Pages

Saturday, September 11, 2010

Bocah SD dan Gadis smu

Cerita ini bermula dari waktu saya masih berumur kurang lebih 10 sampai 13 tahun. Persisnya saya sudah lupa. Waktu itu saya mempunyai teman bernama Alex. Alex tinggal dengan keluarganya tidak jauh dari tempat saya tinggal. Alex mempunyai seorang kakak perempuan bernama Mona. Umurnya 4-5 tahun lebih tua dari kami, jadi waktu itu saya dan Alex masih SD kelas 5, sedangkan dia sudah SMA.

Mona ini orangnya seksi sekali. Bukan berarti dia sering pakai baju seksi atau bicara yang nyerempet-nyerempet hal begituan, tapi tidak tahu kenapa kalau saya sedang berada dalam satu ruangan dengan dia, selalu pikiran saya membayangkan hal-hal yang erotik tentang dia yang saya tidak pernah terpikirkan sama wanita lain.

Tubuhnya sebetulnya biasa-biasa saja, tidak terlalu tinggi, tapi proporsional. Dan kalau orang sekarang bilang, body-nya bahenol dan tetap jelas lekuk-lekuk tubuhnya tampak bila dia berpakaian. Rambutnya panjang sebahu dengan payudara yang sedikit lebih besar dari rata-rata, dan mengacung ke atas.

Suatu ketika saya sedang main ke rumah Alex, Ayah Mona sedang membetulkan mobilnya di kebun depan rumah Mona. Kami semua berada di situ melihat ke dalam mesin mobil tersebut. Saya berdiri persis kebetulan di sebelah Mona. Dia berada di sebelah kanan saya. Pada waktu itu Mona memakai baju jenis baju tidur, berbentuk celana pendek dan baju atasan. Warnanya biru muda sekali sampai hampir putih dengan gambar hiasan bunga-bunga kecil yang juga berwarna biru muda.

Lengan bajunya lengan buntung, dan pas di pinggir lengan bajunya di hiasi renda-renda berwarna putih manis. Bajunya karena itu pakaian tidur jadi bentuknya longgar dan lepas di bagian pinggangnya. Bagian bawahnya berupa celana pendek longgar juga, sewarna dengan bagian atasnya dengan bahan yang sama.

Semua melihat ke dalam mesin mobil sehingga tidak ada yang melihat ke arah saya. Pada saat itu lah saya melirik ke arah Mona dan melihat payudara Mona dari celah bawah ketiaknya. Perlu diingat bahwa tinggi badan saya pada umur itu persis sepayudara Mona. Dia tidak menggunakan BH waktu itu. Puting susunya yang coklat dan mengacung kelihatan dengan jelas dari celah itu karena potongan lengan bajunya yang kendor. Hampir seluruh payudara Mona yang sebelah kiri dapat kelihatan seluruhnya. Tentu saja dia tidak sadar akan hal itu.

Suatu ketika ada juga saat dimana kami sedang bersama-sama melihat TV di ruang tamu. Saya duduk di sofa untuk satu orang yang menghadap langsung ke TV. Dan Mona duduk di sofa panjang di bagian sebelah kiri dari TV di depan kiri saya. Saya dapat langsung melihat TV, tapi untuk orang yang duduk di sofa panjang itu harus memutar badannya ke kiri untuk melihat TV, karena sofa panjang tersebut menghadap ke arah lain.

Mona akhirnya memutuskan untuk berbaring telungkup sambil melihat TV karena dalam posisi tersebut lebih mudah. Dia memakai baju tidur berupa kain sejenis sutera putih yang bahannya sangat lemas, sehingga selalu mengikuti lekuk tubuhnya. Baju tidur ini begitu pendek sehingga hanya cukup untuk menutupi pantat Mona. Bagian atasnya begitu kendor sehingga setiap kali tali bahunya selalu jatuh ke lengan Mona dan dia harus berulang-ulang membetulkannya.

Dalam posisi telungkup begitu baju tidurnya pun tersingkap sedikit ke atas dan menampakkan vagina Mona dari belakang. Kebetulan saya duduk di bagian yang lebih ke belakang dari pada Mona, jadi saya dapat melihat langsung dengan bebasnya. Semakin dia bergerak, semakin bajunya tersingkap ke atas pinggulnya. Mona pada saat itu tidak memakai pakaian dalam sama sekali, karena kebetulan rumah sedang sepi dan sebetulnya itu waktu tidur siang.

Kadang-kadang pahanya merenggang dan vaginanya lebih jelas kelihatan lagi. Mona agaknya tidak perduli kalau saat itu saya sedang berada di situ juga. Sesekali dia bangun untuk ke dapur mengambil minum, dan sekali ini tali bajunya turun lagi ke lengannya dan menampakkan sebagian payudara kiri Mona. Kali ini dia tidak membetulkannya dan berjalan terus ke arah dapur.

Karena banyak bergerak dan membungkuk untuk mengambil sesuatu di dapur, akhirnya payudara kirinya betul-betul tumpah keluar dan betul-betul kelihatan seluruhnya. Sambil berjalan balik dari dapur, Mona tidak kelihatan perduli dan membiarkan payudara kirinya tetap tergantung bebas. Sesekali dia betulkan, tapi karena memang baju tidurnya yang belahan dadanya terlalu rendah, akhirnya turun lagi dan turun lagi. Dan setiap kali payudaranya selalu meledak keluar dari balik bajunya, kalau tidak yang sebelah kanan yang sebelah kiri. Mona tetap kelihatan seperti tidak terjadi apa-apa, walaupun satu payudara terbuka bebas seperti itu.

Mona kembali berbaring telungkup di sofa panjang melihat ke arah TV. Sekarang payudara kanannya yang tergantung bebas tanpa penutup. Setelah beberapa lama dan menggeser-geser posisinya di atas sofa, sekarang baju tidurnya sudah tidak rapi dan terangkat sampai ke pinggulnya lagi. Karena posisi pahanya yang sekarang tertutup, saya hanya dapat melihat sebagian bawah pantat Mona yang mulus dan sexy.

Mona menggeser posisinya lagi, dan sekarang tali baju yang sebelah kiri turun. Sekarang kedua payudaranya bebas menggantung di tempatnya tanpa penutup. Dari posisi saya tentunya hanya dapat melihat yang bagian kanannya karena saya duduk di bagian kanan. Mona balik lagi ke dapur untuk yang kesekian kalinya mengambil minum dan tetap membiarkan payudaranya terbuka dengan bebas. Dan balik lagi telungkup melihat TV.

Saya mencoba mengajaknya mengobrol dalam posisi itu. Tentu saja tidak mungkin karena dia menghadap ke arah TV. Pertama-tama dia ketahuan sedang malas diajak ngobrol dan hanya terlihat ingin melihat TV. Karena saya tetap bertanya-tanya ini itu ke dia, akhirnya dia pun mulai menanggapi saya.

Suatu ketika karena dia harus menghadap saya tetapi malas duduk, akhirnya dia membalikkan diri ke arah kanan untuk menghadap ke saya. Pada saat itu lah vaginanya terlihat dengan sempurna terpajang menghadap saya. Perlu diketahui, payudara Mona masih tetap tergantung bebas dan padat tanpa penutup karena dia tidak repot-repot lagi membetulkan letak tali bajunya.

Baju tidur Mona terangkat lagi sampai ke pinggul. Dan dia tetap ngobrol seperti seakan-akan tidak terjadi apa-apa. Cukup lama juga kami ngobrol dengan posisi dia seperti itu. Kadang-kadang malah kakinya mengangkang menampakkan vaginanya. Dan dia tetap bersikap seakan-akan tidak ada apa-apa dan tetap berbicara biasa.

Akhirnya saya tidak kuat lagi. Suatu saat, pada saat dia mengambil makanan dari atas meja dan posisinya membelakangi saya, vagina Mona mengintip dari celah pahanya dari belakang tepat 1-2 meter di depan wajah saya. Saya buka retslueting saya yang dari tadi sudah berisi penis yang sudah keras tidak kepalang tanggung, dan mengeluarkannya dari celana dalam saya.

Dari belakang saya menghampiri Mona perlahan. Pada saat ini dia masih belum tahu dan masih tetap memilih-milih makanan, sampai terasa ada tangan yang memegang kedua payudaranya dari belakang dan merasakan ada benda panjang, besar dan hangat menyentuh-nyentuh di sela-sela paha dan belahan pantatnya.

Mona terkejut. Saya tetap meremas dan memainkan kedua payudara Mona dengan kedua tangan saya dan mulai perlahan-lahan menyelipkan penis saya ke dalam vaginanya. Vagina Mona selalu basah dari pertama karena dia dapat menjaga situasi dirinya sehingga tetap basah walaupun pada saat-saat dia tidak nafsu untuk bermain sex. Penis saya masuk ke dalam Vagina Mona dari belakang. Mona melenguh tanpa dapat berbuat apa-apa karena semuanya berlangsung begitu cepat. Tangannya bertumpu ke atas meja makan.

Mungkin dia bertanya-tanya juga dalam hati, ini anak SD tapi nafsunya sudah seperti orang dewasa. Saya mulai membuat gerakan maju mundur sambil tangan saya masih meremas-remas payudaranya. Mona terdorong-dorong ke meja makan di depannya, payudaranya bergoyang-goyang seirama dengan dorongan penis saya ke dalam vaginanya. Kaki Mona dalam posisi berdiri mengangkang membelakangi saya.

Akhirnya saya klimaks. Sperma demi sperma menyemprot dengan kuatnya ke dalam vagina Mona, sebagian meleleh keluar dari dalam vagina ke bagian paha dalam Mona yang masih berdiri mengangkang membelakangi saya. Setelah semprotan terakhir di dalam vagina Mona, kami masih berdiri lemas tanpa merubah posisi. Kepala saya lunglai ke depan, kepala Mona juga, napas kami terengah-engah, dan keringat banjir membasahi tubuh kami.

Akhirnya saya menarik penis saya keluar dari vagina Mona, dan kembali memasukkannya ke dalam celana dalam dan menarik kembali retslueting ke atas. Mona masih terengah-engah dalam posisi yang belum berubah bertumpu dengan kedua tangan ke atas meja makan. Vagina dan belahan pantatnya masih terpajang bebas bergerak seirama dengan desah napasnya.

Saya kembali duduk di depan TV, dan Mona kembali ke sofa panjang tempat tadi dia berbaring, tapi sekarang dia tidak telungkup, melainkan duduk tanpa membetulkan letak dan posisi bajunya atau membersihkan bekas-bekas sperma dan keringat yang ada di sekujur tubuhnya.

Mona duduk bersandar rileks dan vaginanya terlihat terpajang dengan jelas karena posisi duduknya yang terbuka lumayan lebar. Matanya setengah terpejam tergolek di atas sandaran sofa. Tangannya lunglai di samping badannya. Napasnya masih terengah-engah. Dia melirik sedikit ke arah saya dan tersenyum. Saya pun tersenyum nakal padanya bagaikan normalnya anak umur 13 tahun. Dan dia berdiri berjalan masuk menuju ke kamar tidurnya.

Mona ini kalau lagi merasa sendirian di rumah memang betul-betul cuek. Pada saat lain dimana saya sedang main ke rumah Alex tapi Alexnya belum pulang sekolah, Mona kerap kali memakai baju semaunya dan sangat minim tanpa repot-repot pakai pakaian dalam. Kadang-kadang hanya memakai T-shirt sebatas pantat yang kebesaran dan longgar tanpa pakai apa-apa lagi, dan sudah kebiasaan Mona kalau duduk posisinya tidak rapi, sehingga pinggul dan selangkangannya seringkali merenggang dan menampakkan vaginanya yang segar dan basah.

Kadang-kadang dia hanya memakai gaun tidur putih ‘backless’ tipisnya yang mini dengan belahan dada rendah sebatas puting, sehingga puting susunya seringkali nampak mengintip keluar. Atau mondar-mandir hanya memakai kimono handuk hijau mudanya sebatas paha. Dan kalau pakai kimono begitu dibiarkannya tali pinggangnya tidak diikat hingga bagian depannya tubuhnya terbuka. Jalan ke dapur atau duduk nonton TV di sofa tanpa membenarkan letak kimononya, atau makan siang setengah telanjang. Dan Mona sudah biasa begitu jika merasa tidak ada orang di rumah. Vaginanya selalu bebas tanpa penutup.

