku didalam memeknya.
"Ohh.. arghh.. oohh.." kata Mbak Yuni dengan nafas tersengal-sengal dan tiba-tiba..
"Oohh aahh.." Mbak Yuni mendesah hebat dan pinggulnya terangkat, badannya bergetar hebat beberapa kali. Terasa cairan hangat memenuhi memeknya.
"Ohh.. ohh.. emhh.." Mbak Yuni masih mendesah-desah meresapi kenikmatan yang baru diraihnya.
"Ris apa yang kamu lakukan kok Mbak bisa kayak gini" tanya Mbak Yuni.
"Kenapa emangnya Mbak? Kataku.
"Baru kali ini aku merasakan nikmat seperti ini, luar biasa" kata Mbak Yuni.

Ia lalu bercerita bahwa selama bersama suaminya ia tidak pernah mendapatkan kepuasan, karena mereka hanya sebentar saja bercumbu dan dalam bercinta suaminya cepat selesai.

"Mbak sekarang giliranku" kubisikkan ditelinganya, Mbak Yuni mengangguk kecil.

Aku mulai mencumbunya lagi. Kulakukan seperti tadi, mulai dari bibirnya yang kulumat, lalu buah dadanya yang aku nikmati, tak lupa jari-jariku kupermainkan di dalam memeknya.

"Aarghh.. emhh.. ooh.." terdengar Mbak Yuni mulai mendesah-desah lagi tanda ia telah terangsang.

Setelah aku rasa cukup, aku ingin segera merasakan bagaimana rasanya menusukkan burungku ke dalam memeknya. Aku mensejajarkan tubuhku diatas tubuhnya dan Mbak Yuni tahu, ia lalu mengangkangkan pahanya dan kuarahkan burungku ke memeknya. Setelah sampai didepannya aku ragu untuk melakukannya.

"Ayo Ris jangan takut, masukin aja" kata Mbak Yuni.

Perlahan-lahan aku masukkan burungku sambil kunikmati, bless terasa nikmat saat itu. Burungku mudah saja memasuki memeknya karena sudah sangat basah dan licin. Kini mulai kugerakkan pinggulku naik turun perlahan-lahan. Ohh nikmatnya.

"Lebih cepat Ris arghh.. emhh" kata Mbak Yuni terputus-putus dengan mata merem-melek.

Aku percepat gerakanku dan terdengar suara berkecipak dari memeknya.

"Iya.. begitu.. aahh.. ter.. rrus.. arghh.." Mbak Yuni berkata tak karuan.

Keringat kami bercucuran deras sekali. Kulihat wajahnya semakin memerah.

"Ris, Mbak mau.. enak lagi.. oohh.. ahh.. aahh.. ahh.." kata Mbak Yuni sambil mendesah panjang, tubuhnya bergetar dan kurasakan memeknya dipenuhi cairan hangat menyiram penisku.

Remasan dinding memeknya begitu kuat, akupun percepat gerakanku dan.. croott.. akupun mencapai klimaks aahh.., kubiarkan air maniku keluar di dalam memeknya. Kurasakan nikmat yang luar biasa, berkali-kali lebih nikmat dibandingkan ketika aku onani. Aku peluk tubuhnya erat-erat sambil mengecup puting susunya menikmati kenikmatan sex yang sesungguhnya yang baru aku rasakan pertama kali dalam hidupku. Setelah cukup kumenikmatinya aku cabut burungku dan merebahkan badanku disampinya.

"Mbak Yuni, terima kasih ya.." kubisikkan lirih ditelinganya sambil kukecup pipinya.
"Mbak juga Ris.. baru kali ini Mbak merasakan kepuasan seperti ini, kamu hebat" kata Mbak Yuni lalu mengecup bibirku.

Kami berdua lalu tidur karena kecapaian.

Kira-kira jam 3 pagi aku terbangun dan merasa haus sekali, aku ingin mencari minum. Ketika aku baru mau turun dari ranjang, Mbak Yuni juga terbangun.

"Kamu mau kemana Ris.." katanya.
"Aku mau cari minum, aku haus. Mbak Yuni mau?" Kataku.

Ia hanya mengangguk kecil. Aku ambil selimut untuk menutupi anuku lalu aku ke dapur dan kuambil sebotol air putih.

"Ini Mbak minumnya" kataku sambil kusodorkan segelas air putih.

Aku duduk di tepi ranjang sambil memandangi Mbak Yuni yang tubuhnya ditutupi selimut meminum air yang kuberikan.

"Ada apa Ris, kok kamu memandangi Mbak" katanya.
"Ah nggak Papa. Mbak cantik" kataku sedikit merayu.
"Ah kamu Ris, bisa aja, Mbak kan udah tua Ris" kata Mbak Yuni.
"Bener kok, Mbak malah makin cantik sekarang" kataku sambil kukecup bibirnya.
"Ris.. boleh nggak Mbak minta sesuatu" kata Mbak Yuni.
"Minta apa Mbak?" tanyaku penasaran.
"Mau nggak kamu kalau.." kata Mbak Yuni terhenti.
"Kalau apa Mbak?" kataku penuh tanda tanya.
"Kalau.. kalau kamu emm.. melakukannya lagi" kata Mbak Yuni dengan malu-malu sambil menunduk, terlihat pipinya memerah.
"Lho.. katanya tadi, sekali aja ya Ris.., tapi sekarang kok?" kataku menggodanya.
"Ah kamu, kan tadi Mbak nggak ngira bakal kayak gini" katanya manja sambil mencubit lenganku.
"Dengan senang hati aku akan melayani Mbak Yuni" kataku.

Sebenarnya aku baru mau mengajaknya lagi, e.. malah dia duluan. Ternyata Mbak Yuni juga ketagihan. Memang benar jika seorang wanita pernah merasa puas, dia sendiri yang akan meminta. Kami mulai bercumbu lagi, kali ini aku ingin menikmati dengan dengan sepuas hatiku. Ingin kunikmati setiap inci tubuhnya, karena kini aku tahu Mbak Yuni juga sangat ingin. Seperti tadi, pertama-tama bibirnya yang kunikmati. Dengan penuh kelembutan aku melumat-lumat bibir Mbak Yuni.

Aku makin berani, kugunakan lidahku untuk membelah bibirnya, kupermainkan lidahku. Mbak Yuni pun mulai berani, lidahnya juga dipermainkan sehingga lidah kami saling beradu, membuatku semakin betah saja berlama-lama menikmati bibirnya. Tanganku juga seperti tadi, beroperasi di dadanya, kuremas-remas dadanya yang kenyal mulai dari lembah hingga ke puncaknya lalu aku pelintir putingnya sehingga membuatnya menggeliat dan mengelinjang. Dua bukit kembar itupun semakin mengeras. Ia menggigit bibirku ketika kupelintir putingnya.

Aku sudah puas dengan bibirnya, kini mulutku mengulum dan melumat buah dadanya. Dengan sigap lidahku menari-nari diatas bukitnya yang putih mulus itu. Tanganku tetap meremas-remas buah dadanya yang kanan. Kulihat mata Mbak Yuni sangat redup, dan ia memagut-magut bibirnya sendiri, mulutnya mengeluarkan desahan erotis.

"Oohh.. arghh.. en.. ennak Ris.. emhh.." kata Mbak Yuni mendesah-desah.

Tiba-tiba tangannya memegang tanganku yang sedang meremas-remas dadanya dan menyeretnya ke selangkangannya. Aku paham apa yang diinginkannya, rupanya ia ingin aku segera mempermainkan memeknya. Jari-jarikupun segera bergerilya di memeknya. Kugerakkan jariku keluar masuk dan kuelus-elus klentitnya membuatnya semakin menggelinjang tak karuan.

"Ya.. terruss.. aarggghh.. emmhh.. enak.. oohh.." mulut Mbak Yuni meracau.

Setiap kali Mbak Yuni terasa mau mencapai klimaks, aku hentikan jariku menusuk memeknya, setelah dia agak tenang, aku permainkan lagi memeknya, kulakukan beberapa kali.

"Emhh Ris.. ayo dong jangan begitu.. kau jahat oohh.." kata Mbak Yuni memohon.

Mendengarnya membuatku merasa kasihan juga, tapi aku tidak akan membuatnya klimaks dengan jariku tetapi dengan mulutku, aku benar-benar ingin mencoba semua yang pernah aku lihat di bokep.

Segera aku arahkan mulutku ke selangkangannya. Kusibakkan rumput-rumpuat hitam yang disekeliling memeknya dan terlihatlah memeknya yang merah dan mengkilap basah, sungguh indah karena baru kali ini melihatnya. Aku agak ragu untuk melakukannya, tetapi rasa penasaranku seperti apa sih rasanya menjilati memek lebih besar. Segera aku jilati lubang itu, lidahku kujulurkan keluar masuk.

"Ris.. apa yang kamu lakukan.. arghh itu kan ji.. jik emhh.." kata Mbak Yuni.

Ia terkejut aku menggunakan mulutku untuk menjilati memeknya, tapi aku tidak pedulikan kata-katanya. Ketika lidahku menyentuh kelentitnya, ia mendesah panjang dan tubuhnya menggeliat tak karuan dan tak lama kemudian tubuhnya bergetar beberapa kali, tangannya mencengkeram sprei dan mulutku di penuhi cairan yang keluar dari liang kewanitaannya.

"Ohmm.. emhh.. ennak Ris.. aahh.." kata Mbak Yuni ketika ia klimaks.

Setelah Mbak Yuni selesai menikmati kenikmatan yang diperolehnya, aku kembali mencumbunya lagi karena aku juga ingin mencapai kepuasan.

"Gantian Mbak diatas ya sekarang" kataku.
"Gimana Ris aku nggak ngerti" kata Mbak Yuni.

Daripada aku menjelaskan, langsung aku praktekkan. Aku tidur telentang dan Mbak Yuni aku suruh melangkah diatas burungku, tampaknya ia mulai mengerti. Tangannya memegang burungku yang tegang hebat lalu perlahan-lahan pinggangnya diturunkan dan memeknya diarahkan ke burungku dan dalam sekejap bless burungku hilang ditelan memeknya. Mbak Yuni lalu mulai melakukan gerakan naik turun, ia angkat pinggangnya dan ketika sampai di kepala penisku ia turunkan lagi. Mula-mula ia pelan-pelan tapi ia kini mulai mempercepat gerakannya.

Kulihat wajahnya penuh dengan keringat, matanya sayu sambil merem melek dan sesekali ia melihat kearahku. Mulutnya mendesis-desih. Sungguh sangat sexy wajah wanita yang sedang dikuasai nafsu birahi dan sedang berusaha untuk mencapai puncak kenikmatan. Wajah Mbak Yuni terlihat sangat cantik seperti itu apalagi ditambah rambut sebahunya yang terlihat acak-acakan terombang ambing gerakan kepalanya. Buah dadanya pun terguncang-guncang, lalu tanganku meremas-remasnya. Desahannya tambah keras ketika jari-jariku memelintir puting susunya.

"Oh emhh yaah.. ohh.." itulah kata-kata yang keluar dari mulut Mbak Yuni.
"Aku nggak kuat lagi Ris.." kata Mbak Yuni sambil berhenti menggerakkan badannya, aku tahu ia segera mencapai klimaks.

Kurebahkan badannya dan aku segera memompa memeknya dan tak lama kemudian Mbak Yuni mencapai klimaks. Kuhentikan gerakanku untuk membiarkan Mbak Yuni menikmati kenikmatan yang diperolehnya. Setelah itu aku cabut penisku dan kusuruh Mbak Yuni menungging lalu kumasukkan burungku dari belakang. Mbak Yuni terlihat hanya pasrah saja terhadap apa yang aku lakukan kepadanya. Ia hanya bisa mendesah kenikmatan.

