Pages

Wednesday, November 13, 2013

Desahan Dalam Mobil

Dimas pulang berjalan kaki karena kostnya sangat dekat dengan kampus. Sebenarnya kalau menemaniku dia harus memutar agak jauh dari jalan keluar yang menuju ke kostnya, mungkin dia ingin memperlihatkan naluri prianya dengan menemaniku ke
tempat parkir yang kurang penerangan itu. Dia adalah teman seangkatanku dan pernah terlibat one night stand denganku. Orangnya sih lumayan cakep dengan
rambut agak gondrong dan selalu memakai pakaian bermerek ke kampus, juga terkenal sebagai buaya kampus.

Malam itu hanya tinggal beberapa kendaraan saja di tempat parkir itu. Terdengar
bunyi sirine pendek saat kutekan remote mobilku. Akupun membuka pintu mobil dan
berpamitan padanya. Ketika aku menutup pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh
Dimas yang membuka pintu sebelah dan ikut masuk ke mobilku.

“Eeii… mau ngapain kamu ?” tanyaku sambil meronta karena Dimas mencoba
mendekapku.

“Ayo dong Citra, kita kan sudah lama nggak melakukan hubungan badan nih, saya
kangen sama vagina kamu nih” katanya sambil menangkap tanganku.

“Ihh… nggak mau ah, saya capek nih, lagian kita masih di tempat parkir gila !”
tolakku sambil berusaha lepas.

Karena kalah tenaga dia makin mendesakku hingga mepet ke pintu mobil dan tangan
satunya berhasil meraih payudaraku lalu meremasnya. “Dimas… jangan… nggak mmhhh!”
dipotongnya kata-kataku dengan melumat bibirku.

Jantungku berdetak makin kencang, apalagi Dimas menyingkap kaos hitam ketatku
yang tak berlengan dan tangannya mulai menelusup ke balik BH- ku. Nafsuku
terpancing, berangsur-angsur rontaanku pun melemah. Rangsangannya dengan
menjilat dan menggigit pelan bibir bawahku memaksaku membuka mulut sehingga
lidahnya langsung menerobos masuk dan menyapu telak rongga mulutku, mau tidak
mau lidahku juga ikut bermain dengan lidahnya. Nafasku makin memburu ketika dia
menurunkan cup BH ku dan mulai memilin-milin putingku yang kemerahan. Teringat
kembali ketika aku ML dengannya di kostnya dulu. Kini aku mulai menerima
perlakuannya, tanganku kulingkarkan pada lehernya dan membalas ciumannya dengan
penuh gairah. Kira-kira setelah lima menitan kami ber-French kiss, dia
melepaskan mulutnya dan mengangkat kakiku dari jok kemudi membuat posisi tubuhku
memanjang ke jok sebelah. Hari itu aku memakai bawahan berupa rok dari bahan
jeans 5 cm diatas lutut, jadi begitu dia membuka kakiku, langsung terlihat
olehnya pahaku yang putih mulus dan celana dalam pink-ku.

“Kamu tambah nafsuin aja Citra, saya sudah tegangan tinggi nih” katanya sambil
menaruh tangannya dipahaku dan mulai mengelusnya.

Ketika elusannya sampai di pangkal paha, diremasnya daerah itu dari luar celana
dalamku sehingga aku merintih dan menggeliat. Reaksiku membuat Dimas makin
bernafsu, jari-jarinya mulai menyusup ke pinggiran celana dalamku dan bergerak
seperti ular di permukaannya yang berbulu. Mataku terpedam sambil mendesah
nikmat saat jarinya menyentuh klistorisku. Kemudian gigitan pelan pada pahaku,
aku membuka mata dan melihatnya menundukkan badan menciumi pahaku. Jilatan itu
terus merambat dan semakin jelas tujuannya, pangkal pahaku. Dia makin
mendekatkan wajahnya ke sana sambil menaikkan sedikit demi sedikit rokku.

Dan… oohh… rasanya seperti tersengat waktu lidahnya menyentuh bibir vaginaku,
tangan kanannya menahan celana dalamku yang disibakkan ke samping sementara
tangan kirinya menjelajahi payudaraku yang telah terbuka.

Aku telah lepas kontrol, yang bisa kulakukan hanya mendesah dan menggeliat, lupa
bahwa ini tempat yang kurang tepat, goyangan mobil ini pasti terlihat oleh orang
di luar sana. Namun nafsu membuat kami terlambat menyadari semuanya. Di tengah
gelombang birahi ini, tiba- tiba kami dikejutkan oleh sorotan senter beserta
gedoran pada jendela di belakangku. Bukan main terkejutnya aku ketika menengok
ke belakang dan melihat dua orang satpam sampai kepalaku kejeduk jendela, begitu
juga Dimas, dia langsung tersentak bangun dari selangkanganku. Satu dari mereka
menggedor lagi dan menyuruh kami turun dari mobil. Tadinya aku mau kabur, tapi
sepertinya sudah tidak keburu, lagian takutnya kalau mereka mengejar dan
memanggil yang lain akan semakin terbongkar skandal ini, maka kamipun memilih
turun membicarakan masalah ini baik-baik dengan mereka setelah buru-buru
kurapikan kembali pakaianku.

Mereka menuduh kami melakukan perbuatan mesum di areal kampus dan harus
dilaporkan. Tentu saja kami tidak menginginkan hal itu terjadi sehingga terjadi
perdebatan dan tawar-menawar di antara kami. Kemudian yang agak gemuk dan
berkumis membisikkan sesuatu pada temannya, entah apa yang dibisikkan lalu
keduanya mulai cengengesan melihat ke arahku. Temannya yang tinggi dan berumur
40-an itu lalu berkata,

“Gini saja, bagaimana kalau kita pinjam sebentar cewek kamu buat biaya tutup
mulut ?”

Huh, dasar pikirku semua laki-laki sama saja pikirannya tak jauh dari
selangkangan. Rupanya dalam hal ini Dimas cukup gentleman juga, walaupun dia
bukan pacarku, tapi dia tetap membelaku dengan menawarkan sejumlah uang dan
berbicara agak keras pada mereka. Di tengah situasi yang mulai memanas itu
akupun maju memegangi tangan Dimas yang sudah terkepal kencang.

“Sudahlah Mas, nggak usah buang-buang duit sama tenaga, biar saya saja yang
beresin” kataku

“Ok, bapak-bapak saya turuti kemauan kalian tapi sesudahnya jangan coba ungkit-ungkit
lagi masalah ini !”

Walaupun Dimas keberatan dengan keputusanku, namun dia mau tidak mau menyerah
juga. Aku sendiri meskipun kesal tapi juga menginginkannya untuk menuntaskan
libidoku yang tanggung tadi, lagipula bermain dengan orang-orang seperti mereka
bukan pertama kalinya bagiku. Singkat cerita kamipun digiring mereka ke gedung
psikologi yang sudah sepi dan gelap, di ujung koridor kami disuruh masuk ke
suatu ruangan yang adalah toilet pria. Salah seorang menekan sakelar hingga
lampu menyala, cukup bersih juga dibanding toilet pria di fakultas lainnya
pikirku.

“Nah, sekarang kamu berdiri di pojok sana, perhatiin baik-baik kita ngerjain
cewek kamu !” perintah yang tinggi itu pada Dimas.

Di sudut lain mereka berdiri di sebelah kanan dan kiriku menatapi tubuhku dalam
pakaian ketat itu. Sorot mata mereka membuatku nervous dan jantungku berdetak
lebih cepat, kakiku serasa lemas bak kehilangan pijakan sehingga aku
menyandarkan punggungku ke tembok.

Kini aku dapat melihat nama-nama mereka yang tertera di atas kantong dadanya.
Yang tinggi dan berusia sekitar pertengahan 40 itu namanya Egy , dan temannya
yang berkumis itu bernama Romli . Pak Egy mengelusi pipiku sambil menyeringai
mesum.

“Hehehe… cantik, mulus… wah beruntung banget kita malam ini !” katanya

“Kenalan dulu dong non, namanya siapa sih ?” tanya Pak Romli sambil menyalami
tanganku dan membelainya dari telapak hingga pangkalnya, otomatis bulu-buluku
merinding dan darahku berdesir dielus seperti itu.

“Citra” jawabku dengan agak bergetar.

“Wah Citra yah, nama yang indah kaya orangnya, pasti dalemnya juga indah” Pak
Egy menimpali dan disambut gelak tawa mereka.

“Non Citra coba sun saya dong, boleh kan ?” pinta Pak Romli memajukan wajahnya

Aku tahu itu bukan permintaan tapi keharusan, maka kuberikan satu kecupan pada
wajahnya yang tidak tampan itu.

“Ahh…non Citra ini di mobil lebih berani masak di sini cuma ngecup aja sih, gini
dong harusnya” Kata Pak Egy seraya menarik wajahku dan melumat bibirku.

Aku memejamkan mata mencoba meresapinya, dia makin ganas menciumiku ditambah
lagi tangannya sudah mulai meremas-remas payudaraku dari luar. Lidahnya masuk
bertemu lidahku, saling menjilat dan berpilin, bara birahi yang sempat padam
kini mulai terbakar lagi, bahkan lebih dahsyat daripada sebelumnya. Aku makin
berani dan memeluk Pak Egy, rambutnya kuremas sehingga topi satpamnya terjatuh.
Sementara dibawah sana kurasakan sebuah tangan yang kasar meraba pahaku. Aku
membuka mata dan melihatnya, disana Pak Romli mulai menyingkap rokku dan merabai
pahaku.

Pak Egy melepas ciumannya dan beralih ke sasaran berikutnya, dadaku. Kaos
ketatku disingkapnya sehingga terlihatlah buah dadaku yang masih terbungkus BH
pink, itupun juga langsung diturunkan.

“Wow teteknya montok banget non, putih lagi” komentarnya sambil meremas payudara
kananku yang pas di tangannya.

Pak Romli juga langsung kesengsem dengan payudaraku, dengan gemas dia melumat
yang kiri. Mereka kini semakin liar menggerayangiku. Putingku makin mengeras
karena terus dipencet-pencet dan dipelintir Pak Egy sambil mencupangi leher
jenjangku, dia melakukannya cukup lembut dibandingkan Pak Romli yang
memperlakukan payudara kiriku dengan kasar, dia menyedot kuat-kuat dan kadang
disertai gigitan sehingga aku sering merintih kalau gigitannya keras. Namun
perpaduan antara kasar dan lembut ini justru menimbulkan sensasi yang khas.

Tak kusadari rokku sudah terangkat sehingga angin malam menerpa kulit pahaku,
celana dalamku pun tersingkap dengan jelas. Pak Romli menyelipkan tangannya ke
balik celana dalamku sehingga celana dalamku kelihatan menggembung. Tangan Pak
Egy yang lainnya mengelusi belakang pahaku hingga pantatku. Nafasku makin
memburu, aku hanya memejamkan mata dan mengeluarkan desahan-desahan menggoda.
Aku merasakan vaginaku semakin basah saja karena gesekan-gesekan dari jari Pak
Romli, bahkan suatu ketika aku sempat tersentak pelan ketika dua jarinya
menemukan lalu mencubit pelan biji klitorisku. Reaksiku ini membuat mereka
semakin bergairah. Pak Romli meraih tangan kiriku dan menuntunnya ke penisnya
yang entah kapan dia keluarkan.

“Waw…keras banget, mana diamaternya lebar lagi” kataku dalam hati “bisa mati
orgasme nih saya”

Aku mengocoknya perlahan sesuai perintahnya, semakin kukocok benda itu makin
membengkak saja.

Pak Romli menarik tangannya keluar dari celana dalamku, jari-jarinya basah oleh
cairan vaginaku yang langsung dijilatinya seperti menjilat madu. Kemudian aku
disuruh berdiri menghadap tembok dan menunggingkan pantatku pada mereka,
kusandarkan kedua tanganku di tembok untuk menyangga tubuhku.

“Asyik nih, malam ini kita bisa ngerasain pantat si non yang putih mulus ini”
celoteh Pak Romli sambil meremasi bongkahan pantatku yang sekal.

Aku menoleh ke belakang melihat dia mulai menurunkan celana dalamku, disuruhnya
aku mengangkat kaki kiri agar bisa meloloskan celana dalam. Akhirnya pantatku
yang sudah telanjang menungging dengan celana dalamku masih menggantung di kaki
kanan.

“Pak masukin sekarang dong” pintaku yang sudah tidak sabar marasakan batang-batang
besar itu menjejali vaginaku.

“Sabar non, bentar lagi, bapak suka banget nih sama vagina non, wangi sih !”
kata Pak Romli yang sedang menjilati vaginaku yang terawat baik.

ak Usep mendorong penisnya pada vaginaku, walaupun sudah becek oleh lendirku dan
ludahnya, aku masih merasa nyeri karena penisnya yang tebal tidak sebanding
ukurannya dengan liang senggamaku. Aku merintih kesakitan merasakan penis itu
melesak hingga amblas seluruhnya. Tanpa memberiku waktu beradaptasi, dia
langsung menyodok-nyodokkan penisnya dengan kecepatan yang semakin lama semakin
tinggi. Pak Egy sejak posisiku ditunggingkan masih betah berjongkok diantara
tembok dan tubuhku sambil mengenyot dan meremas payudaraku yang tergantung
persis anak sapi yang sedang menyusu dari induknya. Pak Romli terus menggenjotku
dari belakang sambil sesekali tangannya menampar pantatku dan meninggalkan
bercak merah di kulitnya yang putih. Genjotannya semakin mambawaku ke puncak
birahi hingga akupun tak dapat menahan erangan panjang yang bersamaan dengan
mengejangnya tubuhku.

Tak sampai lima menit dia pun mulai menyusul, penisnya yang terasa makin besar
dan berdenyut-denyut menggesek makin cepat pada vaginaku yang sudah licin oleh
cairan orgasme.

“Ooohh… oohh… di dalam yah non… sudah mau nih” bujuknya dengan terus mendesah “Ahh…
iyahh… di dalam aja… ahh” jawabku terengah-engah di tengah sisa-sisa orgasme
panjang barusan.

Akhirnya diiringi erangan nikmat dia hentikan genjotannya dengan penis menancap
hingga pangkalnya pada vaginaku, tangannya meremas erat-erat pinggulku. Terasa
olehku cairan hangat itu mengalir memenuhi rahimku, dia baru melepaskannya
setelah semprotannya selesai. Tubuhku mungkin sudah ambruk kalau saja mereka
tidak menyangganya kuhimpun kembali tenaga dan nafasku yang tercerai-berai.
Setelah mereka melepaskan pegangannya, aku langsung bersandar pada tembok dan
merosot hingga terduduk di lantai. Kuseka dahiku yang berkeringat dan menghimpun
kembali tenaga dan nafasku yang tercerai- berai, kedua pahaku mengangkang dan
vaginaku belepotan cairan putih seperti susu kental manis.