Ada kalanya dimana dia baru pulang sekolah dan masih berbaju SMA putih abu-abu. Semasuknya di rumah yang pertama dilepas adalah celana dalam dan BH-nya dulu. Dan itu dilakukannya dengan ekspresi seperti dia sedang melepas sepatu dan kaos kakinya, yaitu di ruang tamu, dan di depan mata saya.

Pernah celana dalam dan BH-nya dilempar ke arah wajah saya sambil dia tertawa bercanda, atau biasanya dilemparkan saja semaunya di lantai. Terus biasanya dia kemudian makan siang sambil nonton TV dengan baju OSIS SMA-nya ditambah payudaranya yang montok padat berisi dan terkocok-kocok jika Mona bergerak dengan puting susunya yang tercetak jelas. Biasanya penis saya perlahan-lahan mengeras.

Kalau lagi tidak tahan, tanpa basa basi saya buka retslueting celana, keluarkan penis, angkat rok SMA-nya sampai ke pinggang, tidak perduli dia sedang melakukan apa dan memasukkan penis saya tanpa minta ijin dia dulu. Biasanya sih dia kaget, tapi tidak berkata apa-apa sambil mulai menikmati gerakan penis saya mengaduk-ngaduk vaginanya.

Setelah sperma saya tumpah di dalam, dia pun kembali meneruskan apapun aktivitasnya yang sempat terhenti oleh sodokan penis saya. Malah seringkali sepertinya aktivitas Mona tidak terganggu dengan adanya gesekan penis tegang dalam vaginanya. Karena pernah suatu waktu dia masak di dapur dengan telanjang bulat karena mungkin pikirnya tidak ada orang di rumah.

Selagi dia masih menghadap ke arah kompor, pelan-pelan dari belakang saya menghampiri dengan penis teracung. Perlahan-lahan saya selipkan penis berat saya yang sudah keras di antara celah selangkangannya dari belakang.
Dia kaget dan menengok sebentar, dengan suaranya yang khas dan nada cuek biasanya dia hanya bilang, “Eh kamu..!”
Kemudian secara refleks dia melebarkan posisi antara kedua kakinya, sedikit menunggingkan pantatnya dan membiarkan saya bermain dengan payudaranya dan melanjutkan memasukkan penis saya dari belakang dan menyantapnya sampai selesai.

Memang karena badan saya yang masih setinggi bahunya, setiap kali saya harus naik ke kursi agar dapat memasukkan penis saya ke dalam vagina Mona. Dan itu saya lakukan ‘anytime-anywhere’ di rumahnya selama hanya ada Mona sendiri di rumah.

Sepertinya Mona begitu merangsang karena pakaiannya dan cara dia menempatkan posisi tubuhnya yang seakan-akan selalu menyediakan vaginanya yang segar, bersih, sehat, basah dan berlendir itu 24 jam buat limpahan sperma dari penis saya yang bersih, besar, berat dan panjang (walaupun waktu itu saya masih di bawah umur) ini di dalamnya. Mungkin ini yang membedakan dia dengan remaja-remaja perempuan lainnya.

Gairah Ibu Mertua

Perkenalkan dulu namaku Tomy. Sudah satu minggu ini akau berada di rumah sendirian. Istriku, Riris, sedang ditugaskan dari kantor tempatnya bekerja untuk mengikuti suatu pelatihan yang dilaksanakan di kota lain selama dua minggu. Terus terang saja aku jadi kesepian juga rasanya. Kalau mau tidur rasanya kok aneh juga, kok sendirian dan sepi, padahal biasanya ada istri di sisiku. Memang perkimpoian kami belum dikaruniai anak. Maklum baru 1 tahun berjalan. Karena sendirian itu, dan maklum karena otak laki-laki, pikirannya jadi kemana-mana.

Aku teringat peristiwa yang aku alami dengan ibu mertuaku. Ibu mertuaku memang bukan ibu kandung istriku, karena ibu kandung Riris telah meninggal dunia. Ayah mertuaku kemudian kimpoi lagi dengan ibu mertuaku yang sekarang ini dan kebetulan tidak mempunyai anak. Ibu mertuaku ini umurnya sekitar 40 tahun, wajahnya ayu, dan tubuhnya benar-benar sintal dan padat sesuai dengan wanita idamanku. Buah dadanya besar sesuai dengan pinggulnya. Demikian juga pantatnya juga bahenol banget. Aku sering membayangkan ibu mertuaku itu kalau sedang telentang pasti vaginanya membusung ke atas terganjal pantatnya yang besar itu. Hemm, sungguh menggairahkan.

Peristiwa itu terjadi waktu malam dua hari sebelum hari perkawainanku dengan Riris. Waktu itu aku duduk berdua di kamar keluarga sambil membicarakan persiapan perkimpoianku. Mendadak lampu mati. Dalam kegelapan itu, ibu mertuaku (waktu itu masih calon) berdiri, saya pikir akan mencari lilin, tetapi justru ibu mertuaku memeluk dan menciumi pipi dan bibirku dengan lembut dan mesra. Aku kaget dan melongo karena aku tidak mengira sama sekali diciumi oleh calon ibu mertuaku yang cantik itu.

Hari-hari berikutnya aku bersikap seperti biasa, demikian juga ibu mertuaku. Pada saat-saat aku duduk berdua dengan dia, aku sering memberanikan diri memandang ibu mertuaku lama-lama, dan dia biasanya tersenyum manis dan berkata, “Apaa..?, sudah-sudah, ibu jadi malu”.

Terus terang saja aku sebenarnya merindukan untuk dapat bermesraan dengan ibu mertuaku itu. Aku kadang-kadang sagat merasa bersalah dengan Riris istriku, dan juga ayahku mertua yang baik hati. Kadang-kadang aku demikian kurang ajar membayangkan ibu mertuaku disetubuhi ayah mertuaku, aku bayangkan kemaluan ayah mertuaku keluar masuk vagina ibu mertuaku, Ooh alangkah…! Tetapi aku selalu menaruh hormat kepada ayah dan ibu mertuaku. Ibu mertuaku juga sayang sama kami, walaupun Riris adalah anak tirinya.

Pagi-pagi hari berikutnya, aku ditelepon ibu mertuaku, minta agar sore harinya aku dapat mengantarkan ibu menengok famili yang sedang berada di rumah sakit, karena ayah mertuaku sedang pergi ke kota lain untuk urusan bisnis. Aku sih setuju saja. Sore harinya kami jadi pergi ke rumah sakit, dan pulang sudah sehabis maghrib. Seperti biasa aku selalu bersikap sopan dan hormat pada ibu mertuaku.

Dalam perjalan pulang itu, aku memberanikan diri bertanya, “Bu, ngapain sih dulu ibu kok cium Tomy?”.

“Aah, kamu ini kok maih diingat-ingat juga siih”, jawab ibuku sambil memandangku.

“Jelas dong buu…, Kan asyiik”, kataku menggoda.

“Naah, tambah kurang ajar thoo, Ingat Riris lho Tom…, Nanti kedengaran ayahmu juga bisa geger lho Tom”.

“Tapii, sebenarnya kenapa siih bu…, Tomy jadi penasaran lho”.

“Aah, ini anak kok nggak mau diem siih, Tapi eeh…, anu…, Tom, sebenarnya waktu itu, waktu kita jagongan itu, ibu lihat tampangmu itu kok ganteng banget. Hidungmu, bibirmu, matamu yang agak kurang ajar itu kok membuat ibu jadi gemes banget deeh sama kamu. Makanya waktu lampu mati itu, entah setan dari mana, ibu jadi pengin banget menciummu dan merangkulmu. Ibu sebenarnya jadi malu sekali. Ibu macam apa kau ini, masa lihat menantunya sendiri kok blingsatan”.



“Mungkin, setannya ya Tomy ini Bu…, Saat ini setannya itu juga deg-degan kalau lihat ibu mertuanya. Ibu boleh percaya boleh tidak, kadang-kadang kalau Tomy lagi sama Riris, malah bayangin Ibu lho. Bener-bener nih. Sumpah deh. Kalau Ibu pernah bayangin Tomy nggak kalau lagi sama Bapak”, aku semakin berani.

“aah nggak tahu ah…, udaah…, udaah…, nanti kalau keterusan kan nggak baik. Hati-hati setirnya. Nanti kalau nabrak-nabrak dikiranya nyetir sambil pacaran ama ibu mertuanya. Pasti ibu yang disalahin orang, Dikiranya yang tua niih yang ngebet”, katanya.

“Padahal dua-duanya ngebet lo Bu. Buu, maafin Tomy deeh. Tomy jadi pengiin banget sama ibu lho…, Gimana niih, punya Tomy sakit kejepit celana nihh”, aku makin berani.

“Aduuh Toom, jangan gitu dong. Ibu jadi susah nih. Tapi terus terang aja Toom.., Ibu jadi kayak orang jatuh cinta sama kamu.., Kalau udah begini, udah naik begini, ibu jadi pengin ngeloni kamu Tom…, Tom kita cepat pulang saja yaa…, Nanti diterusin dirumah…, Kita pulang ke rumahmu saja sekarang…, Toh lagi kosong khan…, Tapi Tom menggir sebentar Tom, ibu pengen cium kamu di sini”, kata ibu dengan suara bergetar.

ooh aku jadi berdebar-debar sekali. Mungkin terpengaruh juga karena aku sudah satu minggu tidak bersetubuh dengan istriku. Aku jadi nafsu banget. Aku minggir di tempat yang agak gelap. Sebenarnya kaca mobilku juga sudah gelap, sehingga tidak takut ketahuan orang. Aku dan ibu mertuaku berangkulan, berciuman dengan lembut penuh kerinduan. Benar-benar, selama ini kami saling merindukan.

“eehhm…, Toom ibu kangen banget Toom”, bisik ibu mertuaku.

“Tomy juga buu”, bisikku.

“Toom…, udah dulu Tom…, eehmm udah dulu”, napas kami memburu.

“Ayo jalan lagi…, Hati-hati yaa”, kata ibu mertuaku.

“Buu penisku kejepit niih…, Sakit”, kataku.

“iich anak nakal”, Pahaku dicubitnya.

“Okey…, buka dulu ritsluitingnya”, katanya.

Cepat-cepat aku buka celanaku, aku turuni celana dalamku. Woo, langsung berdiri tegang banget. Tangan kiri ibu, aku tuntun untuk memegang penisku.

“Aduuh Toom. Gede banget pelirmu…, Biar ibu pegangin, Ayo jalan. Hati-hati setirnya”.

Aku masukkan persneling satu, dan mobil melaju pulang. Penisku dipegangi ibu mertuaku, jempolnya mengelus-elus kepala penisku dengan lembut. Aduuh, gelii… nikmat sekali. Mobil berjalan tenang, kami berdiam diri, tetapi tangan ibu terus memijat dan mengelus-elus penisku dengan lembut.

Sampai di rumahku, aku turun membuka pintu, dan langsung masuk garasi. Garasi aku tutup kembali. Kami bergandengan tangan masuk ke ruang tamu. Kami duduk di sofa dan berpandangan dengan penuh kerinduan. Suasana begitu hening dan romantis, kami berpelukan lagi, berciuman lagi, makin menggelora. Kami tumpahkan kerinduan kami. Aku ciumi ibu mertuaku dengan penuh nafsu. Aku rogoh buah dadanya yang selalu aku bayangkan, aduuh benar-benar besar dan lembut.



“Buu, Tomy kangen banget buu…, Tomy kangen banget”.

“Aduuh Toom, ibu juga…, Peluklah ibu Tom, peluklah ibu” nafasnya semakin memburu.

Matanya terpejam, aku ciumi matanya, pipinya, aku lumat bibirnya, dan lidahku aku masukkan ke mulutnya. Ibu agak kaget dan membuka matanya. Kemudian dengan serta-merta lidahku disedotnya dengan penuh nafsu.

“Eehhmm.., Tom, ibu belum pernah ciuman seperti ini…, Lagi Tom masukkan lidahmu ke mulut ibu”

Ibu mendorongku pelan, memandangku dengan mesra. Dirangkulnya lagi diriku dan berbisik, “Tom, bawalah Ibu ke kamar…, Enakan di kamar, jangan disini”.