Setelah puas dengan posisi ini, aku suruh Mbak Yuni rebahan lagi dan aku masukkan lagi burungku dan memompa memeknya lagi karena aku sudah ingin sekali mengakhirinya. Beberapa saat kemudian Mbak Yuni ingin klimaks lagi, wajahnya memerah, tubuhnya menggelinjang kesana kemari.

"Ahh.. oh.. Mbak mau enak lagi Ris.. arrghh ahh.." kata Mbak Yuni.
"Tunggu Mbak, ki kita bareng aku juga hampir" kataku.
"Mbak udah nggak tahan Ris.. ahh.." kata Mbak Yuni sambil mendesah panjang, tubuhnya bergetar hebat, pinggulnya terangkat naik. Cairan hangat menyiram burungku dan kurasakan dinding memeknya seakan-akan menyedot penisku begitu kuat dan akhirnya akupun tidak kuat dan croott.. akupun mencapai klimaks, oh my god nikmatnya luar biasa. Lalu kami saling berpelukan erat menikmati kenikmatan yang baru saja kami raih.

Saturday, June 8, 2013

Selingkuh untuk keindahan

Didalam menjalani hidup rumah tangga selama ini biasa-biasa saja, tidak ada menyimpan curiga dengan suamiku yang kuncintai, di balik kesetiaan suamiku ternyata dia menyimpan sesuatu yang sangat di rahasiakan, akhirnya pun kutahu kalau suamiku punya wanita simpanan alias selingkuhan, akhir dari cinta pada suamiku mulai timbul rasa benci, dan didalam pikiranku timbul rasa nekat mau membalasnya dengan memelihara seorang lelaki juga.


cerita dewasa, cerita selingkuh
IST

Kehancuran rumah tanggaku semakin lama mulai terkuak ketika aku mendapati suamiku ternya diapun sudah menikah secara diam-diam dengan perempuan slingkuhan nya itu, Pikiranku semakin kacau, aku tak mampu mengendalikan diri. Perasaan cinta dan kesetiaan yang kujaga selama ini pun semakin berubah dan tambah semakin dendam. Meski aku mencoba bertahan dengan kondisi rumah tangga yang sudah berantakan, dan didalam pikiranku hanya dendam yangada.

Aku mulai mencari bagaimana mengobati sakit hatiku selama ini yang sudah terlalu sakit. dan untuk berpisahpun dengan suamiku aku harus berpikir dua kali, aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini hanya anakku satu-satunya yang kupunya. Oleh karena itu aku mencoba mempertahankan rumah tangga kami agar selalu damai, Suamiku adalah seorang pria yang lumayan mampu dalam bidang ekonimi dan sangat terpenuhi masalah semua kebutuhan ku dan anakku.

Singkat cerita, ketika suamiku pegi keluar kota dengan alasan pekerjaan, Walaupun aku mengetahui bahwa suaimiku pergi bukan untuk menyelesaikan pekerjaan tapi dia pergi untuk berbulan madu dengan isteri mudanya, aku memanfaatkan kesempatan itu untuk balas dendam

Sangat kebetulan sekali aku bertemu seorang pria di suatu tempat hiburan yang cukup terkenal. Ketampanannya cukup membuatku tergiur cuma sayangnya diapun telah mempuyai istri, tapi itu bukan hambatan bagiku untuk mengobati rasa sakit hati, apalagi selama ini, hampir tak pernah lagi suamiku menyentuhku. Sebagai wanita normal, tentu saja aku sangat mengharapkan belaian hangat seorang lelaki.

Perkenalanku dengan pemuda itu semakin hari semakin akrab, dan kesempatan untuk balas dendam semakin terbuka lebar. Apalagi kulihat pemuda itu pandai menaklukan hati wanita seperti yang aku rasakan hanya dalam tempo bebrapa hari setelah perkenalan ku dengannya, sehingga hubungan kami pun terus berlanjut sampai hubungan di atas ranjang. Tak terpikirkan lagi olehku, bagaimana dosa yang harus kutanggung atas perselingkuhan ini. Yang penting aku bisa menikmati dan sakit hatiku bisa terbalas.

Sampai saat ini pun hubungan gelapku bersama pria yang sudah beristri itupun masih berlansung, dan tidak tahu kapan ini semua berakhir. Kalau suamiku lagi keluar rumah atau berangkat keluar kota, maka pria itu lah menjadi penggatinya untuk menghangatkan malam-malam sepiku. Atau kalau tidak, kamipun bisa melakukannya dimana kami sepakati.(mor)

Aku dan Anak Majikanku

Lima bulan sudah aku bekerja sebagai seorang pembantu rumahtangga di keluarga Pak Umar. Aku memang bukan seorang yang makan ilmu bertumpuk, hanya lulusan SD saja di kampungku. Tetapi karena niatku untuk bekerja memang sudah tidak bisa ditahan lagi, akhirnya aku pergi ke kota jakarta, dan beruntung bisa memperoleh majikan yang baik dan bisa memperhatikan kesejahteraanku.

Ibu umar pernah berkata kepadaku bahwa beliau menerimaku menjadi pembantu rumahtangga dirumahnya lantaran usiaku yang relatif masih muda. Beliau tak tega melihatku luntang-lantung di kota besar ini. "Jangan-jangan kamu nanti malah dijadikan wanita panggilan oleh para calo WTS yang tidak bertanggungjawab." Itulah yang diucapkan beliau kepadaku.

Usiaku memang masih 18 tahun dan terkadang aku sadar bahwa aku memang lumayan cantik, berbeda dengan para gadis desa di kampungku. Pantas saja jika Ibu umar berkata begitu terhadapku.

Namun akhir-akhir ini ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, yakni tentang perlakuan anak majikanku Mas Anto terhadapku. Mas Anto adalah anak bungsu keluarga Bapak umar. Dia masih kuliah di semester 4, sedangkan kedua kakaknya telah berkeluarga. Mas Anto baik dan sopan terhadapku, hingga aku jadi aga segan bila berada di dekatnya. Sepertinya ada sesuatu yang bergetar di hatiku. Jika aku ke pasar, Mas Anto tak segan untuk mengantarkanku. Bahkan ketika naik mobil aku tidak diperbolehkan duduk di jok belakang, harus di sampingnya. Ahh.. Aku selalu jadi merasa tak Enak. Pernah suatu malam sekitar pukul 20.00, Mas anto hendak membikin mie instan di dapur, aku bergegas mengambil alih dengan alasan bahwa yang dilakukannya pada dasarnya adalah tugas dan kewajibanku untuk bisa melayani majikanku. Tetapi yang terjadi Mas Anto justru berkata kepadaku, "Nggak usah, Sarni. Biar aku saja, ngga apa-apa kok.."

"Nggak.. nggak apa-apa kok, Mas", jawabku tersipu sembari menyalakan kompor gas.

Tiba-tiba Mas Anto menyentuh pundakku. Dengan lirih dia berucap, "Kamu sudah capek seharian bekerja, Sarni. Tidurlah, besok kamu harus bangun khan.."

Aku hanya tertunduk tanpa bisa berbuat apa-apa. Mas Anto kemudian melanjutkan memasak. Namun aku tetap termangu di sudut dapur. Hingga kembali Mas Anto menegurku.

"Sarni, kenapa belum masuk ke kamarmu. Nanti kalau kamu kecapekan dan terus sakit, yang repot kan kita juga. Sudahlah, aku bisa masak sendiri kalau hanya sekedar bikin mie seperti ini."

Belum juga habis ingatanku saat kami berdua sedang nonton televisi di ruang tengah, sedangkan Bapak dan Ibu Umar sedang tidak berada di rumah. Entah kenapa tiba-tiba Mas Anto memandangiku dengan lembut. Pandangannya membuatku jadi salah tingkah.

"Kamu cantik, Sarni."
Aku cuma tersipu dan berucap,
"Teman-teman Mas Anto di kampus kan lebih cantik-cantik, apalagi mereka kan orang-orang kaya dan pandai."
"Tapi kamu lain, Sarni. Pernah tidak kamu membayangkan jika suatu saat ada anak majikan mencintai pembantu rumahtangganya sendiri?"
"Ah.. Mas Anto ini ada-ada saja. Mana ada cerita seperti itu", jawabku.
"Kalau kenyataannya ada, bagaimana?"
"Iya.. nggak tahu deh, Mas."

Kata-katanya itu yang hingga saat ini membuatku selalu gelisah. Apa benar yang dikatakan oleh Mas Anto bahwa ia mencintaiku? Bukankah dia anak majikanku yang tentunya orang kaya dan terhormat, sedangkan aku cuma seorang pembantu rumahtangga? Ah, pertanyaan itu selalu terngiang di benakku.

Tibalah aku memasuki bulan ke tujuh masa kerjaku. Sore ini cuaca memang sedang hujan meski tak seberapa lebat. Mobil Mas Anto memasuki garasi. Kulihat pemuda ini berlari menuju teras rumah. Aku bergegas menghampirinya dengan membawa handuk untuk menyeka tubuhnya.

"Bapak belum pulang?" tanyanya padaku.
"Belum, Mas."
"Ibu.. pergi..?"
"Ke rumah Bude Mami, begitu ibu bilang."

Mas Anto yang sedang duduk di sofa ruang tengah kulihat masih tak berhenti menyeka kepalanya sembari membuka bajunya yang rada basah. Aku yang telah menyiapkan segelas kopi susu panas menghampirinya. Saat aku hampir meninggalkan ruang tengah, kudengar Mas anto memanggilku. Kembali aku menghampirinya.

"Kamu tiba-tiba membikinkan aku minuman hangat, padahal aku tidak menyuruhmu kan", ucap Mas Anto sembari bangkit dari tempat duduknya.
"Santi, aku mau bilang bahwa aku menyukaimu."
"Maksud Mas Apa bagaimana?"

"Apa aku perlu jelaskan?" sahut Mas Anto padaku.

Tanpa sadar aku kini berhadap-hadapan dengan Mas Anto dengan jarak yang sangat dekat, bahkan bisa dikatakan terlampau dekat. Mas Anto meraih kedua tanganku untuk digenggamnya, dengan sedikit tarikan yang dilakukannya maka tubuhku telah dalam posisi sedikit terangkat merapat di tubuhnya. Sudah pasti dan otomatis pula aku semakin dapat menikmati wajah ganteng yang rada basah akibat guyuran hujan tadi. Demikian pula Mas Anto yang semakin dapat pula menikmati wajah bulatku yang dihiasi bundarnya bola mataku dan mungilnya hidungku.

Kami berdua tak bisa berkata-kata lagi, hanya saling melempar pandang dengan dalam tanpa tahu rasa masing-masing dalam hati. Tiba-tiba entah karena dorongan rasa yang seperti apa dan bagaimana bibir Mas Anto menciumi setiap lekuk mukaku yang segera setelah sampai pada bagian bibirku, aku membalas pagutan ciumannya. Kurasakan tangan MasAnto merambah naik ke arah dadaku, pada bagian gumpalan dadaku tangannya meremas lembut yang membuatku tanpa sadar mendesah dan bahkan menjerit lembut. Sampai disini begitu campur aduk perasaanku, aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan nikmat yang berlebih tapi pada bagian lain aku merasakan takut yang entah bagaimana aku harus melawannya. Namun campuran rasa yang demikian ini segera terhapus oleh rasa nikmat yang mulai bisa menikmatinya, aku terus melayani dan membalas setiap ciuman bibirnya yang di arahkan pada bibirku berikut setiap lekuk yang ada di bagian dadaku. Aku semakin tak kuat menahan rasa, aku menggelinjang kecil menahan desakan dan gelora yang semakin memanas.