“Hehehe…liat nih, air sperma saya ada di dalam vagina wanita kamu” kata Pak
Romli pada Dimas sambil membentangkan bibir vaginaku dengan jarinya, seolah
ingin memamerkan cairan spermanya pada Dimas yang mereka kira pacarku.

Opps…omong-omong tentang Dimas, aku hampir saja melupakannya karena terlalu
sibuk melayani kedua satpam ini, ternyata sejak tadi dia menikmati liveshow ini
di sudut ruangan sambil mengocok-ngocok penisnya sendiri. Kasihan juga dia
pikirku cuma bisa melihat tapi tidak boleh menikmati, dasar buaya sih, begitu
pikirku. Sekarang, Pak Romli menarik rambutku dan menyuruhku berlutut dan
membersihkan penisnya, Pak Egy yang sudah membuka celananya juga berdiri di
sebelahku menyuruhku mengocok penisnya.

Hhmmm…nikmat sekali rasanya menjilati penisnya yang berlumuran cairan
kewanitaanku yang bercampur dengan sperma itu, kusapukan lidahku ke seluruh
permukaannya hingga bersih mengkilap, setelah itu juga kuemut-emut daerah
helmnya sambil tetap mengocok milik Pak Egy dengan tanganku. Aku melirik ke atas
melihat reaksinya yang menggeram nikmat waktu kugelikitik lubang kencingnya
dengan lidahku.

“Hei, sudah dong saya juga mau disepongin sama si non ini” potong Pak Egy ketika
aku masih asyik memain-mainkan penis Pak Romli.

Pak Egy meraih kepalaku dan dibawanya ke penisnya yang langsung dijejali ke
mulutku. Miliknya memang tidak sebesar Pak Romli, tapi aku suka dengan bentuknya
lebih berurat dan lebih keras, ukurannya pun pas dimulutku yang mungil karena
tidak setebal Pak Romli, tapi tetap saja tidak bisa masuk seluruhnya ke mulut
karena cukup panjang. Aku mengeluarkan segala teknik menyepongku mulai dari
mengulumnya hingga mengisap kuat-kuat sampai orangnya bergetar hebat dan menekan
kepalaku lebih dalam lagi. Waktu sedang enak-enak menyepong, tiba- tiba Dimas
mengerang, memancingku menggerakkan mata padanya yang sedang orgasme swalayan,
spermanya muncrat berceceran di lantai. Pasti dia sudah horny banget melihat
adegan-adegan panasku.

Merasa cukup dengan pelayanan mulutku, Pak Egy mengangkat tubuhku hingga berdiri,
lalu dihimpitnya tubuhku ke tembok dengan tubuhnya, kaki kananku diangkat sampai
ke pinggangnya. Dari bawah aku merasakan penisnya melesak ke dalamku, maka
mulailah dia mengaduk-aduk vaginaku dalam posisi berdiri. Berulang-ulang benda
itu keluar-masuk pada vaginaku, yang paling kusuka adalah saat-saat ketika
hentakan tubuh kami berlawanan arah, sehingga penisnya menghujam vaginaku lebih
dalam, apalagi kalau dengan tenaga penuh, kalau sudah begitu wuihh… seperti
terbang ke surga tingkat tujuh rasanya, aku hanya bisa mengekspresikannya dengan
menjerit sejadi-jadinya dan mempererat pelukanku, untung gedung ini sudah kosong,
kalau tidak bisa berabe nih. Sementara mulutnya terus melumat leher, mulut, dan
telingaku, tanganya juga menjelajahi payudara, pantat, dan pahaku. Gelombang
orgasme kini mulai melandaku lagi, terasa sekali darahku bergolak, akupun
kembali menggelinjang dalam pelukannya. Saat itu dia sedang melumat bibirku
sehingga yang keluar dari mulutku hanya erangan- erangan tertahan, air ludah
belepotan di sekitar mulut kami. Di sudut lain aku melihat Pak Romli sedang
beristirahat sambil merokok dan mengobrol dengan Dimas.

Pak Egy demikian bersemangatnya menyetubuhiku, bahkan ketika aku orgasmepun dia
bukannya berhenti atau paling tidak memberiku istirahat tapi malah makin kencang.
Kakiku yang satu diangkatnya sehingga aku tidak lagi berpijak di tanah disangga
kedua tangan kekar itu. Tusukan-tusukannya terasa makin dalam saja membuat
tubuhku makin tertekan ke tembok. Sungguh kagum aku dibuatnya karena dia masih
mampu menggenjotku selama hampir setengah jam bahkan dengan intensitas genjotan
yang stabil dan belum menunjukkan tanda-tanda akan klimaks. Sesaat kemudian dia
menghentikan genjotannya, dengan penis tetap menancap di vaginaku, dia bawa
tubuhku yang masih digendongnya ke arah kloset. Disana barulah dia turunkan aku,
lalu dia sendiri duduk di atas tutup kloset.

“Huh…capek non, ayo sekarang gantian non yang goyang dong” perintahnya

Akupun dengan senang hati menurutinya, dalam posisi seperti ini aku dapat lebih
mendominasi permainan dengan goyangan-goyangan mautku. Tanpa disuruh lagi aku
menurunkan pantatku di pangkuannya, kuraih penis yang sudah licin itu dan
kutuntun memasuki vaginaku. Setelah menduduki penisnya, aku terlebih dahulu
melepaskan baju dan bra-ku yang masih menggantung supaya lebih lega, soalnya
badanku sudah panas dan bemandikan keringat, yang masih tersisa di tubuhku hanya
rokku yang sudah tersingkap hingga pinggang dan sepasang sepatu hak di kakiku.
Aku menggoyangkan tubuhku dengan gencar dengan gerakan naik- turun, sesekali aku
melakukan gerakan meliuk sehingga Pak Egy mengerang karena penisnya terasa
diplintir. Kedua tangannya meremasi payudaraku dari belakang, mulutnya juga
aktif mencupangi pundak dan leherku.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh tangan besar yang menjambak rambutku dan
mendongakkan wajahku ke atas. Dari atas wajah Pak Romli mendekat dan langsung
melumat bibirku. Dimas yang sudah tidah bercelana juga mendekatiku, sepertinya
dia sudah mendapat ijin untuk bergabung, dia menarik tanganku dan
menggenggamkannya pada batang penisnya.

“Mmpphh… mmmhh !” desahku ditengah keroyokan ketiga orang itu. Toilet yang
sempit itu menjadi penuh sesak sehingga udara terasa makin panas dan pengap.

“Ayo dong Citra… emut, sepongan kamu kan mantep banget”

Dimas menyodorkan penisnya kemulutku yang langsung kusambut dengan kuluman dan
jilatanku, aku merasakan aroma sperma pada benda itu, lidahku terus menjelajah
ke kepala penisnya dimana masih tersisa sedikit cairan itu, kupakai ujung lidah
untuk menyeruput cairan yang tertinggal di lubang kencingnya. Ini tentu saja
membuat Dimas blingsatan sambil meremas-remas rambutku. Aku melakukannya sambil
terus bergoyang di pangkuan Pak Egy dan mengocok penisnya Pak Romli, sibuk
sekali aku dibuatnya.

Sesaat kemudian penisnya makin membesar dan berdenyuk-denyut, lalu dia menepuk
punggungku dan menyuruhku turun dari pangkuannya. Benar juga dugaanku, ternyata
dia ingin melepaskan maninya di mulutku. Sekarang dengan posisi berlutut aku
memainkan lidahku pada penisnya, dia mulai merem-melek dan menggumam tak jelas.
Seseorang menarik pinggangku dari belakang membuat posisiku merangkak, aku tidak
tahu siapa karena kepalaku dipegangi Pak Egy sehingga tidak bisa menengok
belakang. Orang itu mendorongkan penisnya ke vaginaku dan mulai menggoyangnya
perlahan. Kalau dirasakan dari ukurannya sih sepertinya si Dimas karena yang ini
ukurannya pas dan tidak menyesakkan seperti milik Pak Romli. Ketika sedang enak-enaknya
menikmati genjotan Dimas penis di mulutku mulai bergetar

“Aahhkk… saya mau keluar… non”

Pak Egy kelabakan sambil menjambaki rambutku dan creett…creett, beberapa kali
semprotan menerpa menerpa langit-langit mulutku, sebagian masuk ke tenggorokan,
sebagian lainnya meleleh di pinggir bibirku karena banyaknya sehingga aku tak
sanggup menampungnya lagi.

Aku terus menghisapnya kuat-kuat membuatnya berkelejotan dan mendesah tak karuan,
sesudah semprotannya berhenti aku melepaskannya dan menjilati cairan yang masih
tersisa di batangnya. Dengan klimaksnya Pak Egy, aku bisa lebih berkonsentrasi
pada serangan Dimas yang semakin mengganas. Tangannya merayap ke bawah
menggerayangi payudaraku. Dimas sangat pandai mengkombinasikan serangan halus
dan keras, sehingga aku dibuatnya melayang-layang. Gelombang orgasme sudah
diambang batas, aku merasa sudah mau sampai, namun Dimas menyuruhku bertahan
sebentar agar bisa keluar bersama. Sampai akhirnya dia meremas pantatku erat-erat
dan memberitahuku akan segera keluar, perasaan yang kutahan-tahan itu pun
kucurahkan juga. Kami orgasme bersamaan dan dia menumpahkannya di dalamku.
Vaginaku serasa banjir oleh cairannya yang hangat dan kental itu, sperma yang
tidak tertampung meleleh keluar di daerah selangakanganku.

Aku langsung terkulai lemas di lantai dengan tubuh bersimbah peluh, untung
lantainya kering sehingga tidak begitu jorok untuk berbaring di sana. Vaginaku
rasanya panas sekali setelah bergesekan selama itu, dengan 3 macam penis lagi.
Lututku juga terasa pegal karena dari tadi bertumpu di lantai. Setelah merasa
cukup tenaga, aku berusaha bangkit dibantu Dimas. Dengan langkah gontai aku
menuju wastafel untuk membasuh wajahku, lalu kuambil sisir dari tasku untuk
membetulkan rambutku yang sudah kusut. Aku memunguti pakaianku yang berserakan
dan memakainya kembali. Kami bersiap meninggalkan tempat itu.

“Lain kali kalau melakukan hubungan badan hati-hati, kalau ketangkap kan harus
bagi-bagi” begitu kata Pak Egy sebagai salam perpisahan disertai tepukan pada
pantatku.

“Citra… Citra… sori dong, kamu marah ya !” kata Dimas yang mengikutiku dari
belakang dalam perjalananku menuju tempat parkir.

Dengan cueknya aku terus berjalan dan menepis tangannya ketika menangkap
lenganku, dia jadi tambah bingung dan memohon terus. Setelah membuka pintu mobil
barulah aku membalikkan badanku dan memberi sebuah kecupan di pipinya seraya
berkata

“Saya nggak marah kok, malah enjoy banget, lain kali kita coba yang lebih gila
yah, see you, good night”

Dimas hanya bisa terbengong di tengah lapangan parkir itu menyaksikan mobilku
yang makin menjauh darinya.

Sandra yang cantik, menggoda imanku.

San… hei aku jaga nich malam ini, elu jangan kirim pasien yang aneh-aneh ya, aku mau bobo, begitu pesanku ketika terdengar telepon di ujung sana diangkat.
“Udah makan belum?” suara merdu di seberang sana menyahut.
“Cie… illeee, perhatian nich”, aku menyambung dan, “Bodo ach”, lalu terdengar
tuutt… tuuuttt… tuuut, rupanya telepon di sana sudah ditutup.

Malam ini aku dapat giliran jaga di bangsal bedah sedangkan di UGD alias Unit
Gawat Darurat ada dr. Sandra yang jaga. Nah, UGD kalau sudah malam begini jadi pintu gerbang, jadi seluruh pasien akan masuk via UGD, nanti baru dibagi-bagi atau diputuskan oleh dokter jaga akan dikirim ke bagian mana para pasien yang

perlu dirawat itu. Syukur-syukur sih bisa ditangani langsung di UGD, jadi tidak
perlu merepotkan dokter bangsal. dr. Sandra sendiri harus aku akui dia cukup
terampil dan pandai juga, masih sangat muda sekitar 28 tahun, cantik menurutku,
tidak terlalu tinggi sekitar 165 cm dengan bodi sedang ideal, kulitnya putih
dengan rambut sebahu. Sifatnya cukup pendiam, kalau bicara tenang seakan
memberikan kesan sabar tapi yang sering rekan sejawat jumpai yaitu ketus dan
judes apalagi kalau lagi moodnya jelek sekali. Celakanya yang sering ditunjukkan,
ya seperti itu. Gara-gara itu barangkali, sampai sekarang dia masih single. Cuma
dengar-dengar saja belakangan ini dia lagi punya hubungan khusus dengan dr.
Anton tapi aku juga tidak pasti.

Kira-kira jam 2 pagi, kamar jaga aku diketuk dengan cukup keras juga.
“Siapa?” tanyaku masih agak malas untuk bangun, sepet benar nih mata.
“Dok, ditunggu di UGD ada pasien konsul”, suara dibalik pintu itu menyahut, oh
suster Lena rupanya.
“Ya”, sahutku sejurus kemudian.

Sampe di UGD kulihat ada beberapa pria di dalam ruang UGD dan sayup-sayup
terdengar suara rintihan halus dari ranjang periksa di ujung sana, sempat
kulihat sepintas seorang pria tergeletak di sana tapi belum sempat kulihat lebih
jelas ketika dr. Sandra menyongsongku, “Fran, pasien ini jari telunjuk kanannya
masuk ke mesin, parah, baru setengah jam sih, tensi oke, menurutku sih amputasi
(dipotong, gitu maksudnya), gimana menurut elu?” demikian resume singkat yang
diberikan olehnya.

“San, elu makin cantik aja”, pujiku sebelum meraih status pasien yang
diberikannya padaku dan ketika aku berjalan menuju ke tempat pasien itu, sebuah
cubitan keras mampir di pinggangku, sambil dr. Sandra mengiringi langkahku
sehingga tidak terlalu lihat apa yang dia lakukan. Sakit juga nih.

Saat kulihat, pasien itu memang parah sekali, boleh dibilang hampir putus dan
yang tertinggal cuma sedikit daging dan kulit saja.
“Dok, tolong dok… jangan dipotong”, pintanya kepadaku memelas.
Akhirnya aku panggil itu si Om gendut, bosnya barangkali dan seorang rekan
kerjanya untuk mendekat dan aku berikan pengertian ke mereka semua.
“Siapa nama Bapak?” begitu aku memulai percakapan sambil melirik ke status untuk
memastikan bahwa status yang kupegang memang punya pasien ini.
“Praptono”, sahutnya lemah.