Dengan berangkulan kami masuk ke kamar tengah yang kosong. Aku merasa tidak enak di tempat tidur kami. Aku merasa tidak enak dengan Riris apabila kami memakai tempat tidur di kamar kami.

“Bu kita pakai kamar tengah saja yaa”.

“Okey, Tom. Aku juga nggak enak pakai kamar tidurmu. Lebih bebas di kamar ini”, kata ibu mertuaku penuh pengertian. Aku remas pantatnya yang bahenol.

“iich.., dasar anak nakal”, ibu mertuaku merengut manja.

Kami duduk di tempat tidur, sambil beciuman aku buka pakaian ibu mertuaku. Aku sungguh terpesona dengan kulit ibuku yang putih bersih dan mulus dengan buah dadanya yang besar menggantung indah. Ibu aku rebahkan di tempat tidur. Celana dalamnya aku pelorotkan dan aku pelorotkan dari kakinya yang indah. Sekali lagi aku kagum melihat vagina ibu mertuaku yang tebal dengan bulunya yang tebal keriting. Seperti aku membayangkan selama ini, vagina ibu mertuaku benar menonjol ke atas terganjal pantatnya yang besar. Aku tidak tahan lagi memandang keindahan ibu mertuaku telentang di depanku. Aku buka pakaianku dan penisku sudah benar-benar tegak sempurna. Ibu mertuaku memandangku dengan tanpa berkedip. Kami saling merindukan kebersamaan ini. Aku berbaring miring di samping ibu mertuaku. Aku ciumi, kuraba, kuelus semuanya, dari bibirnya sampai pahanya yang mulus.

Aku remas lembut buah dadanya, kuelus perutnya, vaginanya, klitorisnya aku main-mainkan. Liangnya vaginanya sudah basah. Jariku aku basahi dengan cairan vagina ibu mertuaku, dan aku usapkan lembut di clitorisnya. Ibu menggelinjang keenakan dan mendesis-desis. Sementara peliku dipegang ibu dan dielus-elusnya. Kerinduan kami selama ini sudah mendesak untuk ditumpahkan dan dituntaskan malam ini. Ibu menggeliat-geliat, meremas-remas kepalaku dan rambutku, mengelus punggungku, pantatku, dan akhirnya memegang penisku yang sudah siap sedia masuk ke liang vagina ibu mertuaku.

“Buu, aku kaangen banget buu…, Tomyy kanget banget…, Tomy anak nakal buu..”, bisikku.

“Toom…, ibu juga. sshh…, masukin Toom…, masukin sekarang…, Ibu sudah pengiin banget Toom, Toomm…”, bisik ibuku tersengal-sengal. Aku naik ke atas ibu mertuaku bertelakn pada siku dan lututku.

Tangan kananku mengelus wajahnya, pipinya, hidungnya dan bibir ibu mertuaku. Kami berpandangan. Berpandangan sangat mesra. Penisku dituntunnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Ditempelkannya dan digesek-gesekan di bibir vaginanya, di clitorisnya. Tangan kirinya memegang pantatku, menekan turun sedikit dan melepaskan tekanannya memberi komando penisku.

Kaki ibu mertuaku dikangkangnya lebar-lebar, dan aku sudah tidak sabar lagi untuk masuk ke vagina ibu mertuaku. Kepala penisku mulai masuk, makin dalam, makin dalam dan akhirnya masuk semuanya sampai ke pangkalnya. Aku mulai turun naik dengan teratur, keluar masuk, keluar masuk dalam vagina yang basah dan licin. Aduuh enaak, enaak sekali.

“Masukkan separo saja Tom. Keluar-masukkan kepalanya yang besar ini…, Aduuh garis kepalanya enaak sekali”.

Nafsu kami semakin menggelora. Aku semakin cepat, semakin memompa penisku ke vagina ibu mertuaku. “Buu, Tomy masuk semua, masuk semua buu”

“Iyaa Toom, enaak banget. Pelirmu ngganjel banget. Gede banget rasane. Ibu marem banget” kami mendesis-desis, menggeliat-geliat, melenguh penuh kenikmatan. Sementara itu kakinya yang tadi mengangkang sekarang dirapatkan.

Aduuh, vaginanya tebal banget. Aku paling tidak tahan lagi kalau sudah begini. Aku semakin ngotot menyetubuhi ibu mertuaku, mencoblos vagina ibu mertuaku yang licin, yang tebal, yang sempit (karena sudah kontraksi mau puncak). Bunyinya kecepak-kecepok membuat aku semakin bernafsu. Aduuh, aku sudah tidak tahan lagi.



“Buu Tomy mau keluaar buu…, Aduuh buu.., enaak bangeet”.

“ssh…, hiiya Toom, keluariin Toom, keluarin”.

“Ibu juga mau muncaak, mau muncaak…, Toomm, Tomm, Teruss Toomm”, Kami berpagutan kuat-kuat. Napas kami terhenti. Penisku aku tekan kuat-kuat ke dalam vagina ibu mertuaku.

Pangkal penisku berdenyut-denyut. menyemprotlah sudah spermaku ke vagina ibu mertuaku. Kami bersama-sama menikmati puncak persetubuhan kami. Kerinduan, ketegangan kami tumpah sudah. Rasanya lemas sekali. Napas yang tadi hampir terputus semakin menurun.

Aku angkat badanku. Akan aku cabut penisku yang sudah menancap dari dalam liang vaginanya, tetapi ditahan ibu mertuaku.

“Biar di dalam dulu Toom…, Ayo miring, kamu berat sekali. Kamu nekad saja…, masa’ orang ditindih sekuatnya”, katanya sambil memencet hidungku. Kami miring, berhadapan, Ibu mertuaku memencet hidungku lagi, “Dasar anak kurang ajar…, Berani sama ibunya.., Masa ibunya dinaikin, Tapi Toom…, ibu nikmat banget, ‘marem’ banget. Ibu belum pernah merasakan seperti ini”.

“Buu, Tomy juga buu. Mungkin karena curian ini ya buu, bukan miliknya…, Punya bapaknya kok dimakan. Ibu juga, punya anakya kok ya dimakan, diminum”, kataku menggodanya.

“Huush, dasar anak nakal.., Ayo dilepas Toom.., Aduuh berantakan niih Spermamu pada tumpah di sprei, Keringatmu juga basahi tetek ibu niih”.

“Buu, malam ini ibu nggak usah pulang. Aku pengin dikelonin ibu malam ini. Aku pengin diteteki sampai pagi”, kataku.

“Ooh jangan cah bagus…, kalau dituruti Ibu juga penginnya begitu. Tapi tidak boleh begitu. Kalau ketahuan orang bisa geger deeh”, jawab ibuku.

“Tapi buu, Tomy rasanya emoh pisah sama ibu”.

“Hiyya, ibu tahu, tapi kita harus pakai otak dong. Toh, ibu tidak akan kabur.., justru kalau kita tidak hati-hati, semuanya akan bubar deh”.

Kami saling berpegangan tangan, berpandangan dengan mesra, berciuman lagi penuh kelembutan. Tiada kata-kata yang keluar, tidak dapat diwujudkan dalam kata-kata. Kami saling mengasihi, antara ibu dan anak, antara seorang pria dan seorang wanita, kami tulus mengasihi satu sama lain.

Malam itu kami mandi bersama, saling menyabuni, menggosok, meraba dan membelai. Penisku dicuci oleh ibu mertuaku, sampai tegak lagi.

“Sudaah, sudaah, jangan nekad saja. Ayo nanti keburu malam”.

Malam itu sungguh sangat berkesan dalam hidupku. Hari-hari selanjutnya berjalan normal seperti biasanya. Kami saling menjaga diri. Kami menumpahkan kerinduan kami hanya apabila benar-benar aman. Tetapi kami banyak kesempatan untuk sekedar berciuman dan membelai. Kadang-kadang dengan berpandangan mata saja kami sudah menyalurkan kerinduan kami. Kami semakin sabar, semakain dewasa dalam menjaga hubungan cinta-kasih kami.

Aku Diperkosa Anakku

Namaku Ibu Ida (Nama Samaran), sekarang (Th 2008) usiaku 51 tahun, PNS di kota Bandung, Anakku yang pertama, laki-laki lahir tahun 1979 ….namanya Hendi.
Anakku yang kedua, perempuan lahir tahun 1981…namanya Wina.
Anakku yang ketiga, perempuan lahir tahun 1984…namanya Dewi.
Pada tahun 1990 aku dan suamiku bercerai, ketiga anak-anakku ikut bersamaku.. kehidupan kami pada sa’at itu tidak ada masalah terutama dari segi ekonomi, karena selain aku bekerja sebagai PNS, orang tuaku meninggalkan warisan cukup besar, sampai aku bisa mempunyai rumah sendiri, bisa beli mobil, perabotan rumah tangga yang lux, dan sisanya aku depositokan.
Sampai akhirnya anakku yang kedua…Wina, pada tahun 2002 menikah, selang beberapa bulan anakku yang pertama..Hendi diterima bekerja di ******** yang cukup ternama di kota Bandung…., setelah beberapa bulan dia menganggur setamat kuliahnya, DIII jurusan ******
Pada tahun 2004, anakku yang bungsu..Dewi menikah, …sejak sa’at itu aku tinggal hanya berdua dengan anakku yang pertama…Hendi, Aku sering menggonjak Hendi “Hen..lihat adikmu semua sudah menikah…..kapan kamu nikah ???”….Hendi selalu cuek saja, malahan kelihatannya dia seperti belum pernah punya pacar…dia anaknya agak pendiam dan tertutup.

Akhirnya terjadilah suatu kejadian yang tak akan pernah aku lupakan dan tak terbesit sedikitpun dalam pikiranku, hal itu akan terjadi menimpaku…… Kejadian itu sekitar awal tahun 2005…..
Suatu malam,…malam minggu, aku seperti biasanya sekitar jam 9 malam pergi beranjak menuju pembaringan untuk tidur…… setelah aku tertidur…… tiba-tiba aku terbangun, karena merasa ada yang menindih di punggungku, waktu itu posisi tidurku tengkurap….aku segera menoleh ke arah wajah yang dekat dengan pipiku, nafasnya yang ngos-ngosan terasa di pipiku…. Astaga…ternyata dia anakku..Hendi, tetapi sa’at itu aku masih belum pulih betul dari rasa kantuk, selang beberapa detik aku baru benar-benar sadar dan hilang sudah rasa kantukku….Aku Kaget, …Aku hanya memakai CD dan BH saja.

Hendi sedang menggenjot-genjot… pantatnya naik-turun perlahan-lahan dan keadaannya telanjang bulat, terasa sekali di belahan pantatku penisnya yang hangat sedang menggesek-gesek……lantas dengan refleks aku segera membalikkan badan dan memakinya……sumpah serapah keluar dari mulutku…..dia diam saja dan tidak perduli…malahan dia semakin beringas.. tenaganya seperti ada yang membantunya…kuat sekali…..Akhirnya aku sampai menangis diiringi omelan-omelan kasar .. tetapi dia…”Hendi” Anakku tidak perduli dan sepertinya tidak mempunyai rasa iba.

Akhirnya Aku berhasil dia telanjangi dan posisiku sa’at itu terlentang sambil ditindih dia…..anehnya dia tidak segera memasukkan penisnya ke lubang vaginaku,…penisnya terhimpit oleh bagian bawah perutnya dan bagian bawah perutku atau bukit vaginaku, sambil dia menggenjot-genjotkan pantatnya perlahan-lahan naik turun serta payudaraku disosor mulutnya dan diremas-remas oleh kedua tangannya…..lama kelamaan aku berhenti dari tangisanku….dan ..mau tidak mau / suka tidak suka…aku mulai terangsang juga dan merasa enak (wanita manapun mungkin akan merasakan hal yang sama denganku, apalagi aku sudah lama tidak merasakan bersetubuh) .