Ia mulai melepas satu demi satu kancing baju yang kukenakan, sampailah aku telanjang dada hingga buah dada yang begitu ranum menonjol dan memperlihatkan diri pada Mas Anto. Semakin saja Mas Anto memainkan bibirnya pada ujung buah dadaku, dikulumnya, diciuminya, bahkan ia menggigitnya. Golak dan getaran yang tak pernah kurasa sebelumnya, aku kini melayang, terbang, aku ingin menikmati langkah berikutnya, aku merasakan sebuah kenikmatan tanpa batas untuk saat ini.

Aku telah mencoba untuk memerangi gejolak yang meletup bak gunung yang akan memuntahkan isi kawahnya. Namun suara hujan yang kian menderas, serta situasi rumah yang hanya tinggal kami berdua, serta bisik goda yang aku tak tahu darimana datangnya, kesemua itu membuat kami berdua semakin larut dalam permainan cinta ini. Pagutan dan rabaan Mas Anto ke seluruh tubuhku, membuatku pasrah dalam rintihan kenikmatan yang kurasakan. Tangan Mas Anto mulai mereteli pakaian yang dikenakan, iapun telanjang bulat kini. Aku tak tahan lagi, segera ia menarik dengan keras celana dalam yang kukenakan. Tangannya terus saja menggerayangi sekujur tubuhku. Kemudian pada saat tertentu tangannya membimbing tanganku untuk menuju tempat yang diharapkan, dibagian bawah tubuhnya. Mas Anto dan terdengar merintih.

Buah dadaku yang mungil dan padat tak pernah lepas dari remasan tangan Mas Anto. Sementara tubuhku yang telah telentang di bawah tubuh Mas Anto menggeliat-liat seperti cacing kepanasan. Hingga lenguhan di antara kami mulai terdengar sebagai tanda permainan ini telah usai. Keringat ada di sana-sini sementara pakaian kami terlihat berserakan dimana-mana. Ruang tengah ini menjadi begitu berantakan terlebih sofa tempat kami bermain cinta denga penuh gejolak.

Ketika senja mulai datang, usailah pertempuran nafsuku dengan nafsu Mas Anto. Kami duduk di sofa, tempat kami tadi melakukan sebuah permainan cinta, dengan rasa sesal yang masing-masing berkecamuk dalam hati. "Aku tidak akan mempermainkan kamu, Sarni. Aku lakukan ini karena aku mencintai kamu. Aku sungguh-sungguh, Sarni. Kamu mau mencintaiku kan..?" Aku terdiam tak mampu menjawab sepatah katapun.

Mas Anto menyeka butiran air bening di sudut mataku, lalu mencium pipiku. Seolah dia menyatakan bahwa hasrat hatinya padaku adalah kejujuran cintanya, dan akan mampu membuatku yakin akan ketulusannya. Meski aku tetap bertanya dalam sesalku, "Mungkinkah Mas Anto akan sanggup menikahiku yang hanya seorang pembantu rumahtangga?"

Sekitar pukul 19.30 malam, barulah rumah ini tak berbeda dengan waktu-waktu kemarin. Bapak dan Ibu umar seperti biasanya tengah menikmati tayangan acara televisi, dan Mas Anto mendekam di kamarnya. Yah, seolah tak ada peristiwa apa-apa yang pernah terjadi di ruang tengah itu.

Sejak permainan cinta yang penuh nafsu itu kulakukan dengan Mas Anto, waktu yang berjalanpun tak terasa telah memaksa kami untuk terus bisa mengulangi lagi nikmat dan indahnya permainan cinta tersebut. Dan yang pasti aku menjadi seorang yang harus bisa menuruti kemauan nafsu yang ada dalam diri. Tak peduli lagi siang atau malam, di sofa ataupun di dapur, asalkan keadaan rumah lagi sepi, kami selalu tenggelam hanyut dalam permainan cinta denga gejolak nafsu birahi. Selalu saja setiap kali aku membayangkan sebuah gaya dalam permainan cinta, tiba-tiba nafsuku bergejolak ingin segera saja rasanya melakukan gaya yang sedang melintas dalam benakku tersebut. Kadang aku pun melakukannya sendiri di kamar dengan membayangkan wajah Mas Anto. Bahkan ketika di rumah sedang ada Ibu umar namun tiba-tiba nafsuku bergejolak, aku masuk kamar mandi dan memberi isyarat pada Mas Anto untuk menyusulnya. Untung kamar mandi bagi pembantu di keluarga ini letaknya ada di belakang jauh dari jangkauan tuan rumah. Aku melakukannya di sana dengan penuh gejolak di bawah guyuran air mandi, dengan lumuran busa sabun di sana-sini yang rasanya membuatku semakin saja menikmati sebuah rasa tanpa batas tentang kenikmatan.

Walau setiap kali usai melakukan hal itu dengan Mas Anto, aku selalu dihantui oleh sebuah pertanyaan yang itu-itu lagi dan dengan mudah mengusik benakku: "Bagaimana jika aku hamil nanti? Bagaimana jika Mas Anto malu mengakuinya, apakah keluarga Bapak Umar mau merestui kami berdua untuk menikah sekaligus sudi menerimaku sebagai menantu? Ataukah aku bakal di usir dari rumah ini? Atau juga pasti aku disuruh untuk menggugurkan kandungan ini?" Ah.. pertanyaan ini benar-benar membuatku seolah gila dan ingin menjerit sekeras mungkin. Apalagi Mas Anto selama ini hanya berucap: "Aku mencintaimu, Sarni." Seribu juta kalipun kata itu terlontar dari mulut Mas Anto, tidak akan berarti apa-apa jika Mas Anto tetap diam tak berterus terang dengan keluarganya atas apa yang telah terjadi dengan kami berdua.

Akhirnya terjadilah apa yang selama ini kutakutkan, bahwa aku mulai sering mual dan muntah, yah.. aku hamil! Mas Anto mulai gugup dan panik atas kejadian ini.

"Kenapa kamu bisa hamil sih?" Aku hanya diam tak menjawab.
"Bukankah aku sudah memberimu pil supaya kamu nggak hamil. Kalau begini kita yang repot juga.."
"Kenapa mesti repot Mas? Bukankah Mas Anto sudah berjanji akan menikahi Sarni?"
"Iya.. iya.. tapi tidak secepat ini Santi. Aku masih mencintaimu, dan aku pasti akan menikahimu, dan aku pasti akan menikahimu. Tetapi bukan sekarang. Aku butuh waktu yang tepat untuk bicara dengan Bapak dan Ibu bahwa aku mencintaimu.."

Yah.. setiap kali aku mengeluh soal perutku yang kian bertambah usianya dari hari ke hari dan berganti dengan minggu, Mas Anto selalu kebingungan sendiri dan tak pernah mendapatkan jalan keluar. Aku jadi semakin terpojok oleh kondisi dalam rahim yang tentunya kian membesar.

Genap pada usia tiga bulan kehamilanku, keteguhkan hatiku untuk melangkahkan kaki pergi dari rumah keluarga Bapak umar. Kutinggalkan semua kenangan duka maupun suka yang selama ini kuperoleh di rumah ini. Aku tidak akan menyalahkan Mas Anto. Ini semua salahku yang tak mampu menjaga kekuatan dinding imanku.

Subuh pagi ini aku meninggalkan rumah ini tanpa pamit, setelah kusiapkan sarapan dan sepucuk surat di meja makan yang isinya bahwa aku pergi karena merasa bersalah terhadap keluarga Bapak Umar.

Hampir setahun setelah kepergianku dari keluarga Bapak umar, Aku kini telah menikmati kehidupanku sendiri yang tak selayaknya aku jalani, namun aku bahagia. Hingga pada suatu pagi aku membaca surat pembaca di tabloid terkenal. Surat itu isinya bahwa seorang pemuda Anto mencari dan mengharapkan isterinya yang bernama Sarni untuk segera pulang. Pemuda itu tampak sekali berharap bisa bertemu lagi dengan si calon isterinya karena dia begitu mencintainya.

Aku tahu dan mengerti benar siapa calon isterinya. Namun aku sudah tidak ingin lagi dan pula aku tidak pantas untuk berada di rumah itu lagi, rumah tempat tinggal pemuda bernama Anto itu. Aku sudah tenggelam dalam kubangan ini. Andai saja Mas Anto suka pergi ke lokalisasi, tentu dia tidak perlu harus menulis surat pembaca itu. Mas Anto pasti akan menemukan calon istrinya yang sangat dicintainya. Agar Mas Anto pun mengerti bahwa hingga kini aku masih merindukan kehangatan cintanya. Cinta yang pertama dan terakhir bagiku.

Sunday, October 17, 2010

Kisah Cinta Terlarang

Pertama kali aku mengenal cinta, hatiku sangat berbunga-bunga. Hanya sayangnya cinta pertamaku jatuh tidak pada orang yang tepat. Dia seorang pria yang sudah berkeluarga. Jadilah kami backstreet. Aku kenal dia, yang kupanggil MAS, ketika aku datang ke ultah temenku. Dia saat itu enjadi event organizer acara ultah tersebut. Sejak awal melihat dia aku sudah tertarik. Dia ganteng dan badannya atletis, aku diperkenalkan ma dia oleh temanku yang ultah. “Din, ini MAS, dia yang nyelenggaraan pesta ini, asik kan pestanya. Kamu nemenin MAS ngobrol ya”. Temanku itu tau kalo aku suka dengan pria yang umurnya jauh lebih tua dari aku. Kami jadi asik ngobrol ngalor ngidul. Dia sangat humoris sehingga aku selalu terpingkal-pingkal
mendengar guyonannya. Makin lama guyonannya makin mengarah yang vulgar, aku sih ok aja. Ketika aara makan, dia menemani aku menikmati hidangan yang tersedia. Ketika acar dansa, dia mengajak aku turun, ketika itu lagunya slow. Aku larut dalam dekapannya yang sangat mesra. Dia berbisik: “Din, kamu cantik sekali, kamu yang paling cantik dari semua prempuan yang dateng ke pesta ini. Aku suka kamu Din”. “Mas kan dah punya keluarga, masak sih suka ma abg kaya aku”. “Justru karena kamu masih abg, kecantikan kamu masih sangat alami, bukan polesan make up yang tebal”.
Memang sih dandananku biasa saja, tanpa make up yang tebal. Perempuan mana sih yang gak suka dipuji lelaki yang kebetulan dikaguminya. Ketika pulang dia mengantarkan aku pulang, sebelum aku turun dari mobil, pipiku dikecupnya, “Kapan2 kita ketemuan lagi ya Din, ni nomer hpku”. Kami bertukaran no hp.

Sejak pertemuan pertama itu, kami sering jumpa di mal, di bioskop atau ditempat fitnes.

Karena dia tau aku suka fitnes, makanya diapun mendaftar menjadi member ditempat aku biasa fitnes. Karena sering ketemu, hubungan kami makin lama makin akrab. Dia adalah lelaki pertama yang mencium bibirku. Itu kejadiannya ketika kami sedang dibioskop. Karena bukan weekend, jumlah penontonnya sedikit, sehingga dia milih tempat duduk yang jauh dari penonton lain. Dia berbisik: “Din, aku sayang sekali ma kamu. Kamu?’ “Aku juga sayang ma Mas, sayangnya ma dah keluarga ya”. “Kita jalani aja dulu Din, gak apa kan kalo backstreet kaya gini. Pokoknya aku akan berusaha untuk ketemu kamu sesering mungkin, sayang”. Dia meluncurkan rayuan mutnya, sehingga
aku makin berbung-bunga. “Din..”, panggilnya lagi. aku menoleh karahnya. Karena duduk kami berdempetan, dia langusng merangkul pundaknya dan mendekatkan bibirnya ke bibirku. aku memejamkan mataku, terasa lembut sekali bibirnya menyentuh bibirku, kemudian terasa bibirnya mulai mengisap bibirku. aku pasrah ketika dia cukup lama mengecup bibirku. “Mas”, desahku ketika dia melepas bibirnya, seakan aku gak rela dia melepaskan bibirku. Diapun mengecup bibirku lagi, kali ini lebih lama lagi. Demikianlah sepanjang film itu kami tidak menikmati filmnya tetapi aku menikmati bagaimana bibirnya mengulum-ngulu bibirku. “Mas, aku sayang sekali ma mas, aku mau jadi pacar mas”.