“Begini Pak Prap, saya mengerti keadaan Bapak dan saya akan berusaha untuk
mempertahankan jari Bapak, namun hal ini tidak mungkin dilakukan karena yang
tersisa hanya sedikit daging dan kulit saja sehingga tidak ada lagi pembuluh
darah yang mengalir sampai ke ujung jari. Bila saya jahit dan sambungkan, itu
hanya untuk sementara mungkin sekitar 2 - 4 hari setelah itu jari ini akan
membusuk dan mau tidak mau pada akhirnya harus dibuang juga, jadi dikerjakan 2
kali. Kalau sekarang kita lakukan hanya butuh 1 kali pengerjaan dengan hasil
akhir yang lebih baik, saya akan berusaha untuk seminimal mungkin membuang
jaringannya dan pada penyembuhannya nanti diharapkan lebih cepat karena lukanya
rapih dan tidak compang-camping seperti ini”, begitu penjelasan aku pada mereka.

Kira - kira seperempat jam kubutuhkan waktu untuk meyakinkan mereka akan
tindakan yang akan kita lakukan. Setelah semuanya oke, aku minta dr. Sandra
untuk menyiapkan dokumennya termasuk surat persetujuan tindakan medik dan
pengurusan untuk rawat inapnya, sementara aku siapkan peralatannya dibantu oleh
suster-suster dinas di UGD.

“San, elu mau jadi operatornya?” tanyaku setelah semuanya siap.
“Ehm… aku jadi asisten elu aja deh”, jawabnya setelah terdiam sejenak.

Entah kenapa ruangan UGD ini walaupun ber-AC tetap saja aku merasa panas
sehingga butir-butir keringat yang sebesar jagung bercucuran keluar terutama
dari dahi dan hidung yang mengalir hingga ke leher saat aku kerja itu. Untung
Sandra mengamati hal ini dan sebagai asisten dia cepat tanggap dan berulang kali
dia menyeka keringatku. Huh… aku suka sekali waktu dia menyeka keringatku,
soalnya wajahku dan wajahnya begitu dekat sehingga aku juga bisa mencium wangi
tubuhnya yang begitu menggoda, lebih-lebih rambutnya yang sebahu dia gelung ke
atas sehingga tampak lehernya yang putih berjenjang dan tengkuknya yang
ditumbuhi bulu-bulu halus. Benar-benar menggoda iman dan harapan.

Setengah jam kemudian selesai sudah tugasku, tinggal jahit untuk menutup luka
yang kuserahkan pada dr. Sandra. Setelah itu kulepaskan sarung tangan sedikit
terburu-buru, terus cuci tangan di wastafel yang ada dan segera masuk ke kamar
jaga UGD untuk pipis. Ini yang membuat aku tidak tahan dari tadi ingin pipis.
Daripada aku mesti lari ke bangsal bedah yang cukup jauh atau keluar UGD di
ujung lorong sana juga ada toilet, lebih baik aku pilih di kamar dokter jaga UGD
ini, lagi pula rasanya lebih bersih.

Saat kubuka pintu toilet (hendak keluar toilet), “Ooopsss…” terdengar jeritan
kecil halus dan kulihat dr. Sandra masih sibuk berusaha menutupi tubuh bagian
atasnya dengan kaos yang dipegangnya.
“Ngapain lu di sini?” tanyanya ketus.
“Aku habis pipis nih, elu juga kok nggak periksa-periksa dulu terus ngapain elu
buka baju?” tanyaku tak mau disalahkan begitu saja.
“Ya, udah keluar sana”, suaranya sudah lebih lembut seraya bergerak ke balik
pintu biar tidak kelihatan dari luar saat kubuka pintu nanti.

Ketika aku sampai di pintu, kulihat dr. Sandra tertunduk dan… ya ampun….
pundaknya yang putih halus terlihat sampai dengan ke pangkal lengannya, “San,
pundak elu bagus”, bisikku dekat telinganya dan semburat merah muda segera
menjalar di wajahnya dan ia masih tertunduk yang menimbulkan keberanianku untuk
mengecup pundaknya perlahan. Ia tetap terdiam dan segera kulanjutkan dengan
menjilat sepanjang pundaknya hingga ke pangkal leher dekat tengkuknya. Kupegang
lengannya, sempat tersentuh kaos yang dipegangnya untuk menutupi bagian depan
tubuhnya dan terasa agak lembab. Rupanya itu alasannya dia membuka kaosnya untuk
menggantinya dengan yang baru. Berkeringat juga rupanya tadi.

Perlahan kubalikkan tubuhnya dan segera tampak punggungnya yang putih mulus,
halus dan kurengkuh tubuhnya dan kembali lidahku bermain lincah di pundak dan
punggungnya hingga ke tengkuknya yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan kusapu
dengan lidahku yang basah. “Aaaccch… ach…” desahnya yang pertama dan disusul
dengan jeritan kecil tertahan dilontarkannya ketika kugigit urat lehernya dengan
gemas dan tubuhnya sedikit mengejang kaku. Kuraba pangkal lengannya hingga ke
siku dan dengan sedikit tekanan kuusahakan untuk meluruskannya sikunya yang
secara otomatis menarik kaos yang dipegangnya ikut turun ke bawah dan dari
belakang pundaknya itu.

Kulihat dua buah gundukan bukit yang tidak terlalu besar tapi sangat menantang
dan pada bukit yang sebelah kanan tampak tonjolannya yang masih berwarna merah
dadu sedangkan yang sebelah kiri tak terlihat. Kusedot kembali urat lehernya dan
ia menjerit tertahan, “Aach… ach… ssshhh”, tubuhnya pun kurasakan semakin lemas
oleh karena semakin berat aku menahannya.

Dengan tetap dalam dekapan, kubimbing dr. Sandra menuju ke ranjang yang ada dan
perlahan kurebahkan dia, matanya masih terpejam dengan guratan nikmat terhias di
senyum tipisnya, dan secara refleks tangannya bergerak menutupi buah dadanya.
Kubaringkan tubuhku sendiri di sampingnya dengan tangan kiri menyangga beban
tubuh, sedangkan tangan kanan mengusap lembut alis matanya terus turun ke
pangkal hidung, mengitari bibir terus turun ke bawah dagu dan berakhir di ujung
liang telinganya.

Senyum tipis terus menghias wajahnya dan berakhir dengan desahan halus disertai
terbukanya bibir ranum itu. “Ssshhh… acchh…” Kusentuhkan bibirku sendiri ke
bibirnya dan segera kami saling berpagutan penuh nafsu. Kuteroboskan lidahku
memasuki mulut dan mencari lidahnya untuk saling bergesekan kemudian kugesekan
lidahku ke langit-langit mulutnya, sementara tangan kananku kembali menelusuri
lekuk wajahnya, leher dan terus turun menyusuri lembah bukit, kudorong tangan
kanannya ke bawah dan kukitari putingnya yang menonjol itu. Lima sampai tujuh
kali putaran dan putingnya semakin mengeras. Kulepaskan ciumanku dan kualihkan
ke dagunya. Sandra memberikan leher bagian depannya dan kusapu lehernya dengan
lidahku terus turun dan menyusuri tulang dadanya perlahan kutarik tangannya yang
kiri yang masih menutupi bukitnya. Tampak kini dengan jelas kedua puting susunya
masih berwarna merah dadu tapi yang kiri masih tenggelam dalam gundukan bukit.
Feeling-ku, belum pernah ada yang menyentuh itu sebelumnya.

Kujilat tepat di area puting kirinya yang masih terpendam malu itu pada jilatan
yang kelima atau keenam, aku lupa. Puting itu mulai menampakkan dirinya dengan
malu-malu dan segera kutangkap dengan lidah dan kutekankan di gigi bagian atas,
“Ach… ach… ach…” suara desisnya semakin menjadi dan kali ini tangannya juga
mulai aktif memberikan perlawanan dengan mengusap rambut dan punggungku. Sambil
terus memainkan kedua buah payudaranya tanganku mulai menjelajah area yang baru
turun ke bawah melalui jalur tengah terus dan terus menembus batas atas celana
panjangnya sedikit tekanan dan kembali meluncur ke bawah menerobos karet celana
dalamnya perlahan turun sedikit dan segera tersentuh bulu-bulu yang sedikit
lebih kasar. “Eeehhhm… ech…” tidak diteruskan tapi bergerak kembali naik
menyusuri lipatan celana panjangnya dan sampai pada area pinggulnya dan segera
kutekan dengan agak keras dan mantap, “Ach…” pekiknya kecil pendek seraya
bergerak sedikit liar dan mengangkat pantat dan pinggulnya.

Segera kutekan kembali lagi pinggul ini tapi kali ini kulakukan keduanya kanan
dan kiri dan, “Fran… ugh…” teriaknya tertahan. Aku kaget juga, itu kan artinya
Sandra sadar siapa yang mencumbunya dan itu juga berarti dia memang memberikan
kesempatan itu untukku. Matanya masih terpejam hanya-hanya kadang terbuka.
Kutarik restleting celananya dan kutarik celana itu turun. Mudah, oleh karena
Sandra memang menginginkannya juga, sehingga gerakan yang dilakukannya sangat
membantu. Tungkainya sangat proporsional, kencang, putih mulus, tentu dia
merawatnya dengan baik juga oleh karena dia juga kan berasal dari keluarga kaya,
kalau tidak salah bapaknya salah satu pejabat tinggi di bea cukai. Kuraba paha
bagian dalamnya turun ke bawah betis, terus turun hingga punggung kaki dan
secara tak terduga Sandra meronta dan terduduk, dengan nafas memburu dan
tersengal-sengal, “Fran…” desisnya tertelan oleh nafasnya yang masih memburu.

Kemudian ia mulai membuka kancing bajuku sedikit tergesa dan kubantunya lalu ia
mulai mengecup dadaku yang bidang seraya tangannya bergerak aktif menarik
retsleting celanaku dan menariknya lepas. Langsung saja aku berdiri dan
melepaskan seluruh bajuku dan kuterjang Sandra sehingga ia rebah kembali dan
kujilat mulai dari perutnya. Sementara tangannya ikut mengimbangi dengan
mengusap rambutku, ketika aku sampai di selangkangannya kulihat ia memakai
celana berwarna dadu dan terlihat belahan tengahnya yang sedikit cekung
sementara pinggirnya menonjol keluar mirip pematang sawah dan ada sedikit noda
basah di tengahnya tidak terlalu luas, ada sedikit bulu hitam yang mengintip
keluar dari balik celananya. Kurapatkan tungkainya lalu kutarik celana dalamnya
dan kembali kurentangkan kakinya seraya aku juga melepas celanaku. Kini kami
sama berbugil, kemaluanku tegang sekali dan cukup besar untuk ukuranku.
Sementara Sandra sudah mengangkang lebar tapi labia mayoranya masih tertutup
rapat. Kucoba membukanya dengan jari-jari tangan kiriku dan tampak sebuah lubang
kecil sebesar kancing di tengahnya diliputi oleh semacam daging yang berwarna
pucat demikian juga dindingnya tampak berwarna pucat walau lebih merah
dibandingkan dengan bagian tengahnya. Gila, rupanya masih perawan.

Tak lama kulihat segera keluar cairan bening yang mengalir dari lubang itu oleh
karena sudah tidak ada lagi hambatan mekanik yang menghalanginya untuk keluar
dan banjir disertai baunya yang khas makin terasa tajam. Baru saat itu
kujulurkan lidahku untuk mengusapnya perlahan dengan sedikit tekanan. “Eehhh…
ach… ach… ehhh”, desahnya berkepanjangan. Sementara lidahku mencoba untuk
membersihkannya namun banjir itu datang tak tertahankan. Aku kembali naik dan
menindih tubuh Sandra, sementara kemaluanku menempel di selangkangannya dan aku
sudah tidak tahan lagi kemudian aku mulai meremas payudara kanannya yang kenyal
itu dengan kekuatan lemah yang makin lama makin kuat.

“Fran… ambilah…” bisiknya tertahan seraya menggoyangkan kepalanya ke kanan dan
ke kiri sementara kakinya diangkat tinggi-tinggi. Dengan tangan kanan kuarahkan
torpedoku untuk menembak dengan tepat. Satu kali gagal rasanya melejit ke atas
oleh karena licinnya cairan yang membanjir itu, dua kali masih gagal juga namun
yang ketiga rasanya aku berhasil ketika tangan Sandra tiba-tiba memegang erat
kedua pergelangan tanganku dengan erat dan desisnya seperti menahan sakit dengan
bibir bawah yang ia gigit sendiri. Sementara batang kejantananku rasanya mulai
memasuki liang yang sempit dan membuka sesuatu lembaran, sesaat kemudian seluruh
batang kemaluanku sudah tertanam dalam liang surganya dan kaki Sandra pun sudah
melingkari pinggangku dengan erat dan menahanku untuk bergerak. “Tunggu”,
pintanya ketika aku ingin bergerak.

Beberapa saat kemudian aku mulai bergerak mengocoknya perlahan dan kaki Sandra
pun sudah turun, mulanya biasa saja dan respon yang diberikan juga masih minimal,
sesaat kemudian nafasnya kembali mulai memburu dan butir-butir keringat mulai
tampak di dadanya, rambutnya sudah kusut basah makin mempesona dan gerakan
mengocokku mulai kutingkatkan frekuensinya dan Sandra pun mulai dapat
mengimbanginya.

Makin lama gerakan kami semakin seirama. Tangannya yang pada mulanya diletakkan
di dadaku kini bergerak naik dan akhirnya mengusap kepala dan punggungku. “Yach…
ach… eeehmm”, desisnya berirama dan sesaat kemudian aku makin merasakan liang
senggamanya makin sempit dan terasa makin menjempit kuat, gerakan tubuhnya makin
liar. Tangannya sudah meremas bantal dan menarik kain sprei, sementara
keringatku mulai menetes membasahi tubuhnya namun yang kunikmati saat ini adalah
kenikmatan yang makin meningkat dan luar biasa, lain dari yang kurasakan selama
ini melalui masturbasi. Makin cepat, cepat, cepat dan akhirnya kaki Sandra
kembali mengunci punggungku dan menariknya lebih ke dalam bersamaan dengan
pompaanku yang terakhir dan kami terdiam, sedetik kemudian.. “Eeeggghhh…”
jeritannya tertahan bersamaan dengan mengalirnya cairan nikmat itu menjalar di
sepanjang kemaluanku dan, “Crooot… crooot”, memberikannya kenikmatan yang luar
biasa. Sebaliknya bagi Sandra terasa ada semprotan kuat di dalam sana dan
memberikan rasa hangat yang mengalir dan berputar serasa terus menembus ke dalam
tiada berujung. Selesai sudah pertempuran namun kekakuan tubuhnya masih
kurasakan, demikian juga tubuhku masih kaku.