Setelah aku terdiam…dan nafasku mulai ngos-ngosan serta dadaku naik turun agak cepat, “Hendi”.. anakku seperti sudah faham.. lalu dia memasukkan jari tengahnya ke lobang vaginaku…sambil dikocok-kocok keluar masuk..dinding dalam vaginaku sudah licin karena cairan vaginaku sudah keluar akibat rangsangan yang dilakukan oleh Hendi….., setelah beberapa menit kemudian.. Hendi mulai menghentikan kocokan jari tengahnya… dan dia mulai memasukkan penisnya… sa’at itu aku menutup mata rapat-rapat dan merasakan masuknya penis Hendi… perlahan tapi pasti, akhirnya seluruh batang penis Hendi tertelan vaginaku….aku kaget juga, penis Hendi besar dan panjang, terasa sekali mengganjal hangat di dalam rahimku….apalagi dia mulai menggerakan penisnya keluar masuk perlahan-lahan seperti dihayati dan genjotannya terasa lembut,…. sambil dia memeluk erat tubuhku… nafasnya terasa hangat dan ngos-ngosan di leherku

Entah berapa lama Hendi menyetubuhiku…. yang kurasakan sa’at itu benar-benar dibuai oleh kenikmatan dan dalam pikiranku, aku bayangkan saja ….aku sedang digenjot oleh pemain sinetron idolaku…. tiba-tiba aku tak tahan lagi, sepertinya seluruh tubuhku akan meletus… terutama bagian-bagian vital tubuhku….payudaraku rasanya ingin didekap terus oleh hangatnya dada yang memelukku….vagina bagian dalamku rasanya akan mengeluarkan sesuatu… dan tanpa sadar aku pun langsung menjerit tetapi jeritanku agak aku tahan karena takut terdengar oleh tetangga.
Hampir bersamaan dengan puncak kenikmatan yang aku rasakan…aku dibuat kaget karena di dalam rahimku…penis Hendi yang mengganjal dan terasa agak panas, mengeluarkan cairan yang rasanya juga agak panas… (nikmatnya tidak bisa dibayangkan)… semprotan air mani Hendi terasa menembak di dalam rahimku dan keluarnya banyak sekali… (rasanya seperti di stroom)… lantas dia menekan kuat-kuat pantatnya dan dengan refleks pula aku ikut membantunya dengan memegang pantatnya sambil kucengkram kuat dan ditekan kearahku… akupun menjerit untuk kedua kalinya bersamaan dengan erangan Hendi…..
Malam itu aku digenjot “Hendi”,…anakku.. sampai 3 kali…. dan pagi harinya badanku serasa lemas..tetapi perasaanku terasa sangat bahagia, sepertinya seluruh beban/problemku serasa sirna…..

Selama dua hari setelah kejadian itu, kami tidak saling tegur sapa… dan pada malam harinya, Hendi kembali masuk ke kamarku… Aku diam saja (seperti gedebong pisang).. tubuhku digumuli Hendi… payudaraku diremas-remas dan dijilatinya…. vaginaku dijilati.. dan malam itu aku disetubuhinya 2 kali,.. keesokan harinya aku mulai membuka komunikasi dengan Hendi.. diawali dengan pembicaraan bahwa “kejadian ini jangan sampai bocor ke orang lain.. cukup menjadi rahasia kita berdua”…….., selanjutnya keadaan seperti semula tetapi Hendi berubah menjadi manja dan dia tidak pendiam lagi, malahan sangat terbuka…. Akupun semakin sayang kepadanya.

Seminggu 2 kali kami bersetubuh,… layaknya seperti suami istri, akupun tidak seperti gedebong pisang lagi,…kami sering nonton DVD XXX dan mempraktekkan gaya-gaya yang ada di film itu..
2 Tahun lamanya kami berhubungan intim (INCEST)… Lantas kami sepakat untuk tidak melakukannya lagi, 3 bulan setelah itu Hendi menikah, tetapi dia tidak mau pisah denganku… padahal dia sudah punya cukup tabungan untuk membeli rumah dan kekurangannya sedikit aku sanggup menanggungnya.
Hendi dan istrinya tinggal bersama di rumahku…… Kami hidup bahagia, apalagi setelah kehadiran cucuku dari Hendi …. bertambahlah cucuku menjadi 5 orang (dari Wina dan Dewi)

Suamiku ingin Thressome

Namaku Yulia dan biasa dipanggil dengan Lia, aku sudah menikah kira-kira 3 tahun. Saat ini berprofesi sebagai ibu rumah tangga, meskipun sempat kuliah di sebuah perguruan tinggi. Sedikit gambaran fisik tentang diriku, umur saat ini 25 tahun, berkulit putih, berambut lurus sepundak, dengan payudara yang sekal, tinggi 155 cm, berat 45 kg, dengan perut rata dan pinggang kecil namun sintal. Pinggulnya serasi dengan bentuk badan dan kedua bongkahan pantatku yang indah. Secara umum, cukup seksi.

Telah lama suamiku mempunyai fantasi untuk melakukan aktifitas seks threesome atau melihat aku disetubuhi oleh laki-laki lain. Biasanya, sebelum bercinta, dia selalu mengawalinya dengan fantasinya. Fantasi yang paling merangsang bagi suamiku, adalah membayangkan aku melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain dengan kehadiran suamiku. Sekedar informasi, aku memang mempunyai gairah seks yang sangat tinggi, sementara di sisi lain, suamiku biasanya cuma sanggup ejakulasi satu kali, belum lagi ukuran penisnya yang pas-pasan. Setelah ejakulasi, meskipun sekitar satu jam kemudian penisnya bisa ereksi lagi, umumnya dia merasa lelah dan tidak bergairah, mungkin akibat beban pekerjaan yang cukup berat. Karenanya, biasanya ketika aku minta agar bisa mencapai orgasme berikutnya, paling banter dia melakukannya dengan tangan, atau membantu bermasturbasi dengan dildo. Walaupun demikian selama ini aku berusaha untuk bisa merasa puas dengan cara tersebut.

Setelah sekian lama dia mempunyai fantasi tersebut, suatu hari dia bertanya bahwa apakah aku mau merealisasikan fantasi tersebut. Pada awalnya aku kira dia cuma bercanda. Namun dia selalu mendesakku untuk melakukan itu, aku bertanya apakah dia serius. Dia jawab, "Ya aku serius!" Terus aku tanya lagi bahwa apakah nanti dia masih akan tetap sayang sama aku, dia jawab "Ya! aku akan tetap menyayangimu sepenuh hati, sama seperti sekarang." Kemudian dia berkata, bahwa motivasi utamanya adalah untuk membuatku bahagia dan mencapai kepuasan setinggi-tingginya. Karena dengan melihat wajahku ketika mencapai orgasme, selain sangat merangsang juga memberikan kepuasan tersendiri bagi dirinya.



Di lain keadaan hal ini membawa dampak juga terhadap diriku. Secara terus terang aku pun terkadang merasa kurang mendapat kepuasan dalam hubungan suami istri. Kuakui selama ini aku juga sering mengalami gejolak birahi yang tiba-tiba muncul, terutama di pagi hari apabila malamnya kami melakukan hubungan intim dan suamiku tidak dapat melakukannya secara sempurna. Oleh karena itu suamiku membeli sebuah alat vibrator. Suamiku mengatakan alat itu mungkin secara tidak langsung dapat membantu kami untuk mendapatkan kepuasan dalam hubungan suami istri. Pada mulanya aku memakai alat itu sebagai simulator sebelum kami berhubungan badan. Akan tetapi lama kelamaan secara diam-diam aku sering pergunakan alat tersebut sendirian di pagi hari untuk menyalurkan hasrat kewanitaanku yang aku rasakan semakin meluap-luap.

Rupanya fantasi seksual suamiku tersebut bukan hanya merupakan sekadar fantasi saja akan tetapi dia sangat bersikeras untuk dapat mewujudkannya menjadi suatu kenyataan. Selama ini suamiku terus membujukku agar aku mau membantunya dalam melaksanakan fantasinya. Apabila aku menolaknya atau tidak mau membicarakan hal tersebut. Gairah seks-nya pun semakin bertambah turun. Aku berpikir bahwa aku harus membantu suamiku walaupun merasa tidak enak. Oleh karena itu aku mengalah dan berjanji akan membantunya sepanjang aku dapat melakukannya dan kutegaskan kepada suamiku bahwa aku mau melakukan hal itu hanya untuk sekali ini saja.

"Aku telah mengundang Iyan untuk makan malam di sini malam ini," kata suamiku di suatu hari Sabtu. Aku agak terkesiap mendengar kata-kata suamiku itu. Aku berfirasat bahwa suamiku akan memintaku untuk mewujudkan niatnya bersama dia, karena Iyan adalah salah seorang yang sering disebut-sebut oleh suamiku sebagai salah satu orang yang katanya cocok untuk diriku dalam melaksanakan fantasi seksual-nya. Memang selama ini sudah ada beberapa nama kawan-kawan suamiku maupun kenalanku sendiri yang disodorkan kepadaku yang dianggap cocok untuk melakukan hubungan seks denganku, salah seorangnya adalah Iyan. Akan tetapi sejauh ini aku masih belum menanggapi secara serius tawaran dari suamiku tersebut dan juga kebetulan kami tidak mempunyai kesempatan yang baik untuk itu.

Iyan adalah salah seorang mantanku semasa SMA dan suamiku pun kenal baik dengan dia. Secara terus terang memang kuakui juga penampilan Iyan tidak mengecewakan. Bentuk tubuhnya pun lebih kekar dan atletis dari tubuh suamiku. Walaupun Iyan adalah mantanku tetapi selama kami berpacaran dulu Iyan sama sekali tidak pernah menyentuhku, memang dulu kami tidak memiliki waktu luang untuk pacaran karena kami pacaran ketika menjelang EBTANAS, dan setelah itu sibuk masing masing untuk persiapan masuk universitas, kemudian putus.

Ketika Iyan datang, aku sedang merapikan wajahku dan memilih gaun yang agak seksi sebagaimana anjuran suamiku agar aku terlihat menarik. Dari cermin rias di kamar tidurku, kudapati gaun yang kukenakan terlihat agak ketat melekat di tubuhku sehingga bentuk lekukan tubuhku terlihat dengan jelas. Buah dadaku kelihatan menonjol membentuk dua buah bukit daging yang indah. Sambil mematut-matutkan diri di muka cermin akhirnya aku jadi agak tertarik juga memperhatikan penampilan keseluruhan bentuk tubuhku. Kudapati bentuk keseluruhan tubuhku masih tetap ramping dan seimbang. Buah dadaku yang subur juga kelihatan masih sangat kenyal dan berisi. Demikian pula bentuk pantatku kelihatan agak menonjol penuh dengan daging yang lembut namun terasa kenyal. Ditambah lagi kulitku yang memang putih bersih tanpa adanya cacat keriput di sana-sini membuat bentuk keseluruhan tubuhnya menjadi sangat sempurna.

Melihat penampilan keseluruhan bentuk tubuhku itu secara terus terang timbul naluri kewanitaanku bahwa aku bangga akan bentuk tubuhku. Oleh sebab itu aku berpikir pantas saja suamiku mempunyai imajinasi yang sedemikian terhadap laki-laki yang memandang tubuhku karena bentuk tubuhku ini memang menggiurkan selera kaum pria.Setelah makan malam suamiku dan Iyan duduk mengobrol di taman belakang rumahku dengan santai sambil menghabiskan beberapa kaleng bir.

Tidak berapa lama aku pun ikut duduk minum bersama mereka. Malam itu benar-benar hanya tinggal kami bertiga saja di rumah. Kedua pembantuku yang biasa menginap, tadi siang telah kuberikan istirahat untuk pulang ke rumah masing-masing. Ketika hari telah menjelang larut malam dan udara mulai terasa dingin tiba-tiba suamiku berbisik kepadaku. "Aku telah bicara dengan Iyan mengenai rencana kita. Dia setuju dan malam ini dia akan menginap di sini. Tapi walaupun demikian kau tidak perlu memaksakan diri untuk melakukan hubungan seks dengannya apabila memang suasana hatimu memang belum berkenan, kuserahkan keputusan itu sepenuhnya kepadamu!" bisik suamiku selanjutnya.

Mendengar bisikan suamiku itu aku diam saja. Aku tidak menunjukkan sikap yang menolak atau menerima. Aku merasa sudah berputus asa bahkan aku merasa benar-benar nekat menantang kemauan suamiku itu. Aku mau lihat bagaimana reaksinya nanti bila aku benar-benar bersetubuh dengan laki-laki lain. Apakah dia nanti tidak akan menyesal bahwa istrinya telah dinikmati orang lain? Atau setidak-tidaknya seluruh bagian tubuh istrinya yang sangat rahasia telah dilihat dan dinikmati oleh laki-laki lain.