Sejak kejadian dibioskop itu, kami menjadi rutin berciuman kalo ketemu, paling tidak kami melakukannya sebentar di mobil sebelum mobil jalan atau sebelum aku turun didepan rumahku. Temenku mengingatkan aku agar jangan terlalu larut dalam berhubungan dengan Mas, karena dia dah berkeluarga. “Nanti kamu yang nyesel lo kalo dia harus mutusin hubungan kamu dengan dia”. Tapi aku tidak mengindahkan himbauan temanku. Aku seakan buta tertutup cinta yang makin lama makin berkobar-kobar.

Sampai suatu weekend, dia mengajakku ke satu vila diluar kota, katanya dia
mau survei tempat itu karena akan diadakan perhelatan disana. “Temenin aku yuk, mumpung bisa keluar kota ma kamu. Mau ya sayang”. Karena aku dah lama pengen berdua dia seharian, aku turuti saja ajakannya. Ke ortu, aku pamit mo jalan ma temen2 ke vila mereka. Aku seneng sekali ketika dah duduk disebelahnya dalam mobilnya. Mobilnya meluncur arah luar kota. Saat itu aku mengenakan celana ketat dari kain yang cukup tipis berwarna putih sehingga bentuk bokongku yang bulat padat begitu kentara, dan bahkan saking ketatnya CDku sampai kelihatan sekali berbentuk segitiga. Atasannya aku mengenakan baju kaos putih ketat dan polos sehingga bentuk toketku yang membulat terlihat jelas, kaosku yang cukup tipis membuat braku yang berwarna putih terpampang jelas sekali. “Din, kamu seksi sekali deh pake pakean kaya gitu”. “Mas suka kan”. “Suka banget, palagi kalo amu gak pake baju Din”. “Ih mas, mulai deh genit, aku turun disini aja deh”, aku pura2 merajuk, padahal dalam hati seneng sekali mendengar pujiannya. “Ya udah turun aja he he”, tertawanya berderai ketika dia mengatakan hal itu, tetpi mobil tetap melaju kencang. “Katanya disuruh turun, kok gak minggir”. “Loncat aja kalo berani”. “mas, iih”, kataku sambil mencubit pinggangnya, mesra. Dia menggeliat kegelian, “Jangan dikitikin dong, nanti nabrak lo”. “abis mas sih
mulai duluan”. Sepanjang jalan kami bercanda rian, sesekali tangannya gantian menggelitiki pinggangku, sehingga aku menggelinjang. Kadang tangannya mendarat di pahaku dan mengelus2nya sampe kedeket pangkal pahaku. aku menjadi merinding karena rabaannya. Maklum deh dia pria pertama yang melakukan hal ini. “Maas”, aku hanya melenguh ketika pahaku dielus2 begitu. Karena aku tidak menolak, maka dia meneruskan elusannya dipahaku. aku menjadi gelisah, dudukku gak bisa diam, ada rasa geli bercampur nikmat dan aku merasa pengen kencing. “Mas maih jauh ya”.
“Napa Din”. “aku pengen pipis”. “Bentar lagi juga sampe. Itu bukan pengen pipis biasa Din”. “abis apaan?” “Pasti kamu terangsang ya karena aku ngelus2 paha kamu”. “Ih”, kucubit lagi pinggangnya.

Mobilnya sudah masuk ke satu vila. Ada seorang bapak2 yang menyambut di gerbang vila. Dia orang yang ditugaskan pemilik vila untuk menunggui vila itu. Aku keluar dari mobil, ikut dengan dia melihat lokasi. Vilanya tidak terlalu besar tetapi halamannya luas. Dia mulai mengeluarkan catatannya, mengukur sana mengukur sini, mencoret2 di buku catatannya. Kadang dia menanyakan pendapatku tentang satu hal. Aku menjawab setauku saja. “Setelah selesai, dia berkata kepada si bapak, “Pak kami mo menginap di vila ini”. “Iya, yang
punya dah kasi tau bapak, ya silahkan saja pak. sudah saya sediakan makanan secukupnya di lemari es, kalo mo makan ya silahkan dihangatkan dulu. soalnya bapak mo pulang”. Si bapak meninggalkan kami berdua. “Din, kita honimun ya”, katanya sambil tersenyum. aku jadi berdebar2membayangkan apa yang aka dilakukannya padaku. Aku sering mendengar cerita teman2ku ang sudah pernah berhubungan sex dengan cowo2nya, mendengar betapa nikmatnya kalo memek kemasukan kontol. Aku jadi merinding sendiri, aku pengen juga mengalami kenikmatan itu.

Aku menghempaskan pantatku di sofa, dia menyusulku segera dan duduk rapat di sampingku, “Dina sayang” katanya sambil menggenggam erat dan mesra kedua belah tanganku. Selesai berkata begitu dia mendekatkan mukanya ke wajahku, dengan cepat dia mengecup bibirku dengan lembut. Hidung kami bersentuhan lembut. Dia mengulum bibir bawahku, disedot sedikit. Lima detik kemudian, dia melepaskan kecupan bibirnya dari bibirku. Aku saat kukecup tadi memejamkan mata, “Aku pengen melakukan itu ma
kamu, sayang. Kamu bersediakah?”, rayunya lebih lanjut. Dia berusaha mengecup bibirku lagi, namun dengan cepat aku melepaskan tangan kananku dari remasannya, dadanya kutahan dengan lembut. “Mass” bisikku lirih. “Dina sayang, mau ya”, rayunya lagi. “Tapi mass, aku takut Mas”, jawabku. “Takut apa sayang, katakanlah”, bisiknya kembali sambil meraih tanganku. “Aku takut Mas nanti meninggalkan aku”, bisikku. Dia menggenggam kuat kedua tanganku lalu secepat kilat dia mengecup bibirku. “Dina sayangku, aku terus terang tidak bisa menjanjikan apa-apa sama kamu tapi percayalah aku akan membuktikannya kepadamu, aku akan selalu sayang sama kamu”, bujuknya
untuk lebih meyakinkanku. “Tapi Mas” bisikku masih ragu. “Din, percayalah, apa aku perlu bersumpah sayang, kita memang masih baru beberapa bulan kenal sayang, tapi percayalah, yakinlah sayang, kalau Tuhan menghendaki kita pasti selalu bersama sayang”, rayunya lagi. “Lalu kalau aku sampai hamil gimana mass?” ujarku sembari menatapnya.”Aah, jangan khawatir sayang, aku akan bertanggung jawab semuanya kalau kamu sampai hamil, bagaimana sayang?” bisiknya. Rasioku sudah tidak jalan dengan baik, tertutup oleh rayuan mautnya dan rasa ingin merasakan kenikmatan yang makin menggebu.
Tangannya bergerak semakin berani, yang tadinya hanya meremas jemari tangan kini mulai meraba ke atas menelusuri dari pergelangan tangan terus ke lengan sampai ke bahu lalu diremasnya dengan lembut. Dia memandangi toketku dari balik baju kaosku yang ketat, “Mas harus janji dulu sebelum…” aku tak melanjutkan ucapanku. “Sebelum apa sayang, katakanlah”, bisiknya tak sabar. Kini jemari tangan kanannya mulai semakin nekat menggerayangi pinggulku, ketika jemarinya merayap ke belakang diusapnya belahan pantatku lalu diremasnya dengan gemas. “aahh… Mas”, aku merintih pelan. “Mas aah mmas.. aku rela menyerahkan semuanya asal Mas mau bertanggung jawab nantinya”, aku berbisik semakin lemah, saat itu jemari tangan kanannya bergerak semakin menggila, menelusup ke pangkal pahaku, dan mulai
mengelus gundukan bukit memekku. Diusapnya perlahan dari balik celanaku yang amat ketat, dua detik kemudian dia memaksa masuk jemari tangannya di selangkanganku dan bukit memekku itu telah berada dalam genggaman tangannya. Aku menggelinjang kecil, saat jemari tangannya mulai meremas perlahan. Dia mendekatkan mulutnya kembali ke bibirku hendak mencium, namun aku menahan dadanya dengan tangan kananku, “eeehh Mas..berjanjilah dulu Mas”, bisikku di antara desahan nafasnya yang mulai sedikit memburu. “Oooh Dina sayang, aku berjanji untuk bertanggung jawab, aahh aku menginginkan keperawananmu sayang”, ucapnya. Sementara jemari tangannya yang sedang berada di sela-sela selangkangan pahaku itu meremas gundukan memekku lagi. “Ba.. baiklah Mas, aku percaya sama Mas”, bisikku. “Jadi?” tanyanya. “hh. lakukanlah mass, aku milik Mas seutuhnya.. hh..” jawabku. “Benarkah? ooh..Dina sayanggg.” Secepat kilat bibirku kembali dikecup dan dikulumnya, digigit lembut, disedot. Hidung kami bersentuhan lembut. Dengus nafasku terdengar memburu saat dia mengecup dan
mengulum bibirku cukup lama. DIa mempermainkan lidahnya di dalam mulutku, aku mulai berani membalas cumbuannya dengan menggigit lembut dan mengulum lidahnya dengan bibirku. Lidah kami bersentuhan, lalu dia mengecup dan mengulum bibir atas dan bawahku secara bergantian. Terdengar suara kecapan-kecapan kecil saat bibir kami saling mengecup. “aah Dina sayang, kamu pintar sekali, kamu pernah punya pacar yaach?” tanyanya curiga. “Mm aku belum pernah punya pacar Mas, kan Mas yang selama ini ngajari aku ciuman”, sahutku. “Wah kamu belajarnya cepat seklai ya, jangan-jangan kamu sering nonton film porno yaa?” godanya. Aku tersenyum malu, dan
wajahku pun tiba-tiba bersemu merah, aku menundukkan mukaku, malu. “I…iya Mas, beberapa kali”, sahutku terus terang sambil tetap menundukkan muka. “Dina sayang, kamu nggak kecewa khan karena aku benar-benar sangat menginginkan keperawananmu sayang?” tanyanya. “Aku serahkan apa yang bisa aku persembahkan buat Mas, aku ikhlas, lakukanlah Mas kalau Mas benar-benar menginginkannya”, sahutku lirih.

Jemari tangan kanannya yang masih berada di selangkanganku mulai bergerak menekan ke gundukan memekku yang masih perawan, lalu diusap-usap ke atas dan ke bawah dengan gemas. Aku memekik kecil dan mengeluh lirih, kupejamkan mataku rapat-rapat, sementara wajahku nampak sedikit berkeringat. Dia meraih kepalaku dalam pelukannya dengan tangan kiri dan dia mencium rambutku. “Oooh masss”, bisikku lirih. “Enaak sayang diusap-usap begini”, tanyanya. “hh… iiyyaa mass”, bisikku polos. Jemarinya kini bukan cuma mengusap tapi mulai meremas bukit memekku dengan sangat gemas. “sakit Mas aawww” aku memekik kecil dan pinggulku menggelinjang keras. Kedua pahaku yang tadi menjepit pergelangan tangan kanannya kurenggangkan. Dia mengangkat wajah dan daguku kearahnya, sambil merengkuh tubuhku agar lebih merapat ke badannya lalu kembali dia mengecup dan mencumbu bibirku dengan bernafsu.