Sesaat kemudian kuraih bantal yang tersisa, kulipat jadi dua dan kuletakkan
kepalaku di situ setelah sebelumnya bergeser sedikit untuk memberinya nafas agar
beban tubuhku tidak menindih paru-parunya namun tetap tubuhku menindih tubuhnya.
Kulihat senyum puasnya masih mengembang di bibir mungilnya dan tubuhnya terlihat
mengkilap licin karena keringat kami berdua.

“Fran… thank you”, sesaat kemudian, “Ehmmm… Fran aku boleh tanya?” bisiknya
perlahan.
“Ya”, sahutku sambil tersenyum dan menyeka keringat yang menempel di ujung
hidungnya.
“Aku… gadis keberapa yang elu tidurin?” tanyanya setelah sempat terdiam sejenak.
“Yang pertama”, kataku meyakinkannya, namun Sandra mengerenyitkan alisnya. “Sungguh?”
tanyanya untuk meyakinkan.
“Betul… keperawanan elu aku ambil tapi perjakaku juga elu yang ambil”, bisikku
di telinganya. Sandra tersenyum manis.
“San, thank you juga”, itu kata-kata terakhirku sebelum ia tidur terlelap
kelelahan dengan senyum puas masih tersungging di bibir mungilnya dan batang
kemaluanku juga masih belum keluar tapi aku juga ikut terlelap.

Friday, November 8, 2013

NGentot di sekolahan



Kenalin, namaku Ramon, gue masih pelajar SMA. Hari itu sangat mendung, aku mulai memasuki gerbang sekolah, untuk belajar dengan baik seperti yang diharapkan orang tua saya saat berpamitan. Di gerbang saya bertemu dengan Vani, teman sekelasku, akupun berjalan bersama Vani menuju kelas. Kumulai sedikit basa-basi kepadanya.

“Cantik banget sih, Vani…” “Eh, aku belum mandi aja dibilang cantik, gimana kalo aku udah make over ya??” “Belum mandi??? Jorok banget sih…” Ejekku “Kayak kamu bersih banget, biasanya kamu kan bau, apalagi kalo abis pelajaran olahraga, mana sering deket-deket ce lagi pas abis olahraga” Balasnya “Sialan nih…” Pikirku, “Ya iyalah… Namanya juga co, pasti bau dong abis olahraga…” “Ah… Si Ucup aja ga bau kalo abis olahraga…” “Enak aja, mau kamu sama dia? Cakepan juga aku” “Iya juga ya… Cakepan kamu, hehehe” “Iyalah… Ramon kok, mana ada tandingannya… Hehehe…” “Haha… Kamu narsis banget sih jadi co…” Katanya sambil mencubit “Ih… Geli deh… Kamu juga lucu deh…”

Akhirnya kami berdua tiba di kelas, kamipun belajar di kelas sampai pulang, saat jam belajar, entah kenapa Vani minta untuk duduk sebangku denganku, tentu saja aku tidak menolaknya, maklum, Vani itu salah satu ce paling cantik di sekolahku, saat aku duduk sebangku dengan Vani, banyak teman-teman yang membicarakan kami berdua, maklum, di sekolah aku termasuk co yang biasa-biasa aja. Kalo deket sama Vani bisa jadi gosip baru nih. Bel tanda pelajaran berakhir pun berbunyi. Aku lalu berjalan keluar bersama Vani.

“Van, kamu pulang sama siapa?” tanyaku “Gak tau, biasanya sih aku naik angkot, kamu mau anterin aku?” “Boleh, rumah kamu kan gak terlalu jauh, asalkan…” “Asalkan apa? Masa nganterin gitu aja pake syarat sih?” Protes Vani “…asalkan kamu mau cium aku…” Aku mulai nekat, karena memang di sekolah aku terkenal nekat. “Ih… Ada-ada aja, masa pake cium-cium segala sih??” “Ya udah, berhubung kamu cakep, aku mau cium kamu, tapi cari tempat yang sepi dong…” “Oke… Kita ke toilet belakang sekolah” “Tapi jangan apa-apain aku lagi yah…” “Iya deh… Jangan takut kalo sama aku…”

Tibalah kami ke toilet belakang sekolah, di situ Vani seperti merasa ketakutan, mungkin karena takut diapa-apain, tapi aku ga peduli. “Nah… Sekarang merem dong, biar aku cium…” Katanya “Iya… Iya… Tapi kamu merem juga dong…” Suruhku “Ya udah…”
Vani memejamkan matanya, bibir kami makin berdekatan, setelah cukup dekat, aku membuka mataku dan mulai mencium Vani dengan sangat bernafsu, sambil memeluk tubuhnya aku mencumbui Vani dengan sangat bernafsu. “Mmmmmmmhhhhhhh……..” erang Vani, tetapi aku tidak perduli, aku masih saja mencumbuinya. Tetapi Vani masih bisa lepas dari dekapanku. “Katanya cuma cium, masa kayak gitu??” Katanya sambil sedikit tertawa “Tapi suka kan?” Bilang aja… Ya kan? Ya kan? Hehe…” Kataku sambil tertawa dan meledek Vani “Iya sih…”

Aku mulai mencumbuinya lagi, kali ini aku lebih berani, tanganku mulai meraba pantatnya, meremasnya dengan keras. Vani sepertinya mulai meresponnya. Vani melepas lagi cumbuanku. “Pelan dikit say… Jangan buru-buru gitu, sekarang diem aja ya, duduk aja di kloset tuh…” Suruhnya, dari sini aku mulai ngerti kalau Vani itu seorang “PROFESIONAL”, hehehe… “Iya say, cepetan dong say, bukain, kasih servis sekalian” Suruhku padanya, berhubung udah nafsuan banget nih…
Vani mulai membukakan celanaku, aku juga membuka baju seragamku sendiri, hingga aku telanjang bulat sementara Vani masih berpakaian lengkap, Vani mulai mengocok penisku, setelah itu Vani mulai menjilat-jilat penisku, dan menghisap-hisap penisku, mendapat perlakuan seperti itu aku sangat menikmatinya, udah gak lama dapet kayak gini, dahsyat bro!!! Tiba-tiba ada yang masuk ke dalam toilet tempat kami beraksi.

“Waaaahhhhh…. Ada yang mantap nih…” Kata orang yang masuk itu “Iya tuh, bagus juga…. Gede loh” Kata orang kedua yang masuk. Orang pertama adalah Chintya, teman sekelasku juga dan yang kedua Icha, kakak kelasku yang merupakan sepupu Chintya. Mereka berdua terkenal sebagai ce yang hot di sekolah. “Boleh ikut ga nih? Tanya Icha pada Vani “Boleh aja kok…” jawab Vani. Aku merasa sangat terkejut dengan mereka, mereka masuk tiba-tiba dan seperti mau ikut dengan aksi kami. Kalo mereka mau ikut, Rejeki jangan ditolak ah…

“Tapi jangan di sini dong tempatnya, masa sempit gini sih?” kata Chintya “Mending kita ke rumahku aja, kebetulan lagi kosong tuh” tambah Icha “Ya udah, tapi cepetan dong, nanggung nih… Belum dikeluarin…” “udah santai aja, nanti kita keluarin bertiga, santai aja” jawab Icha Akupun langsung mengenakan seragamku kembali, lalu kami berjalan menuju parkiran, aku naik sepeda motor bersama Vani, Icha dan Chintya naik mobil mereka, di perjalanan, Vani menggesek-gesekkan dadanya di punggungku, kayaknya ga sabar juga nih si Vani.

Akhirnya tiba jugalah kami di rumah Icha, Icha dan Chintya sudah sampai duluan di sana, mereka menunggu kami, akhirnya kami masuk ke dalam rumah, Icha mengunci pintu rumahnya. Aku duduk di sofa, dan mereka mulai mengelilingi oleh mereka bertiga, Icha mulai melingkarkan tangannya di leherku sambil berdiri, dan langsung menciumiku, sementara Chintya dan Vani duduk di sebelah kiri dan kananku. Mereka mulai mengelus-elus dada dan selangkanganku, sesuatu mulai mengeras di selangkanganku. Lalu aku memeluk Icha, mendekapnya dengan sangat keras, saat itu aku tidak tahu siapa memegang bagian tubuhku yang mana, saat itu aku merasakan ada yang membukakan celanaku, lalu menariknya dengan sedikit kesulitan untuk membukanya, tinggallah baju seragamku dengan celana pendek ketatku, tanpa ada apa-apa lagi di dalamnya, aku melepaskan ciumanku dengan Icha, lalu kulepas baju seragamku, kini aku telanjang tanpa menggunakan pakaian apapun, lalu aku mencium Vani, sambil Vani mengocok-ngocok penisku, Chintya mulai menjilati dadaku, menghisap putingku, terasa sangat geli.

Icha membuka bajunya, lalu melemparkannya kepada aku dan Vani yang sedang bercumbu. Kulemparkan kembali kepadanya. Terlihat kulit pada dada Icha yang sangat putih mulus, seperti punya mantanku dulu, Sarah. Aku mulai meraba-raba dada Icha, menyelusup dari luar BHnya, lalu Icha membukakan BHnya, semakin terlihat jelas kalau Icha luar biasa cantiknya, lalu Icha membuka roknya ke bawah, juga CDnya, aku sangat suka melihatnya, lalu aku lepaskan cumbuanku pada Vani, aku berdiri dan langsung mencumbu Icha lagi, tanganku meremas-remas memeknya, lalu aku mendorongnya ke sofa, Icha malah berdiri, menarik tanganku, mengajak aku menuju kamarnya, ada sebuah ranjang yang besar, aku langsung ditolaknya hingga berbaring di ranjang, kulihat Vani dan Chintya menyusul kami ke sini. Icha mulai mengocok-ngocok kontolku, tak lama ia mengocok, lalu Icha menghisapnya dengan penuh semangat, aku sampai melayang dibuatnya. Lalu kulihat Chintya dan Vani mulai membuka seluruh pakaian mereka, hingga telanjang bulat, body mereka bagus semua, aku ga bosan-bosan ngeliatin mereka, Chintya lalu memasang posisi meletakkan memeknya ke wajahku.

aku langsung menjilatinya. Vani juga mengocok memeknya sendiri, aku sangat suka melihat pemandangan seperti ini. Mereka semua meraung-raung, mendesah, dan berteriak kenikmatan. Icha yang sepertinya sudah mulai bosan menghisapi kontolku mulai bangkit dan berusaha menduduki kontolku dan memasukkan kontolku ke dalam memeknya yang sudah basah terangsang. Kontolku merasakan betapa nikmatnya memek Icha, aku menggoyangkan pinggulku dengan cepat, Icha pun meresponnya dengan baik, Icha juga membalas gerakan pinggulku dengan sangat liar, melihat itu, Vani menghampiri Icha dan langsung mencium Icha dengan sangat liar, wow! Ini semua sangat hebat, sangat luar biasa rasanya 3 anak SMA kontol dengan liar begini! “kontol, enak banget nih… Akkkhhhhh……..” Desah Icha yang bergoyang liar di atas tubuhku, tak lama kemudian, Icha ambruk ke tubuhku, Icha mengalami orgasme. Icha lalu bangkit dan pindah ke samping kami bertiga, Icha terlihat lemas dan ia tertidur. Vani meraih kontolku dan menghisapnya, sementara Chintya masih bertahan dengan hisapanku di memeknya, aku masih dalam posisi berbaring di ranjang.

“Vaniii… Aku mau ngerasain kontol si Ramon… Pengen banget nih… Akkkkhhhh….” “Ya udah, sini dong” “Entar, kamu nungging aja, Chin, biar doggie” suruhku Chintya lalu menungging, aku sempat meremas-remas pantat dan memeknya, lalu aku mencoba memasukkan kontolku ke dalam memeknya. “Aaakkkkhhh…. Aaaahhhh….” Itulah yang keluar dari mulutnya saat kontolku masuk seluruhnya ke dalam memek Chintya “Aaahhh… Enak banget memek kamu, Chin, aku suka banget… Oooohhh….” “Kencengin, Mon, Kerasin… Kontolmu enak banget, kenceng beibh…. Ooooooooohhhhhhh……….” Setelah 7 menit bertahan dalam posisi ini, kurasakan seperti ada yang mau keluar dari dalam penisku, akhirnya aku ngecrot di dalam memeknya sambil mengangkat tubuh Chintya dan mencium bibirnya dari samping. “Oooohhh…. Enak banget beibh… Aku keluar juga nih… Oooohhh…. Aaaahhhh….” Tubuh kami berdua pun ambruk, dan kontolku masih berada di dalam memeknya, kami tergeletak dalam posisi menyamping. Aku mulai bangkit, kulihat banyak sekali spermaku di memek Chintya yang meluber keluar memeknya.

“Enak banget beibh… kontol kamu keras banget… Aku suka banget…” katanya, ia pun terbaring lemas, menaruh kepalanya di atas tubuh Icha Kulihat Vani mengangkangkan pahanya, dan memasukkan 2 jarinya ke dalam memeknya. Aku beristirahat sejenak, kontolku masih lemas dari orgasme tadi. 10 menit aku beristirahat sambil kupejamkan mataku. Kulihat Vani sedang mengocok-ngocok memeknya dengan jarinya, aku langsung menghampirinya, dan mencumbuinya, aku mulai dari bibir, leher, lalu aku menyusu di dadanya, dadanya sangat besar, berukuran sekitar 36B, karena tubuhnya termasuk besar. Lalu aku menjilati memeknya, dan mengocok-ngocok memeknya dengan jariku, Vani mengalami orgasmenya. “Aaaaaaaaaaahhhhhhhhhh……………. Ennnnaaakkkkkk…….” Kudiamkan jariku di dalam memeknya sesaat, lalu kukeluarkan. “Kamu mau kontol, sayang?” tanyaku Mau banget, sayang, ayo dong, cepetan…! Masukin…!” Kini aku berada di antara kedua pahanya, mengangkat kedua kakinya ke atas bahuku, lalu mencoba memasukkan kontolku ke dalam memeknya yang sudah basah dan merekah merah.

Masuklah kontolku ke dalam memeknya. “Oooohhh… Aaaahhhh… Eeennnaaakkkk…” Erangnya saat aku menggoyang kontolku Semakin cepat aku menggoyang kontolku. Kali ini rasanya kontolku lebih tahan dari pada tadi, mungkin karena sudah dikeluarin sekali pikirku, lama dalam posisi seperti ini, aku meminta Vani untuk tidur menyamping, tanpa mengeluarkan kontolku dari dalam memeknya, aku memutar posisinya miring ke kiri, dengan posisi ini aku masih menggoyang pinggulku dengan kencang. Tanganku dalam posisi meremas-remas pantat dan dadanya yang merah bekas cupang, pantatnya merah karena kutampar-tampar. Kulihat Icha dan Chintya mulai bangun, mereka tiduran sambil menonton permainan aku dan Vani. Sambil aku kontol dengan Vani, Icha menghampiriku dan menciumiku, sepertinya dia mau lagi, semakin kencang aku menggoyangkan pinggulku, lalu kuberhenti sebentar, aku memutar tubuh Vani ke posisi doggie, karena aku suka sekali posisi ini, dalam posisi ini aku meremas-remas dada Vani, semakin Vani mendesah dan berteriak, sementara sambil menggoyang aku berciuman dengan Icha, semakin kukencangkan goyanganku dan akhirnya Vani mengalami orgasmenya.