Tidak berapa lama kemudian aku masuk ke kamar dan siap untuk pergi tidur. Secara demonstratif aku memakai baju tidur nylon yang tipis tanpa BH sehingga buah dadaku terlihat membayang di balik baju tidur itu. Ketika aku keluar kamar, baik suamiku maupun Iyan agak terhenyak untuk beberapa saat. Akan tetapi mereka segera dapat menguasai dirinya kembali dan suamiku langsung berkata kepadaku, "Ayo..!" kata suamiku dengan wajah yang berseri-seri dan semangat yang tinggi suamiku mengajak kami segera masuk ke kamar tidur.

Setelah lama terdiam akhirnya suamiku mengambil inisiatif dengan mulai menyentuh dan melingkarkan tangan di dadaku dan menyentuh payudaraku dari luar daster. Mendapat tindakan demikian Iyan mulai mengelus-elus pahaku yang telah terbuka, karena dasterku telah terangkat ke atas.Dengan berpura-pura tenang aku segera merebahkan diri bertelungkup di atas tempat tidur. Sebenarnya aku tetap masih merasa risih tubuhku dijamah oleh seorang laki-laki lain apalagi aku dalam keadaan hanya memakai sehelai baju tidur nylon yang tipis dan tanpa BH. Akan tetapi kupikir aku harus berusaha tetap tenang agar keinginan suamiku dapat terwujud dengan baik.



Kemudian Iyan menarik tanganku dan meletakkannya di atas pangkuannya. Sementara itu bibirnya mulai menyusur leher dan belakang telingaku (bagian yang paling sensitif bagiku). Setelah itu suamiku berbisik di telingaku, inilah saat untuk merealisasikan fantasi kita. Sekarang Iyan mulai mengambil alih permainan selanjutnya. Aku langsung ditariknya, pelukannya dan tangannya yang satu langsung mendekap payudaraku yang sebelah kanan, sedangkan tangannya yang satu mengelus-elus punggungku sambil mulutnya melumat bibirku dengan gemas. Tangan Iyan yang berada di payudaraku disisipkan pada belahan daster yang terbuka dan mulai memelintir dengan halus ujung putingku yang telah mengeras.

Iyan mendorongku perlahan-lahan sehingga berbaring di ranjang. Jemarinya mulai meremas-remas payudaraku dan memilin-milin putingnya. Saat itu separuh tubuhku masih belum total terhanyut tetapi ternyata Iyan jagoan juga dan dalam waktu mungkin kurang dari 10 menit aku mulai mengeluarkan suara mendesis yang tak bisa kutahan. Kulihat dia tersenyum. Dan menghentikan aktivitasnya. Kini Iyan berusaha membuka baju tidurku belum selesai berpikir beberapa saat kemudian aku merasakan tarikan lembut di pahaku dan merasakan hawa dingin AC di kulit pahaku yang berarti celana dalamku telah dilepas. Iyan menelanjangi diriku dengan seenaknya sampai aku benar-benar dalam keadaan bertelanjang bulat tanpa ada lagi sehelai benang pun yang menutupi tubuhku.

Aku hanya dapat memejamkan mata dan pasrah saja menahan perasaan malu bercampur gejolak dalam diriku ketika tubuhku ditelanjangi di hadapan suamiku sendiri. Kemudian dia menelentangi tubuhku dan menatap dengan penuh selera tubuhku yang telah berpolos bugil sepuas-puasnya. Aku benar-benar tidak dapat melukiskan betapa perasaanku saat itu. Seumur hidupku, aku belum pernah bertelanjang bulat di hadapan laki-laki lain apalagi dalam situasi seperti sekarang ini. Aku merasa sudah tidak ada lagi rahasia tubuhku yang tidak diketahui Iyan.

Secara reflek, dalam keadaan terangsang, aku mengusap-usap kemaluan Iyan yang telah tegang dari luar celananya. Bagian bawah celana Iyan terlihat menggembung besar. Aku mengira-ngira betapa besar kemaluan Iyan ini. Kemudian Iyan menarik tanganku ke arah resluiting celananya yang telah terbuka dan menyusupkan tanganku memegang kemaluan Iyan yang telah tegang itu. Aku langsung tersentak ketika terpegang senjata Iyan yang tampaknya besar itu.

Suamiku kelihatan benar-benar menikmati adegan tersebut. Tanpa berkedip dia menyaksikan bagaimana tubuh istrinya digarap dan dinikmati habis-habisan oleh laki-laki lain. Sebagai seorang wanita normal keadaan ini mau tidak mau akhirnya membuatku terbenam juga dalam suatu arus birahi yang hebat. Jilatan-jilatan Iyan di bagian tubuhku yang sensitif membuatku bergelinjang dengan dahsyat menahan arus birahi yang belum pernah kurasakan selama ini. Setelah beberapa saat mengelusnya, kemudian Iyan berdiri di hadapanku dan membuka celananya sehingga kemaluannya tiba-tiba melonjak keluar, seakan-akan baru bebas dari kungkungan dan sekarang dengan jelas terlihat.

Kini Iyan berada dalam keadaan bertelanjang bulat. Sehingga aku dapat menyaksikan ukuran alat kejantanan Iyan yang telah menjadi tegang ternyata memang jauh lebih besar dan lebih panjang dari ukuran alat kejantanan suamiku yang mungkin cuma setengahnya. Bentuknya pun agak berlainan.

Aku sangat terkejut melihat kemaluan Iyan yang sangat besar dan panjang itu. Kemaluan yang sebesar itu yang sepertinya hanya ada di film-film BF saja. Batang penisnya kurang lebih berdiameter 5 cm dikelilingi oleh urat-urat yang melingkar dan pada ujung kepalanya yang sangat besar, panjangnya mungkin kurang lebih 18 cm, pada bagian pangkalnya ditumbuhi dengan rambut keriting yang lebat. Kulitnya agak tebal, terus ada urat besar di sisi kiri dan kanan yang terlihat seperti ada cacing di dalam kulitnya. Kepala batangnya tampak kompak (ini istilahku!), penuh dan agak berkerut-kerut. Garis lubangnya tampak seperti luka irisan di kepala kemaluannya. Kemudian dia menyodorkan alat kejantanannya tersebut ke hadapan wajahku.

Sesaat aku menoleh ke arah suamiku, aku tidak menduga akan menghadapi penis yang sebesar itu. Aku mulanya juga agak ragu-ragu, tapi untuk menghentikan ini, kelihatannya sudah kepalang, karena tidak enak hati pada Iyan yang telah bersedia memenuhi keinginan kami itu.Secara reflek aku segera menggenggam alat kejantanannya dan terasa hangat dalam telapak tanganku. Aku memegangnya perlahan, terasa ada sedikit kedutan terutama di bagian uratnya. Lingkaran genggamanku tampak tak tersisa memenuhi lingkaran batangnya. Aku tidak pernah membayangkan selama ini bahwa aku akan pernah memegang alat kejantanan seorang laki-laki lain di hadapan suamiku.

Dengan penuh keragu-raguan aku melirik kepada suamiku. Kulihat dia semakin bertambah asyik menikmati bagian dari adegan itu tanpa memikirkan perasaanku sebagai istrinya yang sedang digarap habis-habisan oleh seorang laki-laki lain, yang juga merupakan bekas pacarku. Dalam hatiku tiba-tiba muncul perasaan geram terhadap suamiku, sehingga dengan demonstratif kuraih alat kejantanan Iyan itu ke dalam mulutku menjilati seluruh permukaannya dengan lidahku kemudian kukulum dan hisap sehebat-hebatnya.Aku merasa sudah kepalang basah maka aku akan nikmati alat kejantanan itu dengan sepuas-puasnya sebagaimana kehendak suamiku. Kuluman dan hisapanku itu membuat alat kejantanan Iyan yang memang telah berukuran besar menjadi bertambah besar lagi.



Di lain keadaan dari alat kejantanan Iyan yang sedang mengembang keras dalam mulutku kurasakan ada semacam aroma yang khas yang belum pernah kurasakan selama ini. Aroma itu menimbulkan suatu rasa sensasional dalam diriku dan liang kewanitaanku mulai terasa menjadi liar hingga secara tidak sadar membuatku bertambah gemas dan semakin menjadi-jadi menghisap alat kejantanan itu lebih hebat lagi secara bertubi-tubi. Kuluman dan hisapanku yang bertubi-tubi itu rupanya membuat Iyan tidak tahan lagi. Dengan keras dia menghentakkan tubuhku dalam posisi telentang di atas tempat tidur. Aku pun kini semakin nekat dan pasrah untuk melayaninya.

Aku segera membuka kedua belah pahaku lebar-lebar. "Yan..." aku bahkan tidak tahu memanggilnya untuk apa. Sambil berlutut mendekatkan tubuhnya di antara pahaku, Iyan berbisik, "Ssttt... kamu diam saja, nikmati saja!" katanya sambil dengan kedua tangannya membuka pahaku sehingga selangkanganku terkuak tepat menghadap pinggulnya karena ranjangnya tidak terlalu tinggi. Itu juga berarti bahwa sekian saat lagi akan ada sesuatu yang akan menempel di permukaan kemaluanku. Benar saja, aku merasakan sebuah benda tumpul menempel tepat di permukaan kemaluanku. Tidak langsung diselipkan di ujung lubangnya, tetapi hanya digesek-gesekkan di seluruh permukaan bibirnya, membuat bibir-bibir kemaluanku terasa monyong-monyong kesana kemari mengikuti arah gerakan kepala kemaluannya. Tetapi pengaruh yang lebih besar ialah aku merasakan rasa nikmat yang benar-benar bergerak cepat di sekujur tubuhku dimulai dari titik gesekan itu.

Beberapa saat Iyan melakukan itu, cukup untuk membuat tanganku meraih tangannya dan pahaku terangkat menjepit pinggulnya. Aku benar-benar menanti puncak permainannya. Iyan menghentikan aktivitasnya itu dan menempelkan kepala kemaluannya tepat di antara bibir kemaluanku dan terasa bagiku tepat di ambang lubang kemaluanku. Aku benar-benar menanti tusukannya. Oh.. God... please! Tidak ada siksaan yang lebih membuat wanita menderita selain dalam kondisiku itu. Sesaat aku lupa kalau aku sudah bersuami, yang aku lihat cuma Iyan dan barangnya yang besar panjang. Ada rasa takut, ada pula rasa ingin cepat merasakan bagaimana rasanya dicoblos barang yang lebih besar, lebih panjang, "Ooouugghhh," tak sabar aku menunggunya.

Tiba-tiba aku merasakan sepasang jemari membuka ke kiri dan ke kanan bibir-bibir kemaluanku. Dan yang dahsyat lagi aku merasakan sebuah benda tumpul dari daging mendesak di tengah-tengah bentangan bibir itu. Aku mulai sedikit panik karena tidak mengira akan sejauh ini tetapi tentu saja aku tidak bisa berbuat apa-apa karena aku sendiri yang memulainya tadi dan juga aku sangat mengaguminya.Perlahan-lahan Iyan mulai memasukkan penisnya ke vaginaku. Aku berusaha membantu dengan membuka bibir vaginaku lebar-lebar. Kelihatannya sangat sulit untuk penis sebesar itu masuk ke dalam lubang vaginaku yang kecil. Tangan Iyan yang satu memegang pinggulku sambil menariknya ke atas, sehingga pantatku agak terangkat dari tempat tidur, sedangkan tangannya yang satu memegang batang penisnya yang diarahkan masuk ke dalam vagina.

Pada saat Iyan mulai menekan penisnya, aku menjerit tertahan, "Aduuhh... sakiiitt... Yann..., pelan-pelan... doong." Iyan agak menghentikan kegiatannya sebentar untuk memberiku kesempatan untuk mengambil nafas, kemudian Iyan melanjutkan kembali usahanya untuk memasukkan penisnya. Sementara itu batang kemaluan Iyan mulai mendesak masuk dengan mantap. Sedikit demi sedikit aku merasakan terisinya ruangan dalam liang kemaluanku. Aku benar-benar tergial ketika merasakan kepala kemaluannya mulai melalui liang kemaluanku, diikuti oleh gesekan dari urat-urat batangnya setelahnya. Aku hanya mengangkang merasakan desakan pinggul Iyan sambil membuka pahaku lebih lebar lagi.