Puas mengusap-usap bukit memekku, kini jemari tangan kanannya bergerak merayap ke atas, mulai dari pangkal paha terus ke atas menelusuri pinggang sampai ujung jemarinya berada di bagian bawah toketku yang sebelah kiri. Dia mengelus perlahan di situ lalu mulai mendaki perlahan, akhirnya jemari tangannya seketika meremas kuat toketku dengan gemasnya. Seketika itu pula aku melepaskan bibirku dari kuluman bibirnya, “aawww… Mas sakitt, jangan keras-keras dong meremasnya”, protesku. Kini secara bergantian jemari tangannya meremas kedua toketku dengan lebih lembut. Aku
menatapnya dan membiarkan tangannya menjamah dan meremas-remas kedua toketku.

“Auuggghh..” tiba2 dia menjerit lumayan keras dan meloncat berdiri. Aku yang tadinya sedang menikmati remasan pada toketku jadi ikutan kaget. “Eeehh kenapa Mas?” “Aahh anu sayang… kontolku sakit nih”, sahutnya sambil buru-buru membuka celana panjangnya di hadapanku. Aku tak menyangka dia berbuat demikian hanya memandangnya dengan terbelalak kaget. Dia membuka sekalian CDku dan “Tooiiing”, kontolnya yang sudah tegang itu langsung mencuat dan mengacung keluar mengangguk-anggukan kepalanya naik turun . “aawww… Mas jorok”, aku menjerit kecil sambil memalingkan mukaku ke samping dan menutup mukaku dengan tangan. “He…he…” dia terkekeh geli, batang kontolnya sudah kelihatan tegang berat, urat-urat di
permukaan kontolnya sampai menonjol keluar semua. Batang kontolnya bentuknya montok, berurat, dan besar. Sementara aku masih menutup muka tanpa bersuara, dia mengocok kontolnya dengan tangan kanannya, “Uuuaahh…nikmatnya”. “Din sebentar yaa… aku mau cuci kontolku dulu yaa… bau nih soalnya”, katanya sambil ngibrit ke belakang, kontolnya yang sedang “ON” tegang itu jadi terpontang-panting sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ke sana ke mari ketika dia berlari. Aku masih terduduk di atas sofa dan begitu melihatnya keluar berlari tanpa pakai celana jadi terkejut lagi melihat kontolnya yang sedang tegang bergerak manggut-manggut naik
turun. “aawww…” teriakku kembali sembari menutup mukaku dengan kedua jemari tanganku. “Iiihh… Din… takut apa sih, kok mukanya ditutup begitu”, tanyanya geli. “Itu Mas, kontol Mas”, sahutku lirih. “Lhoo… katanya sudah sering nonton BF kok masih takut, kamu kan pasti sudah lihat di film itu kalau kontol cowok itu bentuknya gini”, sahutnya geli. “Iya…m..Mas, tapi kontol Mas mm besar sekalii”, sahutku masih sambil menutup muka. “Yaach… ini sih kecil dibanding di film nggak ada apa-apanya, itu khan film barat, kontol mereka jauh lebih gueedhee… kalau kontolku kan ukuran orang Indonesia sayang, ayo sini dong kontolku kamu pegang sayang, ini kan milik kamu juga”, sahutnya nakal. “Iiih… malu aah Mas, jorok.” “Alaa.. malu-malu sih sayang, aku yang telanjang saja nggak malu sama kamu, masa kamu yang masih pakaian lengkap malu, ayo dong sayang kontol Mas dipegang biar kamu bisa merasakan milik kamu sendiri”, sahutnya sembari meraih kedua tanganku yang masih menutupi mukaku. pada mulanya aku menolak sambil memalingkan wajahku ke samping, namun setelah dirayu-rayu akhirnya aku mau juga.

kedua tanganku dibimbingnya ke arah selangkangannya, namun kedua mataku masih kupejamkan rapat. Jemari kedua tanganku mulai menyentuh kepala kontolnya yang sedang ngaceng. Mulanya jemari tanganku hendak kutarik lagi saat menyentuh kontolnya yang ngaceng namun karena dia memegang kedua tanganku dengan kuat, dan memaksanya untuk memegang kontolnya itu, akhirnya aku hanya menurut saja. Pertama kali aku hanya mau memegang dengan kedua jemarinya. “Aah… terus sayang pegang erat dengan kedua tanganmu”, rayunya penuh nafsu. “Iiih… keras sekali Mas”, bisikku sambil tetap memejamkan mata. “Iya sayang, itu tandanya aku sedang ngaceng
sayang, ayo dong digenggam dengan kedua tanganmu, aahh…” dia mengerang nikmat saat tiba-tiba saja aku bukannya menggenggam tapi malah meremas kuat. Aku terpekik kaget, “Iiih sakit mass…” tanyaku. Aku menatapnya gugup. “Ooouhh jangan dilepas sayang, remas seperti tadi lekas sayang oohh…” erangnya lirih. Aku yang semula agak gugup, menjadi mengerti lalu jemari kedua tanganku yang tadi sedikit merenggang kini bergerak dan meremas kontolnya seperti tadi. Dia melenguh nikmat. Aku kini sudah berani menatap kontolnya yang kini sedang kuremas, jemari kedua tanganku itu secara bergantian meremas batang dan kepala kontolnya. Jemari kiri berada di atas kepala kontolnya sedang jemari yang kanan meremas kontolnya. .dia
hanya bisa melenguh panjang pendek. “.sshh…Din… terusss sayang, yaahh… ohh…ssshh”, lenguhnya keenakan. Aku memandangnya sambil tersenyum dan mulai mengusap-usap maju mundur, setelah itu kugenggam dan kuremas seperti semula tetapi kemudian aku mulai memompa dan mengocok kontolnya itu maju mundur. “Aakkkhh… ssshh” dia menggelinjang menahan nikmat. Aku semakin bersemangat melihatnya merasakan kenikmatan, kedua tanganku bergerak makin cepat maju mundur mengocok kontolnya. Dia semakin tak terkendali, “Din… aahhgghh… sshh…awas pejuku mau keluarr” teriaknya keras. aku meloncat berdiri begitu dia mengatakan kalimat itu, aku melepaskan remasan tanganku dan berdiri ke sebelahnya, sementara pandangan mataku tetap ke arah kontolnya yang baru kukocok. “Kamu kok lari sih…” bisiknya lirih disisiku. “Tadi katanya pejunya mau keluar mass… kok nggak jadi?” tanyaku polos. Rupanya dia gak mau ngecret karena aku kocok makanya dia bilang
pejunya mau keluar.

Dia meraih tubuhku yang berada di sampingnya dan dipeluknya dengan gemas, aku menggelinjang saat dia merapatkan badannya ke tubuhku sehingga toketku yang bundar montok menekan dadanya yang bidang. Aku merangkulkan kedua lenganku ke lehernya, dan tiba-tiba ia pun mengecup bibirku dengan mesra, kemudian dilumatnya bibirku sampai aku megap-megap kehabisan napas. Terasa kontolnya yang masih full ngaceng itu menekan kuat bagian pusarku, karena memang tubuhnya lebih tinggi dariku. Sementara bibir kami bertautan mesra, jemari tangannya mulai menggerayangi bagian bawah tubuhku, dua detik kemudian jemari kedua tangannya telah berada di atas bulatan kedua belah bokongku. Diremasnya dengan gemas, jemarinya bergerak memutar di bokongku. Aku merintih dan mengerang kecil dalam cumbuannya. Lalu dia merapatkan bagian bawah tubuhnya ke depan sehingga mau tak mau kontolnya yang tetap tegang itu jadi terdesak perutku lalu menghadap ke atas. Aku tak memberontak dan diam saja. Sementara itu dia mulai menggesek-gesekkan kontolnya yang tegang itu di perutku. Namun baru juga 10 detik aku melepaskan ciuman dan pelukannya dan tertawa-tawa kecil, “Kamu apaan sih kok ketawa”, tanyanya heran. “Abisnya… Mas sih,
kan aku geli digesekin kaya gitu”, sahutku sambil terus tertawa kecil. Dia segera merengkuh tubuhku kembali ke dalam pelukannya, dan aku tak menolak saat dia menyuruhku untuk meremas kontolnya seperti tadi. Segera jemari tangan kananku mengusap dan mengelus-elus kontolnya dan sesekali kuremas. Dia menggelinjang nikmat. “aagghh… Din… terus sayang…” bisiknya mesra. Wajah kami saling berdekatan dan aku memandang wajahnya yang sedang meringis menahan rasa nikmat. “Enaak ya mass…” bisikku mesra. Jemari tanganku semakin gemas saja mempermainkan kontolnya bahkan mulai kukocok seperti tadi. Dia melepaskan kecupan dan pelukanku. “Gerah nih sayang, aku buka baju dulu yaah sayang”, katanya sambil terus mencopot kancing kemejanya satu persatu lalu dilemparkan sekenanya ke samping.

Kini dia benar-benar polos dan telanjang bulat di hadapanku. Aku masih tetap
mengocok kontolnya maju mundur. “Sayang… kau suka yaa sama kontolku”, katanya. Sambil tetap mengocok kontolnya aku menjawab dengan polos. “suka sih Mas… habis kontol Mas lucu juga, keras banget Mas kayak kayu”, ujarku tanpa malu-malu lagi. “Lucu apanya sih?” tanyanya. Aku memandangnya sambil tersenyum “pokoknya lucu saja”, bisikku lirih tanpa penjelasan. “Gitu yaa… kalau memek kamu seperti apa yaa… aku pengen liat dong”, katanya. Aku mendelik sambil melepaskan tanganku dari kontolnya.
“Mas jorok ahh…” sahutku malu-malu. “Ayo, aku sudah kepengen ngerasain nih… aku buka ya celana kamu”, katanya lagi. Dan dengan cepat dia berjongkok di depanku, kedua tangannya meraih pinggulku dan didekatkan ke arahnya. Pada mulanya aku agak memberontak dan menolak tangannya namun begitu aku memandang wajahnya yang tersenyum padaku akhirnya aku hanya pasrah dan mandah saat jemari kedua tangannya mulai gerilya mencari ritsluiting celana ketatku yang berwarna putih itu.

Mukanya persis di depan selangkanganku sehingga dia dapat melihat gundukan bukit memekku dari balik celana ketatku. Dia semakin tak sabar, dan begitu menemukan ritsluitingku segera ditariknya ke bawah sampai terbuka, kebetulan aku tak memakai sabuk sehingga dengan mudah dia meloloskan dan memplorotkan celanaku sampai ke bawah. Sementara pandangannya tak pernah lepas dari selangkanganku, dan kini terpampanglah di depannya CDku yang berwarna putih bersih itu tampak sedikit menonjol di tengahnya. Terlihat dari CDku yang cukup tipis itu ada warna kehitaman,
jembutku. Waahh… dia memandang ke atas dan aku menatapnya sambil tetap
tersenyum. “Aku buka ya.. CDnya”, tanyanya. Aku hanya menganggukan kepala perlahan. Dengan gemetar jemari kedua tangannya kembali merayap ke atas menelusuri dari kedua betisku terus ke atas sampai kedua belah paha, dia mengusap perlahan dan mulai meremas. “Oooh…Masss” aku merintih kecil. kemudian jemari kedua tangannya merayap ke belakang kebelahan bokongku yang bulat. Dia meremas gemas disitu. Ketika jemari tangannya menyentuh tali karet CDku yang bagian atas, sreeet… secepat kilat ditariknya ke bawah CDku itu dengan gemas dan kini terpampanglah sudah daerah ‘forbidden’ ku.