Langsung kulepas kontolku dari memek Vani, aku langsung bergerak menuju Icha yang sudah telentang membuka pahanya, aku memasukkan kontolku ke dalam vaginanya. Aku menggoyang tubuh Icha sambil menindihnya, kami berciuman, kami berdua bertahan lama dalam posisi ini. “Mon… Mau keluar nih aku… Aaaahhh…. Enak banget…” “Aku juga kak…” Wajah Chintya dan Vani berada di atas perut dan dada Icha, seperti menungguku untuk orgasme. Akhirnya aku cabut kontolku keluar memeknya, dan keluarlah cipratan orgasme Icha, sangat deras. Lalu aku menembakkan spermaku ke wajah Chintya dan Vani, Chintya langsung menghisap kontolku sampai lemas. Akhirnya kami bertiga tergeletak lemas di atas ranjang, di depanku ada Icha, di kiriku ada Chintya, dan di dadaku terbaring tubuh Vani. “Thanx banget, Mon. Aku suka banget kontol kamu, lain kali kita bisa main lagi kan?” kata Icha “Iya, Mon. Kita suka banget kontol kamu, walaupun ga terlalu gede, tapi kamu bisa main lama” puji Vani “Kapan bisa main lagi, Mon?” tanya Chintya “Kapan aja aku bisa kok main sama kalian, kalo mau juga di mana aja aku lakuin, di sekolahan juga jadi!”

“Bener nih? Gimana kalo besok kita main lagi di sekolahan?” kata Icha “Ah gila ah… Aku ga mau” tolak Chintya “Boleh… Asalkan pas udah sepi…” “Ga enak dong kalo sepi, ga seru…” Kata Icha lagi “Ah, aku tetep ga mau…” Kata Chintya, Chintya mulai memejamkan matanya dan sepertinya dia kelelahan dan tidur. “Terserah kalian semualah… Yang penting kalo lagi pengen, hubungi aja aku… Hahaha…” Itulah kisahku bersama 3 gadis hot sekolahku, lain kali akan kuceritakan pengalamanku bersama mereka lagi saat ada pertandingan futsal di sekolah…

Tuesday, November 5, 2013

Melayani NAFSU ibu-ibu. Uweeenak Gratis

Gue cowok yang masih single. Gue kerja seruang dengan seorang cewek cantik. Dia atasan gue, orangnya cantik dan montok menggoda. Dia suka membuat kontol gue naik terus. Nggak heran dia punya hobby ngesex. Gue juga punya hobby yang sama. Tapi tidak semaniak dia. Hampir tiap hari dia ngesex dengan cowok yang disenanginya, bahkan gue sering diajak 'Anu' sama dia. Disamping gue senang dan menikmati tubuhnya yang aduhai itu, gue juga tidak berani menolak perintahnya.. pokoknya "A.I.S"-lah.. itu..tuu.. Asal Ibu Senang. Dan gue dijanjikan naik pangkat dan tentu saja gaji naik juga dong plus bonus tubuhnya yang montok itu.

Dia orangnya cantik meskipun umurnya jauh diatas gue. Karena dia selalu suka pakai rok 'super' mini warna putih transparan. Maka gue tahu kalau dia tiap hari nggak pernah pakai CD. Yang gue heran ama dia, pas dia ada di luar ruang kerja dia selalu pakai rok biasa bahkan pernah pakai celana. Tapi pas ada di ruang kerja kita dia selalu pakai rok 'super' mini itu. Jadi kalau ada sesuatu yang dia butuhkan dia selalu minta tolong gue yang ngurus. Meja kerjanya yang berada di depan gue, jadi gue bisa melihat apa yang dikerjakannya. Tiap menit dia selalu memancing nafsu gue. Dia sering pura-pura lihat suasana diluar jendela, padahal dia ingin memeperlihatkan kemontokan pantatnya yang super montok itu. Lalu dia pura-pura melihat hasil kerja gue sambil dekat-dekat terus dia menundukkan kepalanya.. lalu yah jelaslah payudaranya yang tergantung bebas tanpa halangan dari BH. Dia goyangkan badannya, maka bergoyanglah payudara itu kiri-kanan-kiri lagi.. Tapi yang paling parah, dia pura-pura menjatuhkan bulpen di lantai, terus dia jongkok membelakangi gue. Pas dia nunduk, roknya tersingkap keatas jadi terlihatlah pantatnya yang montok putih dan memeknya yang putih kemerahan dengan bulu yang tampak menantang untuk dijamah. Pas dia udah ambil itu bolpoint, eh.. dijatuhin lagi terus nungging lagi.. lagi.. lagi.. Dia goyangin itu pantatnya maju-mundur, bawah-atas..lalu dia renggangkan kakinya sehingga memeknya yang lezat itu merekah bagai bunga 'mawar' dan begitu seterusnya. Hingga gue nggak tahan akan kelakuannya itu. Langsung aja gue deketin dia terus gue obok-obok 'anu-nya'.. Dan ternyata.. apa yang terjadi.. ohh..

Dia menikmati sentuhan-sentuhan gue. Saat ini gue bekerja dengan lidah gue. Gue jilat sedikit kacangnya dan di "suck" agar basah. Nggak samapai dua menit udah tampak ada cairan bening di memeknya. Karena kontol gue udah nggak tahan, lalu gue masukin kontol gue ke memeknya. Dia mendesis - meronta - mengerang nikmat(3M) demikian juga gue. Hangat dan lembab. Lalu gue mula goyang kiri kanan, maju-mundur dan kadang-kadang gue putar. Dia bener-bener hebat, setelah gue agak pasif dalam gerakan gue karena udah hampir nyampe. Dia dengan perkasa menggoyang tubuhnya maju-mundur, kanan-kiri dan berputar dengan garang.

Sementara gue makin berat nahan orgasme gue, akhirnya..
"Bu boleh keluarin di dalam..?"kataku.
"Boleh aja sayang, emang sudah hampir.. ya?"katanya sambil terus menggenjot pantatnya maju-mundur.
"Ya, bu"kataku.
"Kita sama-sama ya, hmm..ohh..".

Dengan sisa tenaga gue goyang lagi sampai gue terasa enak bener karena orgasme gue udah sampai deket pintu helm "NAZI".
Lalu gue peluk dia dari belakang sambil gue remes dadanya. Dan cret.. cret.. cret. cret, air mani gue muncrat didalam lubang memeknya. Dan diapun merintih ohh yes dan lalu mencengkeram kursi dengan erat serta badannya bergetar dan menegang.. Rupanya dia klimaks juga. Dengan kontol dan memek masih bersatu gue tetep peluk dia dari belakang.

Dia tersenyum puas lalu melumat bibirku. Dia bilang kontolku enak banget sih. Dia kangen katanya kalau nggak dicoblos kontolku barang sehari. Nggak lama gue peluk pinggangnya kuat-kuat dari belakang sambil ngerintih akhh.. akhhgg dan lalu di dinding memeknya kubikin terasa hangat karena semprotan sperma gue tadi. Nggak ke tulungan enaknya katanya, tapi dia harus buru-buru ngrapiin baju dan nyuci memeknya. Habis gituan luemes banget dan nggak bisa kerja lagi. Abis sambil berdiri sih.
Enak juga lho making love di kantor. Apalagi kalau lembur jangan dibilang. Di meja kerja, di WC, di lift, di lantai atas gedung atau juga di dalam mobilnya juga bisa, rasa takut ketahuan itu selalu ada, tapi kenikmatannya lain dari pada yang lain, pokoknya sensasinya lain.

Malamnya gue diajak ke pub. Setelah jam dua belas malam, gue ajak dia pulang. Dia kutuntun ke mobilku karena dia mulai mabuk akibat terlalu banyak mengkonsumsi minuman dan kuantarkan ke apartemennya. Gue bingung mengapa dia nggak pulang ke rumahnya sendiri.. mengapa kesini. Kuantar sampai ke dalam kamarnya di lantai 7, gue istirahat sejenak di sofanya. Dia bangun dan menghampiri gue untuk mengucapkan terima kasih dan selamat malam.. tapi tubuhnya jatuh dalam pelukan gue sehingga nafsu gue untuk meng'anu'nya mulai bangkit. Kuciumi dari kening, mata, hidung hingga mulut sensualnya disambutnya ciuman gue dengan permainan lidahnya yang sudah profesional.
Lama kami berciuman dan gue mulai meremas teteknya yang agak kenyal.. lalu kubuka resleting bajunya..kemudian kususupkan tanganku ke dalam behanya untuk meremas teteknya lagi dan memainkan putingnya.. sambil terus berciuman. Satu persatu pakaiannya jatuh ke lantai.. BH.. CD.. tapi kami masih berciuman. tanganku tak tinggal diam.. meremas diatas sesekali
memainkan puting dan meraba dan memainkan di bagian memeknya.. oi.. jembutnya yang menggoda.. lezatnya..

Memeknya telah banjir akibat otot memeknya mengeluarkan cairan karena rangsangan dari gue.. tangannya mulai membuka satu persatu pakaianku sampai kami berdua full bugil. Kusodok sodok jari tengahku ke dalam memeknya ..sshh.. oohh.. gung.. please.. sshh.. don't stop..aahh.. terus jariku telunjukku memainkan itilnya yang mulai menegang .. sshh.. aahh.. dan dia mulai merebahkan badannya di sofa kuciumi lagi putingnya dan kusodok-sodok lagi memeknya dengan dua jari.. sshh.. aahh..oohh
my goodd..sshh .. dia mulai mencari-cari kontolku yang sudah tegang sejak tadi.. dan mulai menghisap kontolku .. mulai dari kepala .. sshh .. aahh.. buu.. aahh.. sshh .. perlahan lahan mulutnya masuk dan melahap kontolku semuanya sshh ..hhmm.. kutambah jariku satu lagi hingga tiga yang masuk ke dalam memeknya sshh.. aachh.. tambah satu lagi hingga hanya jempol saja yang masih di luar memainkan itilnya
..sshh.. hhmm.. gue lepaskan kontolku dari mulutnya dan mulai kuarahkan ke bibir memeknya yang banjir.. perlahan lahan kudorong kontolku.. sshh.. oohh.. honey.. hhmm.. bibir bawahnya menggigit bibir atasnya.. kuangkat kedua pahanya dan kusandarkan di sandaran sofa yang sebelah kiri sedang yang kanan kuangkat.. dan bless.. aahh.. sshh.. kuayunkan perlahan lahan..
sshh.. oohh my god.. come on.. sshh..terus kuayunkan hingga kupercepat ayunanku .. sshh.. buu.. saya mau keluar buu..sshh.. keluarin di dalem aja sayang..ohh aahh.. kedua pahanya mulai dijepitkan pada pinggangku sambil terus menggoyangkan pantatnya sshh.. aahh..

Tiba-tiba dia menjerit histeris oohh..sshh.. sshh..sshh.. ternyata dia sudah keluar.. gue terus menggenjot pantatku semakin cepat dan keras hingga mentok ke dasar memeknya sshh.. aahh.. dan aagghh.. crett.. crreett.. ccrreett..kutekan pantatku hingga kontolku menempel dasar memeknya.. dan keluarlah pejuku ke dalam liang memeknya
.. sshh.. bbrr.. saat terakhir pejuku keluar.. guepun lemas tetapi tidak gue cabut melainkan menaikan lagi kedua pahanya hingga dengan jelas gue lihat bagaimana kontolku masuk ke dalam memeknya yang di kelilingi oleh jembutnya yang menggoda.. kubelai jembutnya sambil sesekali menyentuh itilnya. Ssshh.. aahh.. gue mulai mengayunkan kembali kontolku.. biar agak ngilu gue paksakan..kapan lagi.. sshh.. aahh.. hhmm.. gue meminta dia untuk posisi nungging dengan tidak melepaskan kontolku dalam memeknya.. kontolku terasa
dipelintir oleh memeknya.. terus kugenjot lagi ..sshh dan.. sshh.. dia mendorong pantatnya dan aachh.. lebih cepet honey ..sshh.. dia sudah keluar lagi
Gue masih asik mengoyang pantatku sambil meremas teteknya yang dari tadi gue biarkan.. sshh.. hhmm..aahh.. dan creett.. creett.. guepun menekan pantatku dan menarik pinggulnya hingga kontolku mentok lagi di dasar memeknya.. kami berdua
sama lemas..

Dia ambil sebatang rokok.. dinyalakannya dan dia hisap itu rokok.. persis seperti saat dia menghisap kontol gue.. kami duduk dan sama menikmati permainan tersebut sambil dia merokok kami saling mengobok-obok kemaluan masing-masing.. Kuangkat tubuhnya ke tempat tidur.. kami tidak membereskan pakaian kami yang masih berserakan di lantai ruang tamu.. gue putar jam bekerja tepat pukul 5 soalnya gue mau pulang.. Dia mulai merapatkan matanya sambil tangannya merangkul dan tubuhnya yang berkeringat merapat ke tubuhku.. meskipun udara di rungan sudah dingin tetapi tubuh kami masih berkeringat akibat permainan tadi..
Pada kesempatan lain gue datang ke rumahnya nganterin surat-surat penting. Kebetulan siang itu dia lagi sendiri. "Oh kamu sayang.. ayo cepet masuk..ehhmm"katanya sambil nutup pintu. "Iya bu, saya cuma mau ngantar surat
ini "kataku.

Terus gue minta pamit pulang.. tapi.. "Aduh koq buru-buru amat sih.. ibu mau minta tolong lagi.. boleh khan .."katanya manja. Lalu, matanya merem melek sambil lidahnya dikeluarkan, gue udah tahu pasti dia pengen ngentot
lagi nich. Pokoknya udah nggak tahan deh. Langsung gue diajak dia masuk dan duduk di teras. Waktu itu dia pakai baju kulot putih transparan. Terlihat payudaranya yang montok dengan putingnya yang menyembul dari balik bajunya. Gue lihat dia lagi 'super' nafsu, lalu dia pancing gue untuk making love. Gue sih "A.I.S" saja.
Lalu kulot dan CD dilepaskan step by step, lalu memeknya gue raba-raba, dan kelentitnya gue diplintir sampai dia terangsang banget. Terus baju, celana dan CD gue diplorotin. Lalu kita duduk di lantai teras. Dalam posisi duduk santai kakiku selonjor, dia sedot-sedot kontolku sampai gue mendesah-desah dan kontolku
menjadi tegang dan keras. Dia kangkangi kakinya terus dia pegang kontolku yang udah keras sambil mengarahkan ke memeknya yang sudah basah dan merekah itu.