Aku mulai merasakan perasaan penuh di kemaluanku dan semakin penuh seiring dengan semakin dalamnya batang itu masuk ke dalam liangnya. Sedikit suara lenguhan kudengarkan dari Iyan ketika seluruh batang itu amblas masuk. Aku sendiri tidak mengira batang sebesar dan sepanjang tadi bisa masuk seluruhnya. Rasanya seperti terganjal dan untuk menggerakkan kaki saja rasanya agak susah. Sesaat keherananku yang sama muncul ketika melihat film biru di mana adegannya seorang cewek berada di atas cowoknya dan bisa bergerak naik-turun dengan cepat. Padahal ketika seluruh batang kemaluannya yang besar itu masuk, bergerak sedikit saja terasa aneh bagiku. Sedikit demi sedikit aku mulai merasa nyaman.



Saat itu seluruh batang kemaluan Iyan telah amblas masuk seluruhnya di dalam liang kemaluanku. Tanpa sengaja aku terkejang seperti menahan kencing sehingga akibatnya seperti meremas batang kemaluan Iyan. Aku agak terlonjak sejenak ketika merasakan alat kejantanan Iyan itu menerobos ke dalam liang kemaluanku dan menyentuh leher rahimku. Aku terlonjak bukan karena alat kejantanan itu merupakan alat kejantanan dari seorang laki-laki lain yang pertama yang kurasakan memasuki tubuhku selain alat kejantanan suamiku, akan tetapi lebih disebabkan aku merasakan alat kejantanan Iyan memang terasa lebih istimewa daripada alat kejantanan suamiku, baik dalam ukuran maupun ketegangannya.

Selama hidupku memang aku tidak pernah melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain selain suamiku sendiri dan keadaan ini membuatku berpikiran lain. Aku tidak menyangka ukuran alat kejantanan seorang laki-laki sangat berpengaruh sekali terhadap kenikmatan seks seorang wanita. Oleh karena itu secara refleks aku mengangkat kedua belah pahaku tinggi-tinggi dan menjepit pinggang Iyan erat-erat untuk selanjutnya aku mulai mengoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan tubuh Iyan. Saat itu kakiku masih menjuntai di lantai karpet kamar. Tanganku memegangi lengannya yang mencengkeram pinggulku. Aku menariknya kembali ketika Iyan menarik kemaluannya dan belum sampai tiga perempat panjangnya kemudian menghunjamkannya lagi dengan kuat. Aku nyaris menjerit menahan lonjakan rasa nikmat yang disiramkannya secara tiba-tiba itu.

Begitulah beberapa kali Iyan melakukan hujaman-hujaman ke dalam liang terdalamku tersebut. Setiap kali hujaman seperti menyiramkan rasa nikmat yang amat banyak ke tubuhku. Aku begitu terangsang dan semakin terangsang seiring dengan semakin seringnya permukaan dinding lubang kemaluanku menerima gesekan-gesekan dari urat-urat batang kemaluan Iyan yang seperti akar-akar yang menjalar-jalar itu. Biasanya suamiku kalau bersenggama semakin lama semakin cepat gerakannya, tetapi Iyan seperti menemukan sebuah irama gerakan yang konstan tidak cepat dan tidak lambat.

Tapi anehnya justru bagiku aku semakin bisa merasakan setiap milimeter permukaan kulit kemaluannya. Pada tahap ini, seperti sebuah tahap ancang-ancang menuju ke sebuah ledakan yang hebat, aku merasakan pahaku mulai seperti mati rasa seiring dengan semakin membengkaknya rasa nikmat di area selangkanganku. Tubuh kami sebentar menyatu kemudian sebentar lagi merenggang diiringi desah nafas kami yang semakin lama semakin cepat.

Sementara itu aku pun kembali melirik ke arah suamiku. Kudapati suamiku agak ternganga menyaksikan bagaimana diriku disetubuhi oleh Iyan. Melihat penampilan suamiku itu, timbul kembali geram di hatiku, maka secara lebih demonstratif lagi kulayani permainan Iyan sehebat-hebatnya secara aktif bagaikan adegan dalam sebuah film biru. Keadaan ini tiba-tiba membuatku merasakan ada suatu kepuasan dalam diriku. Hal itu bukan saja disebabkan oleh kenikmatan seks yang sedang kualami bersama Iyan, akan tetapi aku juga memperoleh suatu kepuasan lain yaitu aku telah dapat melampiaskan rasa kesalku terhadap suamiku. Suamiku menghendakiku berhubungan seks dengan laki-laki lain dan malam ini kulaksanakan sepuas-puasnya, sehingga malam ini aku bukan seperti aku yang dulu lagi. Diriku sudah tidak murni lagi karena dalam tubuhku telah hadir tubuh laki-laki lain selain suamiku.

Setelah agak beberapa lama kami bergumul tiba-tiba Iyan menghentikan gerakannya dan mengeluarkan alat kejantanannya yang masih berdiri dengan tegar dari liang kenikmatanku. Kupikir dia telah mengalami ejakulasi dini. Pada mulanya aku agak kecewa juga karena aku sendiri belum merasakan apa-apa. Bahkan aku tidak merasakan adanya sperma yang tumpah dalam rahimku. Akan tetapi rupanya dugaanku salah, kulihat alat kejantanannya masih sangat tegar berdiri dengan kerasnya. Iyan menghentikan persetubuhannya karena dia meminta suamiku menggantikannya untuk meneruskan hubungan seks tersebut. Kini dia yang akan menonton diriku disetubuhi oleh suamiku sendiri.

Suamiku dengan segera menggantikan Iyan dan mulai menyetubuhi diriku dengan hebat. Kurasakan nafsu birahi suamiku sedemikian hebat dan bernyala-nyala sehingga sambil berteriak-teriak kecil dia menghunjamkan tubuhnya ke tubuhku. Akan tetapi apakah karena aku masih terpengaruh oleh pengalaman yang barusan kudapatkan bersama Iyan, maka ketika suamiku menghunjamkan alat kejantanannya ke dalam liang kenikmatanku, kurasakan alat kejantanan suamiku itu kini terasa hambar. Kurasakan otot-otot liang senggamaku tidak lagi sedemikian tegangnya menjepit alat kejantanan itu sebagaimana ketika alat kejantanan Iyan yang berukuran besar dan panjang itu menerobos sampai ke dasar liang senggamaku. Alat kejantanan suamiku kurasakan tidak sepenuhnya masuk ke dalam liang senggamaku dan terasa lebih lembek bahkan dapat kukatakan tidak begitu terasa lagi dalam liang senggamaku yang kini telah pernah diterobos oleh sesuatu benda yang lebih besar.

Di lain keadaan mungkin disebabkan pengaruh minuman alkohol yang terlalu banyak, atau mungkin juga suamiku telah berada dalam keadaan yang sedemikian rupa sangat tegangnya, sehingga hanya dalam beberapa kali saja dia mengayunkan tubuhnya di atas tubuhku dan dalam waktu kurang dari satu menit, suamiku telah mencapai puncak ejakulasi dengan hebat. Malahan karena alat kejantanan suamiku tidak berada dalam liang kewanitaanku secara sempurna, dia telah menyemprotkan separuh spermanya agak di luar liang kewanitaanku dengan berkali-kali dan sangat banyak sekali sehingga seluruh permukaan kemaluan sampai ke sela pahaku basah kuyub dengan cairan sperma suamiku. Selanjutnya suamiku langsung terjerembab tidak bertenaga lagi terhempas kelelahan di sampingku.

Sementara itu aku masih dalam keadaan liar. Bagaikan seekor kuda betina binal aku jadi bergelinjangan tidak karuan karena aku belum sempat mengalami puncak ejakulasi sama sekali semenjak disetubuhi oleh Iyan. Oleh karena itu sambil mengerang-erang kecil aku raih alat kejantanan suamiku itu dan meremas-remasnya dengan kuat agar dapat segera tegang kembali. Akan tetapi setelah berkali-kali kulakukan usahaku itu tidak membawa hasil. Alat kejantanan suamiku malahan semakin layu sehingga akhirnya aku benar-benar kewalahan dan membiarkan dia tergolek tanpa daya di tempat tidur. Selanjutnya tanpa ampun suamiku tertidur dengan nyenyak dalam keadaan tidak berdaya sama sekali.

Aku segera bangkit dari tempat tidur dalam keadaan tubuh yang masih bertelanjang bulat menuju kamar mandi yang memang menyatu dengan kamar tidurku untuk membersihkan cairan sperma suamiku yang melumuri tubuhku. Kemudian tiba-tiba Iyan yang masih dalam keadaan bertelanjang bulat langsung memelukku dari belakang sambil memagut serta menciumi leherku secara bertubi-tubi. Selanjutnya dia membungkukkan tubuhku ke pinggir ranjang aku kini berada dalam posisi menungging. Dalam posisi yang sedemikian Iyan menyetubuhi diriku dari belakang dengan garangnya sehingga dengan cepat aku telah mencapai puncak ejakulasi terlebih dahulu. Begitu aku sedang mengalami puncak ejakulasi, Iyan menarik alat kejantanannya dari liang senggamaku, seluruh tubuhku terasa menjadi tidak karuan, kurasakan liang kenikmatanku berdenyut agak aneh dalam suatu gerakan liar yang sangat sukar sekali kulukiskan dan belum pernah kualami selama ini. Aku kini tidak dapat tidur walaupun barusan aku telah mengalami orgasme bersama Iyan.

Dalam keadaan yang sedemikian tiba-tiba Iyan yang masih bertelanjang bulat sebagaimana juga diriku, menarikku dari tempat tidur dan mengajakku tidur bersamanya di kamar tamu di sebelah kamarku. Bagaikan didorong oleh suatu kekuatan hipnostisme yang besar, aku mengikuti Iyan ke kamar sebelah. Kami berbaring di ranjang sambil berdekapan dalam keadaan tubuh masing-masing masih bertelanjang bulat bagaikan sepasang pengantin baru yang sedang berbulan madu. Memang saat itu aku merasa diriku seakan berada dalam suatu suasana yang mirip pada saat aku mengalami malam pengantinku yang pertama. Sambil mendekap diriku Iyan terus-menerus menciumiku sehingga aku kembali merasakan suatu rangsangan birahi yang hebat. Dan tidak lama kemudian tubuh kami kami pun udah bersatu kembali dalam suatu permainan persetubuhan yang dahsyat.

Tidak berapa lama kemudian Iyan membalikkan tubuhku sehingga kini aku berada di posisi atas. Selanjutnya dengan spontan kuraih alat kejantanannya dan memandunya ke arah liang senggamaku. Kemudian kutekan tubuhku agak kuat ke tubuh Iyan dan mulai mengayunkan tubuhku turun-naik di atas tubuhnya. Mula-mula secara perlahan-lahan akan tetapi lama-kelamaan semakin cepat dan kuat sambil berdesah-desah kecil. Sementara itu Iyan dengan tenang telentang menikmati seluruh permainanku sampai tiba-tiba kurasakan suatu ketegangan yang amat dahsyat dan dia mulai mengerang-erang kecil. Dengan semakin cepat aku menggerakkan tubuhku turun-naik di atas tubuh Iyan dan nafasku pun semakin memburu berpacu dengan hebat menggali seluruh kenikmatan tubuh laki-laki yang berada di bawahku.

Tidak berapa lama kemudian aku menjadi terpekik kecil melepaskan puncak ejakulasi dengan hebat dan tubuhku langsung terkulai menelungkup di atas tubuh Iyan. Setelah beberapa saat aku tertelungkup di atas tubuh Iyan, tiba-tiba dia bangkit dengan suatu gerakan yang cepat. Kemudian dengan sigap dia menelentangkan tubuhku di atas tempat tidur dan mengangkat tinggi-tinggi kedua belah pahaku ke atas sehingga liang kenikmatanku yang telah basah kuyup tersebut menjadi terlihat jelas menganga dengan lebar. Selanjutnya Iyan mengacungkan alat kejantanannya yang masih berdiri dengan tegang itu ke arah liang kewanitaanku dan menghunjamkan kembali alat kejantanannya tersebut ke tubuhku dengan garang. Aku menjadi terhentak bergelinjang kembali ketika alat kejantanan Iyan mulai menerobos dengan buasnya ke dalam tubuhku dan membuat gerakan mundur-maju dalam liang senggamaku.