Menggembung membentuk seperti sebuah gundukan bukit kecil mulai dari bawah pusarku sampai ke bawah di antara kedua belah pangkal pahaku, sementara di bagian tengah gundukan bukit memekku terbelah membentuk sebuah bibir tebal yang mengarah ke bawah dan masih tertutup rapat menutupi celah liang memekku. Dan di sekitar situ ada jembut yang cukup lebat. “Oohh.. Din, indahnya…” Hanya kalimat itu yang sanggup diucapkan saat itu. Dia mendongak ketika aku sedang membuka baju kaosku, setelah melemparkan kaos sekenanya kedua tanganku lalu menekuk ke belakang punggungnya hendak membuka braku dan tesss… bra itupun terlepas jatuh di
mukanya. Selanjutnya aku melepas juga celana dan CDku yang masih tersangkut di mata kakiku, lalu sambil tetap berdiri di depannya, aku tersenyum manis kepadanya, walaupun wajahku sedikit memerah karena malu. Toketku berbentuk bulat seperti buah apel, besarnya kira-kira sebesar dua kali bola tenis, warnanya putih bersih hanya pentil kecilnya saja yang tampak berwarna merah muda kecoklatan. “kamu cantik sekali sayang”, bisiknya lirih. Aku mengulurkan kedua tanganku kepadanya mengajaknya berdiri lagi. “Mass… aku sudah siap, aku sayang sama Mas, aku akan serahkan
semuanya seperti yang Mas inginkan”, bisikku mesra. Dia merangkul tubuhku yang telanjang. Badanku seperti kesetrum saat kulitku menyentuh kulit nya, kedua toketku yang bulat menekan lembut dadanya yang bidang. Jemari tangannya tergetar saat mengusap punggungku yang telanjang, “Aahh.. Din kita ng***** di kamar yuk, aku sudah kepingin ngen tot sayang”, bisiknya tanpa malu-malu lagi. Aku hanya tersenyum dalam pelukannya. “Terserah Mas saja, mau ng*****nya dimana”, sahutku mesra.

Dengan penuh nafsu dia segera meraih tubuhku dan digendongnya ke dalam kamar. Direbahkannya tubuhku yang telanjang bulat itu di atas kasur busa di dalam kamar tengah, tempat tidur itu tak terlalu besar, untuk 2 orang pun harus berdempetan. Suasana dalam kamar kelihatan gelap karena semua gorden tertutup, gorden yang berada dalam kamar ini sama sekali tidak menghadap ke jalan umum namun menghadap ke kebun di belakang. Dia segera membuka gorden agar sinar matahari sore dapat masuk, dan benar saja begitu disibakkan sinar matahari dari arah barat langsung menerangi seluruh isi kamar. Dia memandangi tubuhku yang telanjang bulat di ranjang. Segera dia menaiki ranjang, aku memandangnya sambil tersenyum. Dia
merayap ke atas tubuhku yang bugil dan menindihnya, sepertinya dia sudah tak sabar ingin segera memasuki memekku. “Buka pahamu sayang, aku ingin mengen totimu sekarang”, bisiknya bernafsu. “Mass…” aku hanya melenguh pasrah saat dia setengah menindih tubuhku dan kontolku yang tegang itu mulai menusuk celah memekku, tangannya tergetar saat membimbing kontolnya mengelus memekku lalu menelusup di antara kedua bibir memekku. “Sayang, aku masukkan yaah… kalau sakit bilang sayang.. kamu kan masih perawan.” “Pelan-pelan Mas”, bisikku pasrah. Lalu dengan jemari tangan kanannya diarahkannya kepala kontolnya ke memekku. Aku memeluk
pinggangnya mesra, sementara dia mencari liang memekku di antara belahan bukit memekku. Dia mencoba untuk menelusup celah bibir memekku bagian atas namun setelah ditekan ternyata jalan buntu. “Agak ke bawah Mas, aahh kurang ke bawah lagi Mas… mm.. yah tekan di situ Mas… aawww pelan-pelan Mas sakiiit”, aku memekik kecil dan menggeliat kesakitan. Akhirnya dia berhasil menemukan celah memekku itu setelah aku menuntunnya, diapun mulai menekan ke bawah, kepala kontolnya dipaksanya untuk menelusup ke dalam liang memekku yang sempit. Dia mengecup bibir ku sekilas lalu berkonsentrasi kembali untuk segera dapat membenamkan kontolnya seluruhnya ke dalam liang memekku. Aku mulai merintih dan memekik-mekik kecil ketika kepala kontolnya yang besar mulai berhasil menerobos liang memekku yang sangat-sangat sempit sekali. “Tahan sayang…aku masukkan lagi, sempit sekali
sayang aahh”, erangnya mulai merasakan kenikmatan dan kurasakan kepala kontolnya berhasil masuk dan terjepit ketat sekali dalam liang memekku. “aawwww…. masss sakiit…” teriakku memelas, tubuhku menggeliat kesakitan. Dia berusaha menentramkan aku sambil mengecup mesra bibirku dan dilumat dengan perlahan. Lalu, “tahan sayang, baru kepalanya yang masuk sayang, aku tekan lagi yaah”, bisiknya.

Tiba2 dia mencabut kembali kontolnya yang baru masuk kepalanya saja itu dengan perlahan. “Ah… sayang, aku masukin nanti saja deh, liang memekmu masih sangat sempit dan kering sayang.” “memekku sakit Mas”, erangku lirih. “Yahh… aku tahu sayang kamu kan masih perawan, kita bercumbu dulu sayang, aku kepingin melihat kamu nyampe”, bisiknya bernafsu. Segera dia merebahkan badannya di atas tubuhku dan dipeluknya dengan kasih sayang, “Din… hh.. bagaimana perasaanmu sayang”, bisiknya mesra. Aku memandangnya dan tertawa renyah. “mm… aku bahagia sekali bersama Mas seperti ini, rasanya nikmat ya Mas berpelukan sambil telanjang kaya gini”, ujarku polos. “Iyaa sayang, anggaplah aku suamimu saat ini sayang”, bisiknya
nakal. “Iih.. Mas, Mas cumbui isterimu dong, beri istrimu kenik…mmbhh”, belum sempat aku selesai ngomong, dia sudah melumat bibirku. Aku membalas ciumannya dan melumat bibirnya dengan mesra.Dia menjulurkan lidahnya ke dalam mulutku dan aku langsung mengulumnya hangat, begitu sebaliknya. Jemari tangan kirinya merayap ke bawah menelusuri sambil mengusap tubuhku mulai pundak terus ke bawah sampai ke pinggul dan diremasnya dengan gemas. Ketika tangannya bergerak kebelakang ke bulatan bokongku, dia mulai menggoyangkan seluruh badannya menggesek tubuhku yang bugil terutama pada bagian selangkangan dimana kontolnya yang sedang tegang-tegangnya menekan gundukan bukit memekku. Dia menggerakkan pinggulnya secara
memutar sambil menggesek-gesekkan batang kontolnya di permukaan bibir memekku sambil sesekali ditekan-tekan. Aku ikut-ikutan menggelinjang kegelian, beberapa kali kepala kontolnya yang tegang salah sasaran memasuki belahan bibir memekku seolah akan menembus liang memekku lagi. Aku hanya merintih kesakitan dan memekik kecil, “Aawwww… Mas saakiit”, erangku. “Aahh.. Din… memekmu empuk sekali sayang, ssshh”, dia melenguh keenakan.

Beberapa menit kemudian setelah kami puas bercumbu bibir, dia menggeser tubuhnya kebawah sampai mukanya tepat berada di atas kedua bulatan toketku, kini ganti perutnya yang menekan memekku. Jemari kedua tangannya secara bersamaan mulai menggerayangi gunung “Fujiyama” milikku, dia mulai menggesekkan ujung-ujung jemarinya mulai dari bawah toketku di atas perut terus menuju gumpalan kedua toketku yang kenyal dan montok. Aku merintih dan menggelinjang antara geli dan nikmat. “Mass, geli”, erangku lirih. Beberapa saat dia mempermainkan kedua pentilku yang kemerahan dengan ujung jemarinya. Aku menggelinjang lagi, dipuntirnya sedikit pentilku dengan lembut. ” Mas…” aku semakin mendesah tak karuan. Secara bersamaan
akhirnya dia meremas-remas gemas kedua toketku dengan sepenuh nafsu. “Aawww…Mas”, aku mengerang dan kedua tanganku memegangi kain sprei dengan kuat. Dia semakin menggila tak puas meremas lalu mulutnya mulai menjilati kedua toketku secara bergantian. Lidahnya menjilati seluruh permukaan toketku itu sampai basah, mulai dari toket yang kiri lalu berpindah ke toket yang kanan, digigit-gigitnya pentilku secara bergantian sambil diremas-remas dengan gemas sampai aku berteriak-teriak kesakitan. Lima menit kemudian lidahnya bukan saja menjilati kini mulutnya mulai beraksi menghisap kedua pentilku sekuat-kuatnya. Dia tak peduli aku menjerit dan
menggeliat kesana-kemari, sesekali kedua jemari tanganku memegang dan meremasi rambutnya, sementara kedua tangannya tetap mencengkeram dan meremasi kedua toketku bergantian sambil menghisap-hisap pentilnya. Bibir dan lidahnya dengan sangat rakus mengecup, mengulum dan menghisap kedua toketku. Di dalam mulutnya pentilku dipilin dengan lidahnya sambil terus dihisap. Aku hanya bisa mendesis, mengerang, dan beberapa kali memekik kuat ketika giginya menggigiti pentilku dengan gemas, hingga tak heran kalau di beberapa tempat di kedua bulatan toketku itu nampak berwarna kemerahan bekas hisapan dan garis-garis kecil bekas gigitannya.

Cukup lama dia mengemut toketku, setelah itu bibir dan lidahnya kini merayap menurun ke bawah. Ketika lidahnya bermain di atas pusarku, aku mulai mengerang-erang kecil keenakan, dia mengecup dan membasahi seluruh perutku. Ketika dia bergeser ke bawah lagi dengan cepat lidah dan bibirnya telah berada di atas gundukan bukit memekku. “Buka pahamu Din..” teriaknya tak sabar, posisi pahaku yang kurang membuka itu membuatnya kurang leluasa untuk mencumbu memekku itu. “Oooh… masss”, aku hanya merintih lirih. Dia membetulkan posisinya di atas selangkangan ku. Aku membuka ke dua belah pahaku lebar-lebar, aku sudah sangat terangsang sekali. Kedua tanganku masih tetap memegangi kain sprei, aku kelihatan tegang sekali. “Sayang… jangan tegang begitu dong sayang”, katanya mesra.
“Lampiaskan saja perasaanmu, jangan takut kalau IDin merasa nikmat, teriak saja sayang biar puass….” katanya selanjutnya. Sambil memejamkan mata aku berkata lirih. “Iya mass eenaak sih mass”, kataku polos. Dia memandangi memekku yang sudah ditumbuhi jembut namun kulit dimemekku dan sekitarnya itu tidak tampak keriput sedikitpun, masih kelihatan halus dan kencang. Bibir memekku kelihatan gemuk dan padat berwarna putih sedikit kecoklatan, sedangkan celah sempit yang berada di
antara kedua bibir memekku itu tertutup rapat. “MAs… ngapain sih kok ngelamun, bau yaa Mas?” tanyaku sambil tersenyum. Wajahku sedikit kusut dan berkeringat.”abisnya memekmu lucu sih, bau lagi”, balasnya nakal. “Iiihh… jahat”, Belum habis berkata begitu aku memegang kepalanya dan mengucek-ucek rambutnya. Dia tertawa geli.