Aduh enaknya terus dia naik turun terus sambil digoyang-goyang terus dikocok terus sampai kenikmatan yang tak terhingga. Rasanya dia jadi lemas dan capai, tapi dia berusaha tidak mau udahan. Kayaknya teriak tertahan, mungkin dia takut kedengaran tetangga. Dia terus naik turun dan gue juga ngimbangi dari bawah, terus sampai akhirnya gue dan dia pelukan erat-erat karena dia sudah merasa hampir klimaks, dan nggak lama dia pun menegang dan akhirnya sama-sama puncak dan keluar. Pokoknya nikmat banget, dan badan gue juga terasa lemas tak bertenaga kepinginnya nggak mau lepas dari tubuhnya. Tanpa pakai celana dulu dia pergi ke kamar mandi. Pantatnya yang montok bergoyang kanan-kiri-kanan-kiri.. Kadang dia menundukkan tubuhnya sehingga posisinya nungging ke arah gue.. sehingga memeknya terlihat merekah.. ohh. Gue melotot lihat tingkahnya begitu seronok. Ah gue cuek aja. Yang penting.. uueennaakk.. ooii.. Byyee..

Sex bersama ( pesta sex ) untuk sensasi.

Sejak sore tadi hujan menggericik tak deras. Luisa berbaring di ranjangnya berselimut tebal. Pintu kamarnya terkunci rapat. Luisa mendehem-dehem nikmat, matanya sayu tapi nafasnya memburu. Sesekali kain selimut tersingkap sehingga beberapa bagian tubuhnya yang tak berbusana nampak dari luar.

“Ahh… ehg… emhh..”
Gadis itu terduduk dan menyingkap selimut tebalnya. Keringat dingin

membasahi tubuhnya yang memang bugil sama sekali. Kepalanya mendongak-dongak menahan ilusinya ketika sebatang dildo bergoyang-goyang di liang vaginanya. Buah dadanya yang berukuran 36 lengkap dengan putingnya yang kenyal membengkak menggairahkan. Lendir kawinnya sudah menggenang di sprei kasur. Tepat diatas lendir itu pussy Luisa yang besar berbulu tipis merekah disodok batang dildo ukuran L.
“Uahh…”
Orgasme telah diraihnya. Luisa terlentang lemas. Batang dildo itu masih menancap di pussy-nya. Enggan rupanya Luisa mencabutnya. Matanya terpejam, nafasnya masih terengah-engah. Tiba-tiba dering telpon mengganggunya.
“Kring… kring…”
“Hallo…” Luisa menerima telpon sambil menjilati ujung dildo yang barusan bersarang di pussy nya.
“Luisa, hujan-hujan gini enaknya ngapain?” tanya suara di seberang.
“Enaknya dikelonin kamu,” jawab Luisa sekenanya.
“Hi… hi… kalau gitu, kamu saya undang deh. Sekarang ke Star Pub deh, kita tunggu. Jangan lupa be a sexy girl, okey?”
“Klik..”
Luisa segera meletakkan gagang telepon di induknya.
*****
Luisa masuk ke dalam café kecil itu. Pintu masuk café nampak tertulis “CLOSE”, tapi tidak bagi anggota pub. Suasana di café sepi, tapi sayup-sayup Luisa mendengar gemuruh tawa di lantai atas. Luisa segera menuju ruang atas. Begitu Luisa masuk beberapa anggota lain segera menyambutnya.
“Hai Luisa,” sapa Sidney yang hanya memakai CD transparan sedangkan susunya yang sekal bergelantungan dengan bebas.
“Hai, makin motok saja susumu,” balas Luisa sambil meremas susu kiri Sidney.
“Saya baru main sama Leo,” ujar Sidney menunjuk pria tegap telanjang yang duduk jongkok di sudut ruangan. Pistolnya mengayun-ayun tegang sejak tadi.
“Hai Luisa, kita sudah nunggu kamu dari tadi loh,” sapa Sari yang memakai CD merah dan BH hitam, kontras banget tapi seksi banget. Kemudian mereka saling berciuman beberapa menit. Sembari berciuman, tangan Luisa sudah nakal menyusup ke CD Sari.
“Kamu baru aja cukur ya ?” tanya Luisa ketika jemarinya merasakan bulu-bulu pussy Sari.
Sari tersenyum malu.
“Nggak pa-pa lagi, rasanya malah geli-geli nikmat. Hi.. hi..,” Sari tertawa cekikikan lalu berlalu.
Mata Luisa memedar berbinar-binar ke seluruh ruangan. Ada dua belas orang di ruangan itu. Kesemuanya saling bersaing memperlihatkan keseksian tubuhnya. Wita memakai bikini putih tipis sehingga puting susunya nampak menyembul menggoda. Lia cantik banget malam itu, rambut panjangnya meriap-riap seksi. Apalagi Lia memakai CD putih berenda dan BH putih yang kelihatan puting susunya karena dilubangi pada bagian putingnya, Luisa bener-bener pingin melumat susunya. Maka Luisapun segera mendekati Lia
“Li, kamu cantik sekali malam ini.” Sapa Luisa sambil mempermainkan puting susu Lia yang sengaja disembulkan itu.
“Inikan maksud kamu? Kalau kamu mau, isep aja.” Bagai gayung tersambut.
“Ntar kamu main sama aku yah?”
Lia mengangguk lalu pergi menghampiri Si ganteng Ricko yang pakai CD pink, sejak tadi pistolnya tegang terus melihat pemandangan yang merangsang itu.
Jude (tokoh: Jude, Guru Privatku) memakai BH yang ketat banget hingga susu “Pamela Anderson” nya bagai berebut ingin keluar kain tipis itu, sedang pussynya dibiarkan saja dipelototin sama Tino yang sejak tadi penny nya pingin menerobos jaring tipisnya. Ayu yang pakai daster pendek transparan tanpa CD dan BH memamerkan pahanya di atas meja. Hanya orang nggak waras saja yang nggak berminat sama paha mulusnya. Cindylah yang paling sexy, doski hanya mengenakan stocking hitam sebatas paha dan duduk dengan santainya sambil memamerkan pussynya yang berambut tipis. Pengen banget Luisa melumat klitoris mungil Cindy.
Luisa sendiri memakai CD tipis bertali dan BH bertali yang hanya menutup nipplesnya saja. Sedang Mbak Sarah sang ketua party yang polos los sedang sibuk menjilati dildo barunya. Begitu melihat Luisa datang Mbak Sarah segera menepuk tangannya bertanda party akan segera dimulai. Semuanya segera berkumpul di tengah ruangan.
“Nah, gimana nih? Siapa yang pengin main duluan ?” ujar Mbak Sarah membuka acara.
“Saya!” Ayu menunjuk jari.
“Kebetulan Ayu, sudah lama kita nggak liat lagi tarian pecut asmaramu itu.” Sambut si Ricko.
“Okey, Cin, nyalakan tapenya!” kata Ayu.
Cindy segera menyalakan tape recorder kecil. Lalu terdengar suara music yang memancarkan suasana erotic bagi siapa saja yang mendengarnya. Ayu segera berdiri di tengah lalu menari mengikuti suara tape recorder. Tarian gemulai itu semakin memancing hasrat, Ayu memang bekas penari latar yang piawai. Luisa yang sudah sejak tadi menahan birahinya tanpa sadar meremas-remas susunya sendiri. Apalagi kemudian Ayu meminta Ricko melucuti onderdil nya. Maka seperti diberi aba-aba yang lain segera melucuti pakaian milik pasangan yang dipilihnya.
Dengan segera Ricko mendorong Ayu untuk berbaring lalu Ricko segera melumat bibir kenyal Ayu penuh nafsu sedang tangannya meremas-remas penisnya sendiri. Jude yang sudah terbakar segera ikut melumat susu kiri Ayu disusul oleh Cindy yang kebagian susu kanannya.Luisa sendiri segera menyusup ke selakangan Ayu yang terbuka. Lalu dengan semangat Luisa mengerjain pussy Ayu. Dijilatinya pussy Ayu yang sudah penuh dengan lelehan lendir kawinnya. Lalu diobok-oboknya liang vagina Ayu dengan jarinya.
“Aaghhh..,” erang Ayu dan Luisa bersamaan karena saat itu Ricko sudah menyodokkan pistolnya ke pussy Luisa dari belakang. Posisi Luisa yang menungging membuat Ricko semakin mudah menancapkan senjata pamungkasnya. Sedang posisi Ricko sebelumnya sudah digantikan oleh Mbak Sarah yang menyekokkan nipplesnya ke mulut mungil Ayu.
Di sudut lain, Tino yang setengah menungging sedang mengerang-erang keenakan ketika diserbu dari dua arah. Sidney yang mengganyang pistolnya dari depan dan Leo yang menyodomi pantatnya. Sedangkan di sisi lain Lia, Wita dan Sari bergumul sendiri. Lia dan Wita saling memagut susu lawan mainnya sedang Sari menyerang pussy Lia yang posisinya terlentang. Beberapa kali dildo masuk keluar pussy Lia dengan mudah lalu bergoyang-goyang membuat Lia bergelinjangan keenakan. “Agh… enak… terus Sar..,” erang Lia.
Ricko masih memainkan pistolnya di pussy Luisa. Pantat Luisa bergoyang-goyang naik turun mengikuti gerakan penis Ricko. Berulang kali Luisa mencapai puncak asmaranya, berulang kali pula mani Ricko muncrat ke liang vaginanya. Tapi mereka masih ingin mengulangi dan mengulanginya lagi.
“Rick, saya mau keluar lagi Rick… oh… enghh…,” rintih Luisa.
“Kita keluar sama-sama yah, yang..”
Kemudian Ricko semakin memperkuat tekanan batang penisnya keliang vagina Luisa, sehingga tidak lama setelah itu muncratlah air mani Ricko ke dalam vagina Luisa bersamaan dengan keluarnya cairan kawin Luisa.
“Enggg.. ah..,” jerit Ricko dan Luisa bebarengan.
Luisa tergeletak di atas karpet. Wajahnya sudah nampak kepayahan, tapi birahinya belum terpuaskan. Ricko sudah meninggalkannya untuk mencari petualangan lain. Mata Luisa memandang sayu kepada Lia yang berdiri di atasnya. Susu Lia yang sudah sangat bengkak membuat Luisa ingin sekali mengunyah nipplesnya yang tegang kecoklat-coklatan. Pussy Lia yang berbulu agak lebat nampak mengkilap basah oleh lendir kawinnya. Lia tahu betul kalau Luisa menginginkannya. Dia segera merunduk dan menyerahkan susunya untuk dilumat oleh Luisa. Luisa melumat susu dan bibir Lia secara bergantian. Tangannya pun agresif menyusuri lorong goa vagina Lia, memelintir klitoris Lia berkali-kali. Lalu masuk dalam dan semakin dalam membuat Lia makin terlena.
“Kamu… enak banget… egh..,” rintih Lia.
Luisa mendesis-desis, nafasnya menghembus di bukit montok Lia membuat Lia semakin terbakar. Tapi Luisa juga kembali terbakar ketika Sari datang dan menghisap puting susu Luisa. Lia juga berebut mencaplok susu kanan Luisa. Luisa merem melek manahan semua rasa syur yang tercipta. Semakin syur ketika Leo menjejalkan penisnya yang besar dan tegang banget ke mulutnya.
“Isep sayang… ayo…”
Luisa menghisap penis Tino. Menggigit-gigit nakal membuat Tino melenguh-lenguh keasyikan. Tino menekan pistolnya dan maninya muncrat ke dalam mulut Luisa. Luisa menelan lendir itu hingga tandas. Segala keindahan terasa ketika entah lidah siapa lagi yang menggerayangi pussy Luisa. Hingga ia merasa tubuhnya dijunjung ke atas dan..,
“Augh…”
Sebatang daging tegang kembali bersarang di pussy Luisa. Kembali dialaminya orgasme yang dialaminya bersamaan dengan si pemilik pistol.
“Ehg… kau hebat banget Luisa, hebat! Makasih ya…”
Itu suara Leo.
“Bajingan! Mau nyodok nggak bilang-bilang!” umpat Luisa dalam hati.
Lalu semua yang tadi ngerjain Luisa pergi ngerjain yang lain. Luisa tidak lagi memperhatikan orang-orang disekelilingnya. Rasa capeknya telah membawanya terlelap. Dua jam pun berlalu, suasana hening. Party itu sudah selesai, pemain-pemainnya sudah terlelap tidur.
Luisa yang terbangun paling awal. Dipandangi sekelilingnya dengan senyum simpul. Semua dalam keadaan telanjang bulat, termasuk dirinya. Berbagai CD dan BH berserakan berserakan dimana-mana Pantat Sari merah bengkak begitu juga puting susu Ayu. Luisa tersenyum sendiri melihat ujung susu si bule Jude yang masih dikenyot Ricko. Pantat Sidney juga memerah, mungkin karena di kerjain sama temen-temen yang lain. Dalam party itu tidak hanya cowok saja yang disodomi, cewek juga bisa disodomi. Yang paling suka menyodomi cewek, ya.. si Tino itu. Luisa berpaling kepada Mbak Sarah. Wajah Mbak Sarah penuh dengan mani dan lendir vagina yang mulai mengering. Ruangan itu menebarkan aroma mani dan lendir vagina yang khas.
Mata Luisa tertuju pada Cindy. Gadis itu masih terlelap. Kadangkala mengigau sambil senyum-senyum sendiri. Wajah gadis itu cantik. Tubuhnya kecil tapi susunya montok bener. Vaginanya polos tanpa bulu, warnanya putih kemerahan seperti pipi gadis yang sedang malu. Klitorisnya mungil menyembul. Gairah Luisa kembali bangkit. Luisa berjongkok di depan Cindy kemudian memainkan jemarinya di atas vagina yang merekah itu. Dengan penuh nafsu segera dilumatnya klistoris yang sejak awal tadi membuatnya ngiler itu. Cindy menggeliat-geliat, tapi Luisa tak perduli. Bibir Luisa melumat gundukan vagina Cindy sedang kedua tangannya menggapai meremas-remas daging kenyal nan montok di dada Cindy. Antara sadar dan tidak Cindy menjamak-jaMbak rambut Luisa dan menjepit kepalanya dengan kedua pahanya.
“Ah.. uh.. ah.. uh..,” suara Cindy mendesis lirih.
Nafas keduanya kembali memburu. Luisa menumpahkan segala birahi yang tersisa di kepalanya. Seakan-akan Cindy itu hanya miliknya sendiri. Cindy dipaksa untuk bangun dari lelapnya. Matanya memicing merasakan surga yang kembali datang untuknya. Tapi Cindy sudah tak punya daya untuk membalas. Ia pasrah saja ketika Luisa menjejalkan sebatang dildo masuk ke dalam liang vaginanya.
“Sruup…”
Tanpa banyak perlawanan pistol mainan itupun amblas ke dalam liang kenikmatan Cindy. Cindi sempat terpekik beberapa kali, tapi lemah, rupanya dia sudah tak punya daya kecuali menikmati permainan Luisa. Luisa menarik si dildo maju mundur beberapa kali. Pantat Cindy bergoyang mengikuti iramanya. Makin lama dildo itu bergerak makin cepat.
“Sruup… sruup…”
Suaranya menyibak lendir-lendir kental yang keluar dari vagina Cindy. Mata Luisa berbinar memandangi vagina bermandikan lendir itu. Langsung ia merunduk dan
“Sruup…”
Dihisapnya si lendir dari pussy Cindy hingga tandas.
“Ah, puasnya..,” kata Luisa dalam hati. Dikecupnya kening Cindy yang tak sadarkan diri. Kemudian dia segera pergi dari tempat itu dengan senyum penuh kepuasan.
*****

Memang, Nafu cewek ARAB besar

Hotel tempatku menginap adalah sebuah hotel yang tidak terlalu besar, namun bersih dan enak untuk tinggal. Letaknya agak sedikit di pinggiran kota, sepi, aman, dan transport untuk kemana-mana relatif mudah. Aku mendapat kamar dilantai 2 yang letaknya menghadap ke laut.