Aku pun kini semakin hebat menggoyang-goyangkan pinggulku mengikuti alunan gerakan turun-naiknya alat kejantanan Iyan yang semakin lama semakin cepat menggenjotkan di atas tubuhku. Aku merasakan betapa liang kewanitaanku menjadi tidak terkendali berusaha menghisap dan melahap alat kejantanan Iyan yang teramat besar dan panjang itu sedalam-dalamnya serta melumat seluruh otot-ototnya yang kekar dengan rakusnya. Selama pertarungan itu beberapa kali aku terpekik agak keras karena kemaluan Iyan tegar dan perkasa itu menghujam lubang kemaluanku.

Akhirnya kulihat Iyan tiba juga pada puncaknya. Dengan mimik wajah yang sangat luar biasa dia melepaskan puncak orgasmenya secara bertubi-tubi menyemprotkan seluruh spermanya ke dalam tubuhku dalam waktu yang amat panjang. Sementara itu alat kejantanannya tetap dibenamkannya sedalam-dalamnya di liang kewanitaanku sehingga seluruh cairan birahinya terhisap dalam tubuhku sampai titik penghabisan. Selanjutnya kami terhempas kelelahan ke tempat tidur dengan tubuh yang tetap menyatu.

Selama kami tergolek, alat kejantanan Iyan masih tetap terbenam dalam tubuhku, dan aku pun memang berusaha menjepitnya erat-erat karena tidak ingin segera kehilangan benda tersebut dari dalam tubuhku. Setelah beberapa lama kami tergolek melepaskan lelah, Iyan mulai bangkit dan menciumi wajahku dengan lembut yang segera kusambut dengan mengangakan mulutku sehingga kini kami terlibat dalam suatu adegan cium yang mesra penuh dengan perasaan. Sementara itu tangannya dengan halus membelai-belai rambutku sebagaimana seorang suami yang sedang mencurahkan cinta kasihnya kepada istrinya.

Suasana romantis ini akhirnya membuat gairah kami muncul kembali. Kulihat alat kejantanan Iyan mulai kembali menegang tegak sehingga secara serta merta Iyan segera menguakkan kedua belah pahaku membukanya lebar-lebar untuk kemudian mulai menyetubuhi diriku kembali.Berlainan dengan suasana permulaan yang kualami tadi, dimana kami melakukan persetubuhan dalam suatu pertarungan yang dahsyat dan liar. Kali ini kami bersetubuh dalam suatu gerakan yang santai dalam suasana yang romantis dan penuh perasaan. Kami menikmati sepenuhnya sentuhan-sentuhan tubuh telanjang masing-masing dalam suasana kelembutan yang mesra bagaikan sepasang suami istri yang sedang melakukan kewajibannya.

Aku pun dengan penuh perasaan dan dengan segala kepasrahan melayani Iyan sebagaimana aku melayani suamiku selama ini. Keadaan ini berlangsung sangat lama sekali. Suasana ini berakhir dengan tibanya kembali puncak ejakulasi kami secara bersamaan. Kami kini benar-benar kelelahan dan langsung tergolek di tempat tidur untuk kemudian terlelap dengan nyenyak dalam suatu kepuasan yang dalam.

Semenjak pengalaman kami malam itu, suamiku tidak mempermasalahkan lagi soal fantasi seksualnya dan tidak pernah menyinggung lagi soal itu. Namun apa yang kurasakan bersama suamiku secara kualitas kurasakan tidak sehebat sebagaimana yang kualami bersama Iyan. Kuakui malam itu Iyan memang hebat. Walaupun telah beberapa waktu berlalu namun bayangan kejadian malam itu tidak pernah berlalu dalam benakku. Malam itu aku telah merasakan suatu kepuasan seksual yang luar biasa hebatnya yang belum pernah kualami bersama suamiku selama ini.

Walaupun telah beberapa kali menyetubuhiku, Iyan masih tetap saja kelihatan bugar. Alat kejantanannya pun masih tetap berfungsi dengan baik melakukan tugasnya keluar-masuk liang kewanitaanku dengan tegar hingga membuatku menjadi agak kewalahan. Aku telah terkapar lunglai dengan tidak putus-putusnya mengerang kecil karena terus-menerus mengalami puncak orgasme dengan berkali-kali namun alat kejantanan Iyan masih tetap tegar bertahan. Memang secara terus terang kuakui bahwa selama melakukan hubungan seks dengan suamiku beberapa bulan belakangan itu, aku tidak pernah mengalami puncak orgasme sama sekali. Apalagi dalam waktu yang berkali-kali dan secara bertubi-tubi seperti malam itu. Sehingga secara terus terang setelah hubungan kami yang pertama di malam itu kami masih tetap berhubungan tanpa sepengetahuan suamiku.

Awalnya di suatu pagi Iyan berkunjung ke rumahku pada saat suamiku sudah berangkat ke tempat tugasnya. Secara terus terang saat itu dia minta tolong kepadaku untuk menyalurkan kebutuhan seksnya. Mulanya aku ragu memenuhi permintaannya itu. Akan tetapi anehnya aku tidak kuasa untuk menolak permintaan tersebut. Sehingga kubiarkan saja dia melepaskan hasrat birahinya. Hubungan itu rupanya membawa diriku ke dalam suatu alam kenikmatan lain tersendiri.

Ketika kami berhubungan seks secara terburu-buru di suatu ruangan terbuka kurasakan suatu sensasi kenikmatan yang hebat dan sangat menegangkan. Keadaan ini membawa hubunganku dan Iyan semakin berlanjut. Demikianlah sehingga akhirnya aku dan Iyan sering membuat suatu pertemuan sendiri di luar rumah. Melakukan hubungan seks yang liar di luar rumah, baik di kamar cottage ataupun di kamar hotel, bahkan di rumahku ketika suamiku tidak ada di rumah. Kami saling mengisi kebutuhan jasmani masing-masing dalam adegan-adegan sebagaimana yang pernah kami lakukan di kamar tidurku di malam itu, dan sudah barang tentu perbedaannya kali ini adegan-adegan tersebut kini kami lakukan tanpa dihadiri dan tanpa diketahui oleh suamiku.

Sebagai wanita yang sehat dan normal, aku tidak menyangkal bahwa berkat anjuran suamiku malam itu aku telah mendapatkan makna lain dari kenikmatan hubungan seksual yang hakiki walaupun hal itu pada akhirnya kuperoleh dari mantan pacarku, mungkin aku agak menyesal kenapa dulu tidak melanjutkan hubunganku dengan Iyan yang mungkin masih dapat bersatu lagi kalau saja aku tidak merasa gengsi untuk kembali padanya walaupun ada kesempatan setelah dia putus dengan pacarnya. Tapi akhirnya aku dapat melanjutkannya sekarang, memang kalau sudah jodoh tak akan lari ke mana.

Nana Gadis Penuh Gairah

Belum lama ini aku kembali bertemu Nana (bukan nama sebenarnya). Ia kini sudah berkeluarga dan sejak menikah tinggal di Palembang. Untuk suatu urusan keluarga, ia bersama anaknya yang masih berusia 6 tahun pulang ke Yogya tanpa disertai suaminya. Nana masih seperti dulu, kulitnya yang putih, bibirnya yang merah merekah, rambutnya yang lebat tumbuh terjaga selalu di atas bahu. Meski rambutnya agak kemerahan namun karena kulitnya yang putih bersih, selalu saja menarikdipandang, apalagi kalau berada dalam pelukan dan dielus-elus. Perjumpaan di Yogya ini mengingatkan peristiwa sepuluh tahun lalu ketika ia masih kuliah di sebuah perguruan tinggi ternama di Yogya. Selama kuliah, ia tinggal di rumah bude, kakak ibunya yang juga kakak ibuku. Rumahku dan rumah bude agak jauh dan waktu itu kami jarang ketemu Nana.

Aku mengenalnya sejak kanak-kanak. Ia memang gadis yang lincah, terbuka dan tergolong berotak encer. Setahun setelah aku menikah, isteriku melahirkan anak kami yang pertama. Hubungan kami rukun dan saling mencintai. Kami tinggal di rumah sendiri, agak di luar kota. Sewaktu melahirkan, isteriku mengalami pendarahan hebat dan harus dirawat di rumah sakit lebih lama ketimbang anak kami. Sungguh repot harus merawat bayi di rumah. Karena itu, ibu mertua, ibuku sendiri, tante (ibunya Nana) serta Nana dengan suka rela bergiliran membantu kerepotan kami. Semua berlalu selamat sampai isteriku diperbolehkan pulang dan langsung bisa merawat dan menyusui anak kami.

Hari-hari berikutnya, Nana masih sering datang menengok anak kami yang katanya cantik dan lucu. Bahkan, heran kenapa, bayi kami sangat lekat dengan Nana. Kalau sedang rewel, menangis, meronta-ronta kalau digendong Nana menjadi diam dan tertidur dalam pangkuan atau gendongan Nana. Sepulang kuliah, kalau ada waktu, Nana selalu mampir dan membantu isteriku merawat si kecil. Lama-lama Nana sering tinggal di rumah kami. Isteriku sangat senang atas bantuan Nana. Tampaknya Nana tulus dan ikhlas membantu kami. Apalagi aku harus kerja sepenuh hari dan sering pulang malam. Bertambah besar, bayi kami berkurang nakalnya. Nana mulai tidak banyak mampirke rumah. Isteriku juga semakin sehat dan bisa mengurus seluruh keperluannya. Namun suatu malam ketika aku masih asyik menyelesaikan pekerjaan di kantor, Nana tiba-tiba muncul.



“Ada apa Na, malam-malam begini.”
“Mas Danu, tinggal sendiri di kantor?”
“Ya, Dari mana kamu?”
“Sengaja kemari.”
Nana mendekat ke arahku. Berdiri di samping kursi kerja. Nana terlihat mengenakan rok dan T-shirt warna kesukaannya, pink. Tercium olehku bau parfum khas remaja.

“Ada apa, Nana?”
“Mas.. aku pengin seperti Mbak Tari.”
“Pengin? Pengin apanya?” Nana tidak menjawab tetapi malah melangkah kakinya yang putih mulus hingga berdiri persis di depanku. Dalam sekejap ia sudah duduk di pangkuanku.
“Nana, apa-apaan kamu ini..” Tanpa menungguku selesai bicara, Nana sudah menyambarkan bibirnya di bibirku dan menyedotnya kuat-kuat. Bibir yang selama ini hanya dapat kupandangi dan bayangkan, kini benar-benar mendarat keras. Kulumanya penuh nafsu dan nafas halusnya menyeruak. Lidahnya dipermainkan cepat dan menari lincah dalam rongga mulutku. Ia mencari lidahku dan menyedotnya kuat-kuat. Aku berusaha melepaskannya namun sandaran kursi menghalangi. Lebih dari itu, terus terang ada rasa nikmat setelah berbulan-bulan tidak berhubungan intim dengan isteriku. Nana merenggangkan pagutannya dan katanya, “Mas, aku selalu ketagihan Mas. Aku suka berhubungan dengan laki-laki, bahkan beberapa dosen telah kuajak beginian. Tidak bercumbu beberapa hari saja rasanya badan panas dingin. Aku belum pernah menemukan laki-laki yang pas.”

Kuangkat tubuh Nana dan kududukkan di atas kertas yang masih berserakan di atas meja kerja. Aku bangkit dari duduk dan melangkah ke arah pintu ruang kerjaku. Aku mengunci dan menutup kelambu ruangan.
“Na.. Kuakui, aku pun kelaparan. Sudah empat bulan tidak bercumbu dengan Tari.”
“Jadikan aku Mbak Tari, Mas. Ayo,” kata Nana sambil turun dari meja dan menyongsong langkahku.
Ia memelukku kuat-kuat sehingga dadanya yang empuk sepenuhnya menempel di dadaku. Terasa pula penisku yang telah mengeras berbenturan dengan perut bawah pusarnya yang lembut. Nana merapatkan pula perutnya ke arah kemaluanku yang masih terbungkus celana tebal. Nana kembali menyambar leherku dengan kuluman bibirnnya yang merekah bak bibir artis terkenal. Aliran listrik seakan menjalar ke seluruh tubuh. Aku semula ragu menyambut keliaran Nana. Namun ketika kenikmatan tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuh, menjadi mubazir belaka melepas kesempatanini.