Selanjutnya aku menekan kepalanya ke bawah, sontak mukanya terutama hidung dan bibirnya langsung nyosor menekan memekku, hidungnya menyelip di antara kedua bibir memekku. Bibirnya mengecup bagian bawah bibir memekku dengan bernafsu, sementara jemari kedua tangannya merayap ke balik pahaku dan meremas bokongku yang bundar dengan gemas. Dia mulai mencumbui bibir memekku yang tebal itu secara bergantian seperti kalau dia mencium bibirku. Puas mengecup dan mengulum bibir bagian atas, dia berpindah untuk mengecup dan mengulum bibir memekku bagian bawah. Karena ulahnya aku sampai menjerit-jerit karena nikmatnya, tubuhku menggeliat hebat dan terkadang meregang kencang, beberapa kali kedua pahaku sampai menjepit kepalanya yang lagi asyik masyuk bercumbu dengan bibir memekku. Dia memegangi kedua belah bokongku yang sudah berkeringat agar tidak bergerak terlalu banyak, sepertinya dia tak rela melepaskan pagutan bibirnya pada bibir memekku. aku mengerang-erang dan tak jarang memekik cukup kuat saking nikmatnya. Kedua tanganku meremasi rambutnya sampai kacau, sambil menggoyang-goyangkan pinggulku. Kadang pantat kunaikkan sambil mengejan nikmat atau kadang kugoyangkan memutar seirama dengan jilatan lidahnya pada seluruh permukaan memekku. aku berteriak makin keras, dan terkadang seperti orang menangis saking
tak kuatnya menahan kenikmatan yang diciptakannya pada memekku. Tubuhku menggeliat hebat, kepalaku bergerak ke kiri dan ke kanan dengan cepat, sambil mengerang tak karuan. Dia semakin bersemangat melihat tingkahku, mulutnya semakin buas, dengan nafas setengah memburu disibakkannya bibir memekku dengan jemari tangan kanannya, terlihat daging berwarna merah muda yang basah oleh air liurnya bercampur dengan cairan lendirku, agak sebelah bawah terlihat celah liang memekku yang amat sangat kecil dan berwarna kemerahan pula. Dia mencoba untuk membuka bibir memekku agak lebar, namun aku memekik kecil karena sakit. “aawww mass..
sakiit”, pekikku kesakitan. “maaf sayang, sakit yaa…” bisiknya khawatir. Dia mengusap dengan lembut bibir memekku agar sakitnya hilang, sebentar kemudian lalu disibakkan kembali pelan-pelan bibir memekku, celah merahnya kembali terlihat, agak ke atas dari liang memekku yang sempit itu ada tonjolan daging kecil sebesar kacang hijau yang juga berwarna kemerahan, inilah itil, bagian paling sensitif dari memek wanita. Lalu secepat kilat dengan rakus lidahnya dijulurkan sekuatnya keluar dan mulai menyentil-nyentil daging itilku. Aku memekik sangat keras sambil menyentak-nyentakkan kedua kakiku ke bawah. Aku mengejang hebat, pinggulku bergerak liar dan kaku, sehingga
jilatannya pada itilku jadi luput. Dengan gemas dia memegang kuat-kuat kedua belah pahaku lalu kembali menempelkan bibir dan hidungnya di atas celah kedua bibir memekku, dia menjulurkan lidahnya keluar sepanjang mungkin lalu ditelusupkannya lidahnya menembus jepitan bibir memekku dan kembali menyentil nikmat itilku dan, aku memekik tertahan dan tubuhku kembali mengejan sambil menghentak-hentakkan kedua kakiku, pantat ku angkat ke atas sehingga lidahnya memasuki celah bibir memekku lebih dalam dan menyentil-nyentil itilku. Begitu singkat karena tak sampai 1 menit aku
terisak menangis dan ada semburan lemah dari dalam liang memekku berupa cairan hangat agak kental banyak sekali. Dia masih menyentil itilku beberapa saat sampai tubuhku terkulai lemah dan akhirnya pantatku pun jatuh kembali ke kasur. Aku melenguh panjang pendek meresapi kenikmatan yang baru kurasakan, sementara dia masih menyedot sisa-sisa lendir yang keluar ketika aku nyampe. Seluruh selangkanganku tampak basah penuh air liur bercampur lendir yang kental. Dia menjilati seluruh permukaan memekku sampai agak kering, “Sayaang… puas kan…” bisiknya lembut namun aku sama sekali tak menjawab, mataku terpejam rapat namun mulutku tersenyum bahagia. “Giliranku sayang, aku mau masuk nih… tahan sakitnya sayang”,
bisiknya lagi tanpa menunggu jawabannya.

Dia segera bangkit dan duduk setengah berlutut di atas tubuhku yang telanjang berkeringat. Toketku penuh lukisan hasil karyanya. Dengan agak kasar dia menarik kakiku ke atas dan ditumpangkannya kedua pahaku pada pangkal pahanya sehingga kini selangkanganku menjadi terbuka lebar. Dia menarik bokongku ke arahnya sehingga kontolnya langsung menempel di atas memekku yang masih basah. Dia mengusap-usapkan kepala kontolnya pada kedua belah bibir memekku dan lalu beberapa saat kemudian dengan nakal kontolnya ditepuk-tepukkan dengan gemas ke memekku. Aku menggeliat manja dan tertawa kecil, “Mas… iiih.. gelii.. aah”, jeritku manja. “Sayaang, kontolku mau masuk nih… tahan yaa sakitnya”, bisiknya nakal penuh nafsu. “Iiihh… jangan kasar ya mass… pelan-pelan saja masukinnya, aku takut sakiit”, sahutku polos penuh kepasrahan. Sedikit disibakkannya bibir memekku dengan jemari kirinya, lalu diarahkannya kepala kontolnya yang besar ke liang memekku yang sempit. Dia mulai menekan dan aku pun meringis, dia tekan lagi… akhirnya perlahan-lahan mili
demi mili liang memekku itu membesar dan mulai menerima kehadiran kepala
kontolnya. Aku menggigit bibir. Dia melepaskan jemari tangannya dari bibir memekku dan plekk… bibir memekku langsung menjepit nikmat kepala kontolnya. “Tahan sayang…” bisiknya bernafsu. Aku hanya mengangguk pelan, mata lalu kupejamkan rapat-rapat dan kedua tanganku kembali memegangi kain sprei. Dia agak membungkukkan badannya ke depan agar pantatnya bisa lebih leluasa untuk menekan ke bawah. Dia memajukan pinggulnya dan akhirnya kepala kontolnya mulai tenggelam di dalam liang memekku. Dia kembali menekan, dan aku mulai menjerit kesakitan. Dia tak peduli, mili demi mili kontolnya secara pasti terus melesak ke dalam liang memekku dan tiba-tiba setelah masuk sekitar 4 centi seperti ada selaput lunak yang menghalangi kepala kontolnya untuk terus masuk, dia terus menekan dan aku melengking keras sekali lalu menangis terisak-isak. selaput daraku robek. Dia terus menekan kontolnya, ngotot terus memaksa memasuki liang memekku yang luar biasa sempit itu. Dia memegang pinggulku, dan ditariknya kearahnya kontolnya masuk makin ke dalam, Aku terus menangis terisak-isak kesakitan, sementara dia sendiri malah merem melek keenakan. Dan dia menghentak keras ke bawah, dengan cepat kontolnya mendesak
masuk liang memekku. dia mengerang nikmat. Dihentakkan lagi pantatnya ke bawah dan akhirnya kontolnya secara sempurna telah tenggelam sampai kandas terjepit di antara bibir memekku. dia berteriak keras saking nikmatnya, matanya mendelik menahan jepitan ketat memekku yang luar biasa. Sementara aku hanya memekik kecil lalu memandangnya sayu. “Mass… aku sudah nggak perawan lagi sekarang”, bisikku lirih. Kami sama-sama tersenyum.

Direbahkannya badannya di atas tubuhku yang telanjang, aku memeluknya penuh kasih sayang, toketku kembali menekan dadanya. Memekku menjepit meremas kuat kontolnya yang sudah amblas semuanya. Kami saling berpandangan mesra,dia mengusap mesra wajahku yang masih menahan sakit
menerima tusukan kontolnya. “Mas… bagaimana rasanya”, bisikku mulai mesra
kembali, walaupun sesekali kadang aku menggigit bibir menahan sakit. “Enaak
sayang.. dan nikmaat… oouhh aku nggak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata sayang… selangit pokoknya”, bisiknya. “MAs, bagaimana kalau aku sampai hamil?” bisikku sambil tetap tersenyum.”Oke…nanti setelah ng***** kita cari obat di apotik, obat anti hamil”, bisiknya gemas. “Iihh… nakal…” sahutku sambil kembali mencubit pipinya. “Biariin…” “Maasss…” aku agak berteriak. “Apaan sih…” tanyanya kaget. Lalu sambil agak bersemu merah dipipi aku berkata lirih. “dienjot dong…” bisikku hampir tak terdengar.
“Iiih kamu kebanyakan nonton film porno, kan memeknya masih sakiit”, jawabnya. “Pokoknya, dienjot dong Mas…” sahutku manja. Dia mencium bibirku dengan bernafsu, dan akupun membalas dengan tak kalah bernafsu. Kami saling berpagutan lama sekali, lalu sambil tetap begitu dia mulai menggoyang pinggul naik turun. kontolnya mulai menggesek liang memekku dengan kasar, pinggulnya menghunjam-hunjam dengan cepat mengeluar masukkan kontolnya yang tegang. Aku memeluk punggungnya dengan kuat, ujung jemari tanganku menekan punggungnya dengan keras. Kukuku terasa
menembus kulitnya. Tapi dia tak peduli, dia sedang meng*****i dan menikmati tubuhku. Aku merintih dan memekik kesakitan dalam cumbuannya. Beberapa kali aku sempat menggigit bibirnya, namun itupun dia tak peduli. Dia hanya merasakan betapa liang memekku yang hangat dan lembut itu menjepit sangat ketat kontolnya. Ketika ditarik keluar terasa daging memekku seolah mencengkeram kuat kontolnya, sehingga terasa ikut keluar. Aku melepaskan ciumannya dan mencubit pinggangnya. “Awww… aduuh Mass… sakit … . ngilu Mas” aku berteriak kesakitan. “Maaf sayang… aku mainnya kasar yaah? aku nggak tahan lagi sayang aahhgghghh”, bisiknya. “pejuku mau keluar, desahnya sambil menyemprotkan peju yang banyak di liang memekku. Kami pun berpelukan puas atas kejadian tersebut. Dan tanpa terasa kami ketiduran sambil berpelukan telanjang bulat karena kecapaian dalam permainan tadi.

Kami tidur dua jam lamanya lalu kami berdua mandi bersama. Di dalam kamar mandi kami saling membersihkan dan berciuman. Dia minta aku jongkok. Dia mengajariku untuk menjilati serta mengulum kontolnya yang sudah tegak berdiri. Kontolnya kukulum sambil mengocoknya pelan-pelan naik turun. “Enak banget yang, kamu cepet ya belajarnya. Terus diemut yang”, erangnya. Kemudian giliran dia, aku disuruhnya berdiri sambil kaki satunya ditumpangkan di bibir bathtub agar siap mendapat serangan oralnya. Dia menyerang selangkanganku dengan lidah yang menari-nari kesana kemari pada itilku sehingga aku mengerang sambil memegang kepalanya untuk menenggelamkannya lebih dalam ke memekku. Dia tahu apa yang kumau, lalu
dijulurkannya lidahnya lebih dalam ke memekku sambil mengorek-korek itilku dengan jari manisnya. Semakin hebat rangsangan yang aku rasakan sampai aku nyampe, dengan derasnya lendirku keluar tanpa bisa dibendung. Dia menjilati dan menelan semua lendirku itu tanpa merasa jijik. “Mas, nikmat banget deh, aku sampe lemes”, kataku. “Ya udah kamu istirahat aja, aku mau ngangetin makanan dulu ya”, katanya. .Aku berbaring di ranjang, ngantuk sampe ketiduran lagi.