Setiap sore sambil beristirahat setelah seharian berputar-putar dari satu instansi ke instansi lainnya aku duduk di teras sambil melihat laut.

Para karyawan hotel cukup akrab dengan penghuninya, mungkin karena jumlah kamarnya tidak terlalu banyak, sekitar 32 kamar. Aku cukup akrab dan sering duduk di lobby, ngobrol dengan tamu lain atau karyawan hotel. Kadang-kadang dengan setengah bercanda aku ditawari selimut hidup oleh karyawan hotel, mulai dari room boy sampai ke security.
Mereka heran selama hampir 3 minggu aku tidak pernah bawa perempuan. Aku tersenyum saja, bukan tidak mau bro, tapi pikiranku masih tersita ke pekerjaan.

Tak terasa sudah 3 minggu aku menginap di hotel. Karena surat-surat yang diperlukan sudah selesai, aku bisa sedikit bernafas lega dan mulai mencari hiburan. Tadi malam aku kembali dapat merasakan kehangatan tubuh perempuan setelah bergumul selama 2 ronde dengan seorang gadis panggilan asal Manado. Aku mendapatkannya dari security hotel.

Meskipun orangnya cantik dan putih, tetapi permainannya tidak terlalu istimewa karena barangnya terlalu becek dan sudak kendor, tapi lumayanlah buat mengurangi sperma yang sudah penuh.

Dua hari lagi aku akan pulang. Transportasi di daerah ini memang agak sulit. Untuk ke Jakarta aku harus ke ibukota propinsi dulu baru ganti pesawat ke Jakarta. Celakanya dari kota ini ke ibukota propinsi dalam 1 minggu hanya ada 4 penerbangan dengan twin otter yang kapasitasnya hanya 17 seat.

Belum lagi cadangan khusus buat pejabat Pemda yang tiba-tiba harus berangkat. Aku yang sudah booking seat sejak seminggu yang lalu, ternyata masih masuk di cadangan nomor 5.

Alternatifnya adalah dengan menaiki kapal laut milik Pelni yang makan waktu seharian untuk sampai ibukota propinsi. Rencanaku kalau tidak dapat seat pesawat terpaksa naik kapal laut.

Sore itu aku ngobrol dengan security, yang membantu mencarikan perempuan, sambil duduk-duduk di cafe hotel. Kami membicarakan gadis Manado yang kutiduri tadi malam. Kubilang aku kurang puas dengan permainannya.

Tiba-tiba saja pandanganku tertuju pada wanita yang baru masuk ke cafe. Wanita itu kelihatan bertubuh tinggi, mungkin 168 cm, badannya sintal dan dadanya membusung. Wajahnya kelihatan bukan wajah Melayu, tapi lebih mirip ke wajah Timur Tengah. Security itu mengedipkan matanya ke arahku.
” Bapak berminat ? Kalau ini dijamin oke, Arab punya,” katanya.

Wanita tadi merasa kalau sedang dibicarakan. Ia menatap ke arah kami dan mencibir ke arah security di sampingku.

“Anis, sini dulu. Kenalan sama Bapak ini,” kata security itu.
“Aku mau ke karaoke dulu,” balas wanita tadi. Ternyata namanya Anis. Anis berjalan kearah meja karaoke dan mulai memesan lagu.

Ruangan karaoke tidak terpisah secara khusus, jadi kalau yang menyanyi suaranya bagus lumayan buat hiburan sambil makan. Tapi kalau pas suara penyanyinya berantakan, maka selera makan bisa berantakan. Untuk karaoke tidak dikenakan charge, hanya merupakan service cafe untuk tamu yang makan disana.

“Dekatin aja Pak, temani dia nyanyi sambil kenalan. Siapa tahu cocok dan jadi,” kata security tadi kepadaku.
Aku berjalan dan duduk didekat Anis. Kuulurkan tanganku, “Boleh berkenalan ? Namaku Jokaw”.

“Anis,” jawabnya singkat dan kembali meneruskan lagunya. Suaranya tidak bagus cuma lumayan saja. Cukup memenuhi standard kalau ada pertunjukan di kampung.

Beberapa lagu telah dinyanyikan. dari lagu dan logat yang dinyanyikan wanita ini agaknya tinggal di Manado atau Sulawesi Utara. Dia mengambil gelas minumannya dan menyerahkan mike ke tamu cafe di dekatnya.
“Sendirian saja nona atau …,” kataku mengawali pembicaraan.
“Panggil saja namaku, A…N…I…S, Anis,” katanya.

kami mulai terlibat pembicaraan yang cukup akrab. Anis berasal dari Gorontalo. Ia memang berdarah Arab. Menurutnya banyak keturunan Arab di Gorontalo. Kuamati lebih teliti wanita di sampingku ini. Hidungnya mancung khas Timur Tengah, kulitnya putih, rambutnya hitam tebal, bentuk badannya sintal dan kencang dengan payudaranya terlihat dari samping membusung padat.

Kutawarkan untuk mengobrol di kamarku saja. Lebih dingin, karena ber-AC, dan lebih rileks serta privacy terjaga. Ia menurut saja. kami masuk ke dalam kamar. Security tadi kulihat mengangkat kedua jempolnya kearahku. Di dalam kamar, kami duduk berdampingan di karpet dengan menyandar ke ranjang sambil nonton TV. Anis masuk ke kamar mandi dan sebentar kemudian sudah keluar lagi.

Kami melanjutkan obrolan. Ternyata Anis seorang janda gantung, suaminya yang seorang pengusaha, keturunan Arab juga, sudah 2 tahun meninggalkannya namun Anis tidak diceraikan. ia sedang mencoba membuka usaha kerajinan rotan dari Sulawesi yang dipasarkan disini. Dikta ini dia tinggal bersama familinya. Ia main ke hotel, karena dulu juga pernah tinggal di hotel ini seminggu dan akrab dengan koki wanita yang bekerja di cafe. dari tadi siang koki tersebut sedang keluar, berbelanja kebutuhan cafe.

Kulingkarkan tangan kiriku ke bahu kirinya. Ia sedikit menggerinjal namun tidak ada tanda-tanda penolakan. aku semakin berani dan mulai meremas bahunya dan perlahan-lahan tangan kiriku menuju kedadanya. Sebelum tangan kiriku sampai di dadanya, ia menatapku dan bertanya, “Mau apa kamu, Jokaw ?” Sebuah pertanyaan yang tidak perlu dijawab.

Kupegang dagunya dengan tangan kananku dan kudekatkan mukanya ke mukaku. Perlahan kucium bibirnya. Ia diam saja. Kucium lagi namun ia belum juga membalas ciumanku.

“Ayolah Anis, 2 tahun tentulah waktu yang cukup panjang bagimu. Selama ini tentulah kamu merindukan kehangatan dekapan seorang laki-laki,” kataku mulai merayunya.

Kuhembuskan napasku ke dekat telinganya. Bibirku mulai menyapu leher dan belakang telinganya.

“Akhh, tidak.. Jangan..,” rintihnya.
“Ayolah Nis, mungkin punyaku tidak sebesar punya suami Arab-mu itu, namun aku bisa membantu menuntaskan gairahmu yang terpendam”.
Ia menyerah, pandangan matanya meredup. Kucium lagi bibirnya, kali ini mulai ada perlawanan balasan dari bibirnya. tanganku segera meremas dadanya yang besar, namun sudah sedikit turun. Ia mendesah dan membalas ciumanku dengan berapi-api. Tangannya meremas kejantananku yang masih terbungkus celana.

Kududukan ia ditepi ranjang. Aku berdiri didepannya. tangannya mulai membuka ikatan pinggang dan ritsluiting celanaku, kemudian menyusup ke balik celana dalamku. Dikeluarkannya kejantananku yang mulai menegang. Dibukanya celanaku seluruhnya hingga bagian bawah tubuhku sudah dalam keadaan polos.

Mulutnya kemudian menciumi kejantananku, sementara tangannya memegang pinggangku dan mengusap kantung zakarku. Lama kelamaan ciumannya berubah menjadi jilatan dan isapan kuat pada kejantananku. Kini ia mengocok kejantananku dengan mengulum kejantananku dan menggerakan mulutnya maju mundur.

Aliran kenikmatan segera saja menjalari seluruh tubuhku. Tangannya menyusup ke bajuku dan memainkan putingku. Kubuka kancing bajuku agar tangannya mudah beraksi di dadaku. Kuremas rambutnya dan pantatkupun bergerak maju mundur menyesuaikan dengan gerakan mulutnya.

Aku tak mau menumpahkan sperma dalam posisi ini. Kuangkat tubuhnya dan kini dia dalam posisi berdiri sementara aku duduk di tepi ranjang. Tanpa kesulitan segera saja kubuka celana panjang dan celana dalamnya. Rambut kemaluannya agak jarang dan berwarna kemerahan.

Kemaluannya terlihat sangat menonjol di sela pahanya, seperti sampan yang dibalikkan. Ia membuka kausnya sehingga sekarang tinggal memakai bra berwarna biru.

Kujilati tubuhnya mulai dari lutut, paha sampai ke lipatan pahanya. Sesekali kusapukan bibirku di bibir vaginanya. Lubang vaginanya terasa sempit ketika lidahku mulai masuk ke dalam vaginanya.

Ia merintih, kepalanya mendongak, tangannya yang sebelah menekan kepalaku sementara tangan satunya meremas rambutnya sendiri. Kumasukan jari tengahku ke dalam lubang vaginanya, sementara lidahku menyerang klitorisnya. Ia memekik perlahan dan kedua tangannya meremas payudaranya sendiri. Tubuhnya melengkung ke belakang menahan kenikmatan yang kuberikan. Ia merapatkan selangkangannya ke kepakalu. Kulepaskan bajuku dan kulempar begitu saja ke lantai.

Akhirnya ia mendorongku sehingga aku terlentang di ranjang dengan kaki masih menjuntai di lantai. Ia berjongkok dan, “Sllruup..”. Kembali ia menjilat dan mencium penisku beberapa saat. Ia naik keatas ranjang dan duduk diatas dadaku menghadapkan vaginanya di mulutku.

Tangannya menarik kepalaku meminta aku agar menjilat vaginanya dalam posisi demikian.

Kuangkat kepalaku dan segera lidahku menyeruak masuk ke dalam liang vaginanya. Tanganku memegang erat pinggulnya untuk membantu menahan kepalaku. Ia menggerakan pantatnya memutar dan maju mundur untuk mengimbangi serangan lidahku.

Gerakannya semakin liar ketika lidahku dengan intens menjilat dan menekan klitorisnya. Ia melengkungkan tubuhnya sehingga bagian kemaluannya semakin menonjol. tangannya kebelakang diletakan di pahaku untuk menahan berat tubuhnya.

Ia bergerak kesamping dan menarikku sehingga aku menindihnya. Kubuka bra-nya dan segera kuterkam gundukan gunung kembar di dadanya. Putingnya yang keras kukulum dan kujilati. Kadang kumisku kugesekan pada ujung putingnya. Mendapat serangan demikian ia merintih “Jokaw, ayo kita lakukan permainan ini, Masukan sekarang..”.

Tangannya menggenggam erat penisku dan mengarahkan ke lubang vaginanya. Beberapa kali kucoba untuk memasukannya tetapi sangat sulit. Sebenarnya sejak kujilati sedari tadi kurasakan vaginanya sudah basah oleh lendirnya dan ludahku, namun kini ketika aku mencoba untuk melakukan penetrasi kurasakan sulit sekali.

Penisku sudah mulai mengendor lagi karena sudah beberapa kali belum juga menembus vaginanya. Aku ingat ada kondom di laci meja, masih tersisa 1 setelah 2 lagi aku pakai tadi malam, barangkali dengan memanfaatkan permukaan kondom yang licin lebih mudah melakukan penetrasi. namun aku ragu untuk mengambilnya, Anis kelihatan sudah di puncak nafsunya dan ia tidak memberikan sinyal untuk memakai kondom.

Kukocokkan penisku sebentar untuk mengencangkannya. Kubuka pahanya selebar-lebarnya. Kuarahkan penisku kembali ke liang vaginanya.
“Jokaw.. Kencangkan dan cepat masukkan,” rintihnya.

Kepala penisku sudah melewati bibir vaginanya. Kudorong sangat pelan. Vaginanya sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis suaminya bisa menembus vaginanya.

Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini. Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong vaginanya. Aku merasa dengan kondisi vaginanya yang sangat sempit maka dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.

Kugulingkan badannya dan kubiarkan dia menindihku. Anis bergerak naik turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya penisku tidak mengecil.

Anis merebahkan tubuhnya, merapat didadaku. Kukulum payudaranya dengan keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan bergerak liar untuk merasakan kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini, dalam kondisi aku dibawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah. Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan tidak berfokus pada permainan ini.

15 menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Anis sudah ingin mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian mencium leher dan telingaku.
“Ouhh.. jokaw, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya suamiku akan kalah, namun kami masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, sebentar lagi.. Aku..”.

Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. Kukencangkan otot penisku dan gerakan tubuh Anispun semakin liar. Akupun mengimbangi dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku.

Kepalanya bergerak kesana kemari. Rambutnya yang hitam lebat acak-acakan. sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. bantal di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan diatas ranjang seperti kapal yang pecah dihempas badai.

Ranjangpun ikut bergoyang mengikutu gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan.
Semenit kemudian..

“Aaggkkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh,” Anis memekik.
Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.

“Ouhh.. An.. Nis. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!”
Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya terlepas. pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.
“Jokaw.. Ouhh Jokaw.. Aku juga..”.

Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. dengan kaki saling mengait aku menahan gerak tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding vaginanya saling berbalasan dengan denyutan dipenisku. Beberapa detik kemudian, kami masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. ketika sisa-sisa denyutan masih terjadi badannya menggetar.

Ia berbaring diatas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari vaginanya. Sebagian sperma mengalir keluar dari vaginanya di atas perutku. Anis berguling ke samping setelah menarik napas panjang.

“Luar biasa kamu Kaw. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. tapi kami sanggup membawaku terbang ke angkasa,” katanya sambil mengelus dadaku.

“Akupun rasanya hampir tidak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain denganmu. Milikmu benar-benar sempit,” kataku balas memujinya.
Memang kalau tadi aku harus bermain diatas, rasanya tak sampai sepuluh menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main genjot saja, teknik bro!

“Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?”
“Nggak ah, asli Indonesia lho..”.

Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dam kaus tanpa lengan.

Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam.
Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku sesekali mencium rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di kepalaku.

“Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?”tanyaku.

“Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya. Aku selalu siap sedia, siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi.

Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya.” katanya enteng.

Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki.

Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku.

Matahari sudah jauh condong ke Barat, sehingga tidak terasa panas. hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku kebalik bajunya dan kuremas dadanya.

“Hmmhh..,” ia bergumam.
“Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin,” kataku.

Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan kamarku.
“I want more, honey!” kataku.

kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Anis di ranjang. Kubuka kausku dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.

Anis mengerti maksudku. Didekatkan kepalanya ke tubuhku dan ditariknya celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang dan keras, siap untuk kembali mendayung sampan.

Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan jariku bibir vaginanya kubuka.

Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam vaginanya yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku.
“Ouhh.. Jokaw.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup Kaw!” ia berteriak.
Aku tidak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya sensasi dingin dari es batu di dalam vaginanya membuatnya sangat terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair dan mulai bercampur dengan lendir vaginanya.

“Jokaw.. Maniak kamu..,” ia masih terus memekik setiap kali potongan es batu kutempelkan ke bagian dalam bibir vagina dan klitorisnya.
Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap menjilati seluruh bagian vaginanya. Kakinya masih meronta, namun ia sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.

Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kuransang dia sampai mendekati puncaknya. yang pasti aku tak mau kalah ketika bermain dengannya.

Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya.
Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan kemudian kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. tangan kanannya memegang kepalaku dan menekannya ke celah pahanya. Tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.

Aku duduk di dadanya. Kini ia yang membrikan kenikmatan pada penisku melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua payudaranya.

Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain disekitar payudaranya. Anis kelihatan tidak sabar lagi dan dengan sebuah gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku dengan menggesekannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati.

Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. kami segera berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya.

Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.
“Jokaw.. Ayo.. Masukk.. Kan!”

Tangannya menggenggam penisku dan mengarahkan ke dalam guanya yang sudah basah. Aku mengikuti saja. Kali ini ia yang mengambil inisiatif untuk membuka lebar-lebar kedua kakinya. Dengan perlahan dan hati-hati kucoba memasukan penisku kedalam liang vaginanya. Masih sulit juga untuk menembus bibir vaginanya. tangannya kemudian membuka bibir vaginanya dan dengan bantuan tanganku maka kuarahkan penisku ke vaginanya.

Begitu melewati bibir vaginanya, maka kurasakan lagi sebuah lorong yang sempit. Perlahan-lahan dengan gerakan maju mundur dan memutar maka beberapa saat kemudian penisku sudah menerobos kedalam liang vaginanya.
Aku bergerak naik turun dengan perlahan sambil menunggu agar pelumasan pada vaginanya lebih banyak. Ketika kurasakan vaginanya sudah lebih licin, maka kutingkatkan tempo gerakanku.

Anis masih bergerak pelan, bahkan cenderung diam dan menungguku untuk melanjutkan serangan berikutnya.

Kupercepat gerakanku dan Anis bergerak melawan arah gerakanku untuk menghasilkan sensasi kenikmatan. Aku menurunkan irama permainan. Kini ia yang bergerak liar. Tangannya memeluk leherku dan bibirnya melumat bibirku dengan ganas. Aku memeluk punggungnya kemudian mengencangkan penisku dan menggenjotnya lagi dengan cepat.

Kubisikkan untuk berganti posisi menjadi doggy style. Ia mendorong tubuhku agar dapat berbaring tengkurap. Pantatnya dinaikkan sedikit dan tangannya terjulur kebelakang menggenggam penisku dan segera menyusupkannya kedalam vaginanya. Kugenjot lagi vaginanya dengan menggerakkan pantatku maju mundur dan berputar. Kurebahkan badanku di atasnya. kami berciuman dengan posisi sama-sama tengkurap, sementara kemaluan kami masih terus bertaut dan melakukan aksi kegiatannya.

Aku menusuk vaginanya dengan gerakan cepat berulang kali. Iapun mendesah sambil meremas sprei. Aku berdiri di atas lututku dan kutarik pinggangnya. Kini ia berada dalam posisi nungging dengan pantat yang disorongkan ke kemaluanku. Setelah hampir sepuluh menit permainan kami yang kedua ini, Anis semakin keras berteriak dan sebentar-bentar mengejang. Vaginanya terasa semakin lembab dan hangat. Kuhentikan genjotanku dan kucabut penisku.

Anis berbalik terlentang dan sebentar kemudian aku naik ke atas tubuhnya dan kembali menggenjot vaginanya. Kusedot putingnya dan kugigit bahunya. Kutarik rambutnya sampai mendongak dan segera kujelajahi daerah sekitar leher sampai telinganya. Ia semakin mendesah dan mengerang dengan keras. Ketika ia mengerang cukup keras, maka segera kututup bibirnya dengan bibirku. Ia menyambut bibirku dengan ciuman yang panas. Lidahnya menyusup ke mulutku dan menggelitik langit-langit mulutku. Aku menyedot lidahnya dengan satu sedotan kuat, melepaskannya dan kini lidahku yang masuk ke dalam rongga mulutnya.

kami berguling sampai Anis berada di atasku. Anis menekankan pantatnya dan peniskupun semakin dalam masuk ke lorong kenikmatannya.
“Ouhh.. Anis,” desahku setengah berteriak.

Anis bergerak naik turun dan memutar. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari pinggulnya, maka penisku seperti disedot sebuah pusaran.

Anis mulai mempercepat gerakannya, dan kusambut dengan irama yang sama. Kini ia yang menarik rambutku sampai kepalaku mendongak dan segera mencium dan menjilati leherku. Hidungnya yang mancung khas Timur Tengah kadang digesekkannya di leherku memberikan suatu sensasi tersendiri.

Anis bergerak sehingga kaki kami saling menjepit. kaki kirinya kujepit dengan kakiku dan demikian juga kaki kiriku dijepit dengan kedua kakinya. dalam posisi ini ditambah dengan gerakan pantatnya terasa nikmat sekali.

Kepalanya direbahkan didadaku dan bibirnya mengecup putingku.
Kuangkat kepalanya, kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Setelah kujilati dan kukecup lehernya kulepaskan tarikan pada rambutnya dan kepalanya turun kembali kemudian bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.

Anis kemudian mengatur gerakannya dengan irama lamban dan cepat berselang-seling. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku masuk terbenam dalam-dalam menyentuh rahimnya.

kakinya bergerak agar lepas dari jepitanku dan kini kedua kakiku dijepit dengan kedua kakinya. Anis menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakan pantatnya maju mundur sambil menekan kebawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku.

Rasanya seperti diurut dan dijepit sebuah benda yang lembut namun kuat. Semakin lama semakin cepat ia menggerakkan pantatnya, namun tidak menghentak-hentak. darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang merambat disekujur tubuhku.

“Ouhh.. Sshh.. Akhh!” Desisannyapun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa iapun akan segera mengakhiri pertarungan ini dan menggapai puncak kenikmatan.
“Tahan Nis, turunkan tempo.. Aku masih lama lagi ingin merasakan nikmatnya bercinta denganmu”.

Aku menggeserkan tubuhku ke atas sehingga kepalaku menggantung di bibir ranjang. Ia segera mengecup dan menciumi leherku. Tak ketinggalan hidungnya kembali ikut berperan menggesek kulit leherku. Aku sangat suka sekali ketika hidungnya bersentuhan dengan kulit leherku.

“Jokaw.. Ouhh.. Aku tidak tahan lagi!” ia mendesah. Kugelengkan kepalaku memberi isyarat untuk bertahan sebentar lagi.

Aku bangkit dan duduk memangku Anis. Penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot PC. Ia semakin cepat menggerakkan pantatnya maju mundur sementara bibirnya ganas melumat bibirku dan tangannya memeluk leherku. Tanganku memeluk pinggangnya dan membantu mempercepat gerakan maju mundurnya. Dilepaskan tangannya dari leherku dan tubuhnya direbahkan ke belakang. Kini aku yang harus bergerak aktif.

Kulipat kedua lututku dan kutahan tubuhnya di bawah pinggangnya. Gerakanku kuatur dengan irama cepat namun penisku hanya setengahnya saja yang masuk sampai beberapa hitungan dan kemudian sesekali kutusukkan penisku sampai mentok.

Ia merintih-rintih, namun karena posisi tubuhnya ia tidak dapat bergerak dengan bebas. Kini aku sepenuhnya yang mengendalikan permainan, ia hanya dapat pasrah dan menikmati.

Kutarik tubuhnya dan kembali kurebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya melotot dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bahuku. Kugulingkan tubuhku, kini aku berada diatasnya kembali.

Kuangkat kaki kanannya ke atas bahu kiriku. Kutarik badannya sehingga selangkangannya dalam posisi menggantung merapat ke tubuhku. Kaki kirinya kujepit di bawah ketiak kananku. Dengan posisi duduk melipat lutut aku menggenjotnya dengan perlahan beberapa kali dan kemudian kuhentakkan dengan keras.

Iapun berteriak dengan keras setiap aku menggenjotnya dengan keras dan cepat. Kepalanya bergerak-gerak dan matanya seperti mau menangis.

Kukembalikan kakinya pada posisi semula.
Aku masih ingin memperpanjang permainan untuk satu posisi lagi.
kakiku keluar dari jepitannya dan ganti kujepit kedua kakinya dengan kakiku. Vaginanya semakin terasa keras menjepit penisku. Aku bergerak naik turun dengan perlahan untuk mengulur waktu. Anis kelihatan sudah tidak sabar lagi. Matanya terpejam dengan mulut setengah terbuka yang terus merintih dan mengerang. Gerakan naik turunku kupercepat dan semakin lama semakin cepat.

Kini kurasakan desakan kuat yang akan segera menjebol keluar lewat lubang penisku. Kukira sudah lebih dari setengah jam lamanya kami bergumul. Akupun sudah puas dengan berbagai posisi dan variasi. Keringatku sudah berbaur dengan keringatnya.

Kurapatkan tubuhku di atas tubuhnya, kulepaskan jepitan kakiku. Betisnya kini menjepit pinggangku dengan kuat. Kubisikan, “OK baby, kini saatnya..”.
Ia memekik kecil ketika pantatku menekan kuat ke bawah. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Ia menyambut gerakan pantatku dengan menaikan pinggulnya. Bibirnya menciumku dengan ciuman ganas dan kemudian sebuah gigitan hinggap pada bahuku.

Satu aliran yang sangat kuat sudah sampai di ujung lubang penisku. Kutahan tekanan penisku ke dalam vaginanya. Gelombang-gelombang kenikmatan terwujud lewat denyutan dalam vaginanya bergantian dengan denyutan pada penisku seakan-akan saling meremas dan balas mendesak.

Denyut demi denyutan, teriakan demi teriakan dan akhirnya kami bersama-sama sampai ke puncak sesaat kemudian setelah mengeluarkan teriakan keras dan panjang.

“Anis.. Ouhh.. Yeaahh!!”
“Ahhkk.. Lakukan Jokaw.. Sekarang!!”

Akhirnya aliran yang tertahan sejak tadipun memancar dengan deras di dalam vaginanya. Kutekan penisku semakin dalam di vaginanya. Tubuhnya mengejang dan pantatnya naik. Ia mempererat jepitan kakinya dan pelukan tangannya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan tangannya menekan kepalaku di atas dadanya. Ketika dinding vaginanya berdenyut, maka kubalas dengan gerakan otot PC-ku. Iapun kembali mengejang dan bergetar setiap otot PC-ku kugerakkan.

Napas dan kata-kata penuh kenikmatan terdengar putus-putus, dan dengan sebuah tarikan napas panjang aku terkulai lemas di atas tubuhnya. kami masih saling mengecup bibir dan keadaan kamarpun menjadi sunyi, tidak ada suara yang terdebgar. hanya ada napas yang panjang tersengal-sengal yang berangsur-angsur berubah menjadi teratur.

Lima belas menit kemudian kami berdua sudah bermain dengan busa sabun di kamar mandi. Kami saling menyabuni dengan sesekali melakukan cumbuan ringan. Setelah mandi barulah kami merasa lapar setelah dua ronde kami lalui. Sambil makan Anis menelpon familinya, kalau malam ini ia tidak pulang dengan alasan menginap di rumah temannya. Tentu saja ia tidak bilang kalau temannya adalah seorang laki-laki bernama Jokaw.

Malam itu dan malam berikutnya tentu saja tidak kami lewatkan dengan sia-sia. Mandi keringat, mandi kucing, mandi basah dan tentunya mandi kenikmatan menjadi acara kami berdua.

Esoknya setelah mengecek ke agen Merpati ternyata aku masih mendapat seat penerbangan ke kota propinsi, seat terakhir lagi. Ketika chek out dari hotel kusisipkan selembar dua puluh ribuan ke tangan security temanku. Ia tersenyum.

“Terima kasih Pak,” katanya sambil menyambut tasku dan membawakan ke mobil.

“Kapan kesini lagi, Pak? kalau Anis nggak ada, nanti akan saya carikan Anis yang lainnya lagi,” bisiknya ketika sudah berangkat ke bandara.
Anis mengantarku sampai ke bandara dan sebelum turun dari mobil kuberikan kecupan mesra di bibirnya. Sopir mobil hotel hanya tersenyum melihat tingkah kami.

Setahun kemudian aku kembali lagi ke kota itu dan ternya Anis tidak berada di kota itu lagi. Ketika kutelpon ke nomor yang diberikannya, penerima telepon menyatakan tidak tahu dimana sekarang Anis berada. Dengan bantuan security temanku maka aku mendapatkan perempuan lainnya, orang Jawa Tinur. Lumayan, meskipun kenikmatan yang diberikannya masih di bawah Anis.
Setelah bertemu dengan para pejabat yang berwenang dan mengutarakan tujuan kedatangan kami, maka Direktur tersebut pulang terlebih dahulu karena masih ada urusan lain di Jakarta. Tinggalah aku disana mengurus semua perijinan sendirian saja.

Amung

Label