DIa membangunkanku dan mengajakku makan nasi padang yang sudah disiapkannya. “Din, malem ini kita tidur disini aja ya, aku masih pengen ngerasain peretnya memekmu lagi. Kamu mau kan kita ngen tot lagi”, katanya sambil membelai pipiku. “Aku nurut aja apa yang mas mau, aku kan udah punyanya mas”, jawabku pasrah. Sehabis makan langsung Aku dibawanya lagi keranjang, dan direbahkan. Kami langsung berpagutan lagi, aku sangat bernapsu meladeni ciumannya. Dia mencium bibirku, kemudian lidahnya menjalar menuju ke toketku dan dikulumnya pentilku. Terus menuju keperut dan dia menjilati pusarku hingga aku menggelepar menerima rangsangan itu yang terasa nikmat. “Mas enak sekali..” nafasku terengah2. Lumatannya terus dilanjutkannya pada itilku. Itilku dijilatinya, dikulum2, sehingga aku semakin terangsang hebat. Pantatku kuangkat supaya lebih dekat lagi kemulutnya. Diapun merespons hal itu dengan memainkan lidahnya ke dalam memekku yang sudah dibukanya sedikit dengan jari. Ketika responsku sudah hampir mencapai puncak, dia menghentikannya. Dia ganti dengan posisi 6. Dia telentang dan minta aku telungkup diatas tubuhnya tapi kepalaku ke arah kontolnya. Dia minta aku untuk kembali menjilati kepala kontolnya lalu
mengulum kontolnya keluar masuk mulutku dari atas. Setelah aku lancar melakukannya, dia menjilati memek dan itilku lagi dari bawah. Selang beberapa lama kami melakukan pemanasan maka dia berinisiatif untuk menancapkan kontolnya di memekku.

Aku ditelentangkannya, pahaku dikangkangkannya, pantatku diganjal dengan bantal. “buat apa mas, kok diganjel bantal segala”, tanyaku. “biar masuknya dalem banget yang, nanti kamu juga ngerasa enaknya”, jawabnya sambil menelungkup diatasku. Kontolnya digesek2kan di memekku yang sudah banyak lendirnya lagi karena itilku dijilati barusan. “Ayo Mas cepat, aku sudah tidak tahan lagi” pintaku dengan bernafsu. “Wah kamu sudah napsu ya Din, aku suka kalo kita ngen tot setelah kamu napsu banget sehingga gak sakit ketika kontolku masuk ke memek kamu”, jawabnya. Dengan pelan tapi pasti dia masukan kontolnya ke memekku. “Pelan2 ya mas, biar gak sakit”, lenguhku sambil merasakan kontolnya yang besar menerobos memekku yang masih
sempit. Dia terus menekan2 kontolnya dengan pelan sehingga akhirnya masuk semua. Lalu dia tarik pelan-pelan juga dan dimasukkan lagi sampai mendalam, terasa kontolnya nancep dalem sekali. “Mas enjot yang cepat, Mas, aku udah mau nyampe ach.. Uch.. Enak Mas, lebih enak katimbang dijilat mas tadi”, lenguhku. “Aku juga mau keluar, yang”, jawabnya. Dengan hitungan detik kami berdua nyampe bersama sambil merapatkan pelukan, terasa memekku berkedutan meremes2 kontolnya. Lemas dan capai kami berbaring sebentar untuk memulihkan tenaga.

Sudah satu jam kami beristirahat, lalu dia minta aku mengemut kontolnya lagi. “Aku belum puas yang, mau lagi, boleh kan?” yanyanya. “Boleh mas, aku juga pengen ngerasain lagi nyampe seperti tadi”, jawabku sambil mulai menjilati kepala kontolnya yang langsung ngaceng dengan kerasnya. Kemudian kepalaku mulai mengangguk2 mengeluar masukkan kontolnya dimulutku. Dia mengerang kenikmatan, “Enak banget Din emutanmu. Tadi memekmu juga ngempot kontolku ketika kamu nyampe. Nikmat banget deh malam ini, boleh diulang ya sayang kapan2″. Aku diam tidak menjawab
karena ada kontolnya dalam mulutku. “Din, aku udah mau ngecret nih, aku masukkin lagi ya ke memek kamu”, katanya sambil minta aku nungging. “MAu ngapain mas, kok aku disuru nungging segala”, jawabku tidak mengerti. “udah kamu nungging aja, mas mau ngen totin kamu dari belakang”, jawabnya. Sambil nungging aku bertanya lagi, “Mau dimasukkin di pantat ya mas, aku gak mau ah”. “Ya gak lah yang, ngapain di pantat, di memek kamu udah nikmat banget kok”, jawabnya. dengan pelan diumasukkannya kontolnya ke memekku, ditekan2nya sampe amblas semua, terasa kontolnya masuk dalem sekali, seperti tadi ketika pantatku diganjel bantal. Kontolnya mulai dikeluarmasukkan dengan irama lembut. Tanpa sadar aku mengikuti iramanya
dengan menggoyangkan pantatku. Tangan kirinya menjalar ke toketku dan diremas-remas kecil, sambil mulai memompa dengan semakin cepat. Aku mulai merasakan nikmatnya dien tot, sakit sudah tidak terasa lagi. “Mas, aku udah ngerasa enaknya dien tot, terus yang cepet ngenjotnya mas, rasanya aku udah mau nyampe lagi”, erangku. Dia tidak menjawab, enjotan kontolnya makin lama makin cepet dan keras, nikmat banget deh rasanya. Akhirnya dengan satu enjotan yang keras dia melenguh, “Din aku ngecret, aah”, erangnya. “Mas, aku nyampe juga mas, ssh”, bersamaan dengan ngecretnya pejunya aku juga nyampe.Kembali aku terkapar kelelahan.

Ketika aku terbangun, hari udah terang. Aku nggeletak telanjang bulat di ranjang dengan Satu kaki terbujur lurus dan yang sebelah lagi menekuk setengah terbuka mengangkang. Dia yang sudah bangun lebih dulu, menaiki ranjang dan menjatuhkan dadanya diantara kedua belah paha ku. Lalu dengan gemas, diciumnya pusarku. ” Mass, geli!” aku menggeliat manja. Dia tersenyum sambil terus saja menciumi pusarku berulang2 hingga aku menggelinjang beberapa kali. Dengan menggunakan ke2 siku dan lututnya ia merangkak sehingga wajahnya terbenam diantara ke2 toketku. Lidahnya
sedikut menjulur ketika dia mengecup pentilku sebelah kiri, kemudian pindah ke pentil kanan. Diulangnya beberapa kali, kemudian dia berhenti melakukan jilatannya. Tangan kirinya bergerak keatas sambil meremes dengan lembut toketku. Remasannya membuat pentilku makin mengeras, dengan cepat dikecupnya pentilku dan dikulum2nyasambil mengusap punggungku dengan tangan kanannya. “Kamu cantik sekali,” katanya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku hanya tersenyum, aku senang mendengar pujiannya. Kurangkul lehernya, kemudian kucium bibirnya. Lidahnya yang nyelip masuk mulutku kuhisap2. Aku segera meraba kontolnya lagi, kugenggam
dan kugesek2kan ke memekku yang mulai berlendir. Lendir memekku melumuri kepala kontolnya, kontolnya menjadi makin keras. Urat2 berwarna hijau di kulit batang kontolnya makin membengkak. Dia menekan pinggulnya sehingga kepala kontolnya nyelip di bibir memekku. Terasa bibir memekku menjepit kontolnya yang besar itu. Dia menciumi leherku, dadanya direndahkan sehingga menekan toketku. “Oh…mas”, lenguhku ketika ia menciumi telingaku. “Kakimu dibelitkan di pinggangku Din”, pintanya sambil terus mencium bibirku. Tangan kirinya terus meremas toketku sedang tangan
satunya mengelus pahaku yang sudah kulingkarkan di pinggangnya. Lalu dia
mendorong kontolnya lebih dalam. Sesak rasanya memekku. Pelan2 dia menarik
sedikit kontolnya, kemudian didorongnya. Hal ini dia lakukan beberapa kali sehingga lendir memekku makin banyak keluarnya, mengolesi kepala kontolnya. Sambil menghembuskan napas, dia menekan lagi kontolnya masuk lebih dalam. Dia menahan gerakan pinggulnya ketika melihat aku meringis. “Sakit yang”, tanyanya. “Tahan sedikit ya”. Dia kembali menarik kontolnya hingga tinggal kepalanya yang terselip di bibir luar memekku, lalu didorongnya kembali pelan2. Dia terus mengamati wajahku, aku setengah memejamkan mata tapi sudah tidak merasa sakit. “Din, nanti dorong pinggul
kamu keatas ya”, katanya sambil menarik kembali kontolnya. Dia mencium bibirku dengan lahap dan mendorong kontolnya masuk kontolnya. Pentilku diremesnya dengan jempol dan telunjuknya. Aku tersentak karena enjotan kontolnya dan secara reflex aku mendorong pinggulku ke atas sehingga kontolnya nancap lebih dalam. Aku menghisap lidahnya yang dijulurkan masuk ke mulutku. Sementara itu dia terus menekan kontolnya masuk lebih dalam lagi. Dia menahan gerakan pinggulnya, rambutku dibelai2nya dan terus mengecup bibirku. Kontolnya kembali ditariknya keluar lagi dan dibenamkan lagi pelan2, begitu dilakukannya beberapa kali sehingga seluruh kontolnya sudah nancap di memekku. Aku merangkul lehernya dan kakiku makin erat membelit pinggangnya.”Akh mas”, lenguhku ketika terasa kontolnya sudah masuk semua, terasa memekku berdenyut meremes2 kontolnya. “Masih sakit Din”, tanyanya. “Enak mas”, jawabku sambil mencakari punggungnya, terasa biji pelernya memukul2 pantatku. Dia mulai mengenjotkan kontolnya keluar masuk memekku. Entah bagaimana dia mengenjotkan kontolnya, itilku tergesek kontolnya ketika dia mengenjotkan kontolnya masuk. Aku menjadi terengah2 karena nikmatnya. Dia juga mendesah setiap kali mendorong
kontolnya masuk semua, “Din, memekmu peret sekali, terasa lagi empotannya, enak banget sayang ng***** dengan kamu”.Tangannya menyusup ke punggungku sambil terus mengenjotkan kontolnya. Terasa bibir memekku ikut terbenam setiap kali kontolnya dienjot masuk. “Mas”, erangku. Terdengar bunyi “plak” setiap kali dia menghunjamkan kontolnya. Bunyi itu berasal dari beradunya pangkal pahanya dengan pangkal pahaku karena aku mengangkat pinggulku setiap dia mengenjot kontolnya masuk. “Din, aku udah mau ngecrot”, erangnya lagi. Dia menghunjamkan kontolnya dalam2 di memekku dan terasalah pejunya nyembur2 di dalam memekku. Bersamaan dengan itu, “Mas, aku nyampe juga mas”, aku mengejang karena ikutan nyampe. Nikmat banget bersama dia, walaupun perawanku hilang aku tidak nyesel karena ternyata dien tot itu mendatangkan kenikmatan luar biasa.

Amung

Label