“Kamu amat bergairah, Nana..” bisikku lirih di telinganya.
“Hmm.. iya.. Sayang..” balasnya lirih sembari mendesah.
“Aku sebenarnya menginginkan Mas sejak lama.. ukh..” serunya sembari menelan ludahnya.
“Ayo, Mas.. teruskan..”
“Ya Sayang. Apa yang kamu inginkan dari Mas?”
“Semuanya,” kata Nana sembari tangannya menjelajah dan mengelus batang kemaluanku. Bibirnya terus menyapu permukaan kulitku di leher, dada dan tengkuk. Perlahan kusingkap T-Shirt yang dikenakannya. Kutarik perlahan ke arah atas dan serta merta tangan Nana telah diangkat tanda meminta T-Shirt langsung dibuka saja. Kaos itu kulempar ke atas meja. Kedua jemariku langsung memeluknya kuat-kuat hingga badan Nana lekat ke dadaku. Kedua bukitnya menempel kembali, terasa hangat dan lembut. Jemariku mencari kancing BH yang terletak di punggungnya. Kulepas perlahan, talinya, kuturunkan melalui tangannya. BH itu akhirnya jatuh ke lantai dan kini ujung payudaranya menempel lekat ke arahku. Aku melorot perlahan ke arah dadanya dan kujilati penuh gairah. Permukaan dan tepi putingnya terasa sedikit asin oleh keringat Nana, namun menambah nikmat aroma gadis muda.

Tangan Nana mengusap-usap rambutku dan menggiring kepalaku agar mulutku segera menyedot putingnya. “Sedot kuat-kuat Mas, sedoott..” bisiknya. Aku memenuhi permintaannya dan Nana tak kuasa menahan kedua kakinya. Ia seakan lemas dan menjatuhkan badan ke lantai berkarpet tebal. Ruang ber-AC itu terasa makin hangat. “Mas lepas..” katanya sambil telentang di lantai. Nana meminta aku melepas pakaian. Nana sendiri pun melepas rok dan celana dalamnya. Aku pun berbuat demikian namun masih kusisakan celana dalam. Nana melihat dengan pandangan mata sayu seperti tak sabar menunggu. Segera aku menyusulnya, tiduran di lantai. Kudekap tubuhnya dari arah samping sembari kugosokkan telapak tanganku ke arah putingnya. Nana melenguh sedikit kemudian sedikit memiringkan tubuhnya ke arahku. Sengaja ia segera mengarahkan putingnya ke mulutku.

“Mas sedot Mas.. teruskan, enak sekali Mas.. enak..” Kupenuhi permintaannya sembari kupijat-pijat pantatnya. Tanganku mulai nakal mencari selangkangan Nana. Rambutnya tidak terlalu tebal namun datarannya cukup mantap untuk mendaratkan pesawat “cocorde” milikku. Kumainkan jemariku di sana dan Nana tampak sedikit tersentak. “Ukh.. khmem.. hss.. terus.. terus,” lenguhnya tak jelas. Sementara sedotan di putingnya kugencarkan, jemari tanganku bagaikan memetik dawai gitar di pusat kenikmatannya. Terasa jemari kanan tengahku telah mencapai gumpalan kecil daging di dinding atas depan vaginanya, ujungnya kuraba-raba lembut berirama. Lidahku memainkan puting sembari sesekali menyedot dan menghembusnya. Jemariku memilin klitoris Nana dengan teknik petik melodi.

Nana menggelinjang-gelinjang, melenguh-lenguh penuh nikmat. “Mas.. Mas.. ampun.. terus, ampun.. terus ukhh..” Sebentar kemudian Nana lemas. Namun itu tidak berlangsung lama karena Nana kembali bernafsu dan berbalik mengambil inisitif. Tangannya mencari-cari arah kejantananku. Kudekatkan agar gampang dijangkau, dengan serta merta Nana menarik celana dalamku. Bersamaan dengan itu melesat keluar pusaka kesayangan Tari. Akibatnya, memukul ke arah wajah Nana. “Uh.. Mas.. apaan ini,” kata Nana kaget. Tanpa menunggu jawabanku, tangan Nana langsung meraihnya. Kedua telapak tangannya menggenggam dan mengelus penisku.

“Mas.. ini asli?”
“Asli, 100 persen,” jawabku.
Nana geleng-geleng kepala. Lalu lidahnya menyambar cepat ke arah permukaan penisku yang berdiameter 6 cm dan panjang 19 cm itu, sedikit agak bengkok ke kanan. Di bagian samping kanan terlihat menonjol aliran otot keras. Bagian bawah kepalanya, masih tersisa sedikit kulit yang menggelambir. Otot dan gelambiran kulit itulah yang membuat perempuan bertambah nikmat merasakan tusukan senjata andalanku.

“Mas, belum pernah aku melihat penis sebesar dan sepanjang ini.”
“Sekarang kamu melihatnya, memegangnya dan menikmatinya.”
“Alangkah bahagianya MBak Tari.”
“Makanya kamu pengin seperti dia, kan?”
Nana langsung menarik penisku. “Mas, aku ingin cepat menikmatinya. Masukkan, cepat masukkan.”
Nana menelentangkan tubuhnya. Pahanya direntangkannya. Terlihat betapa mulus putih dan bersih. Diantara bulu halus di selangkangannya, terlihat lubang vagina yang mungil. Aku telah berada di antara pahanya. Exocet-ku telah siap meluncur. Nana memandangiku penuh harap.



“Cepat Mas, cepat..”
“Sabar Nana. Kamu harus benar-benar terangsang, Sayang..”
Namun tampaknya Nana tak sabar. Belum pernah kulihat perempuan sekasar Nana. Dia tak ingin dicumbui dulu sebelum dirasuki penis pasangannya. “Cepat Mas..” ajaknya lagi. Kupenuhi permintaannya, kutempelkan ujung penisku di permukaan lubang vaginanya, kutekan perlahan tapi sungguh amat sulit masuk, kuangkat kembali namun Nana justru mendorongkan pantatku dengan kedua belah tangannya. Pantatnya sendiri didorong ke arah atas. Tak terhindarkan, batang penisku bagai membentur dinding tebal. Namun Nana tampaknya ingin main kasar. Aku pun, meski belum terangsang benar, kumasukkan penisku sekuat dan sekencangnya. Meski perlahan dapat memasukirongga vaginanya, namun terasa sangat sesak, seret, panas, perih dan sulit. Nana tidak gentar, malah menyongsongnya penuh gairah.

“Jangan paksakan, Sayang..” pintaku.
“Terus. Paksa, siksa aku. Siksa.. tusuk aku. Keras.. keras jangan takut Mas, terus..” Dan aku tak bisa menghindar. Kulesakkan keras hingga separuh penisku telah masuk. Nana menjerit, “Aouwww.. sedikit lagi..” Dan aku menekannya kuat-kuat. Bersamaan dengan itu terasa ada yang mengalir dari dalam vagina Nana, meleleh keluar. Aku melirik, darah.. darah segar. Nana diam. Nafasnya terengah-engah. Matanya memejam. Aku menahan penisku tetap menancap. Tidak turun, tidak juga naik. Untuk mengurangi ketegangannya, kucari ujung puting Nana dengan mulutku. Meski agak membungkuk, aku dapat mencapainya. Nana sedikit berkurang ketegangannya.

Beberapa saat kemudian ia memintaku memulai aktivitas. Kugerakkan penisku yang hanya separuh jalan, turun naik dan Nana mulai tampak menikmatinya. Pergerakan konstan itu kupertahankan cukup lama. Makin lama tusukanku makin dalam. Nana pasrah dan tidak sebuas tadi. Ia menikmati irama keluar masuk di liang kemaluannya yang mulai basah dan mengalirkan cairan pelicin. Nana mulai bangkit gairahnya menggelinjang dan melenguh dan pada akhirnya menjerit lirih, “Uuuhh.. Mas.. uhh.. enaakk.. enaakk.. Terus.. aduh.. ya ampun enaknya..” Nana melemas dan terkulai. Kucabut penisku yang masih keras, kubersihkan dengan bajuku. Aku duduk di samping Nana yang terkulai.

“Nana, kenapa kamu?”
“Lemas, Mas. Kamu amat perkasa.”
“Kamu juga liar.”

Nana memang sering berhubungan dengan laki-laki. Namun belum ada yang berhasil menembus keperawanannya karena selaput daranya amat tebal. Namun perkiraanku, para lelaki akan takluk oleh garangnya Nana mengajak senggama tanpa pemanasan yang cukup. Gila memang anak itu, cepat panas.

Sejak kejadian itu, Nana selalu ingin mengulanginya. Namun aku selalu menghindar. Hanya sekali peristiwa itu kami ulangi di sebuah hotel sepanjang hari. Nana waktu itu kesetanan dan kuladeni kemauannya dengan segala gaya. Nana mengaku puas.

Setelah lulus, Nana menikah dan tinggal di Palembang. Sejak itu tidak ada kabarnya. Dan, ketika pulang ke Yogya bersama anaknya, aku berjumpa di rumah bude.
“Mas Danu, mau nyoba lagi?” bisiknya lirih.
Aku hanya mengangguk.
“Masih gede juga?” tanyanya menggoda.
“Ya, tambah gede dong.”
Dan malamnya, aku menyambangi di hotel tempatnya menginap. Pertarungan pun kembali terjadi dalam posisi sama-sama telah matang.
“Mas Danu, Mbak Tari sudah bisa dipakai belum?” tanyanya.
“Belum, dokter melarangnya,” kataku berbohong.
Dan, Nana pun malam itu mencoba melayaniku hingga kami sama-sama terpuaskan.

Gairah Liar Wanita


Jam beker dimeja kamarku berdering pada jam 09.00 pagi, memang aku mensetting pada jam itu, karena tadi sampai terdengar adzan subuh aku masih belum bisa memejamkan mata untuk tidur. Aku menggeliatkan tubuhku terdengar kerotokan pada pinggangku, dengan malas aku bangkit dari tempat tidur… ups.. aku lupa kalo aku tadi tidur dengan tubuh telanjang bulat… kulihat tubuhku dari pantulan cermin besar.. mmm… dalam usia hampir kepala 4, kulihat tubuhku masih bagus dilihat… buah dadaku yang berukuran bra 36 B masih cukup kenyal, pinggangku masih ramping tak berlemak, pinggul dan pantatku kata mas Seno, almarhum suamiku adalah bagian yang terindah dari tubuhku, sangat seksi dan serasi dengan sepasang kakiku yang panjang… wajahku…? kata mas Seno lagi, katanya wajahku lebih pantas dibilang seksi daripada cantik… entahlah penilaian lelaki memang susah dijabarkan oleh perempuan….Sssssshhh… ooohhh… gila, lagi-lagi gairah birahiku meletup dengan tiba-tiba… di depan cermin besar itu aku meremasi buah dada montokku sendiri yang kian mengencang… ammpuuuun… sudah 2 hari 2 malam ini aku sangat menderita karena birahi gila ini… entah berapa belas kali selama 2 hari 2 malam ini aku bermasturbasi…sampe tubuhku benar-benar loyo.

Bahkan pada hari pertama aku sempat melakukan masturbasi di belakang kemudi mobil di tengah keramaian jalan tol, saking ngga ketahan… Semalam, dengan diiringi adegan-adegan syur film bokep koleksi almarhum mas Seno… aku melampiaskan hasrat birahiku secara swalayan, mungkin lebih dari 10 kali sampai pagi menjelang…Maka betapa jengkelku, sekarang belum setengah jam mataku terbuka, gelegak birahi itu meletup lagi… kali ini aku melawan, aku masuk kamar mandi, kuguyur tubuhku dengan shower air dingin… agak menggigil juga tubuhku…. Aku memang wanita berlibido tinggi. Sejak ABG aku sudah kenal masturbasi… menjelang lulus SMU aku mengenal persetubuhan dan berlanjut menjadi doyan disetubuhi… Masa kuliahku adalah masa euphoria sex, karena aku kuliah di Bandung sementara orang tuaku di Jakarta… pada awal masa kuliahku, aku pantas dijuluki Pemburu Seks… beberapa kali aku diusir dari tempat kost yg berbeda, dengan sebab yg hampir sama… yang aku ingat, sore pulang kuliah diantar teman kuliahku, aku lupa namanya… pokoknya keturunan Arab… aku lupa bagaimana awal mulanya, aku bisa nyepong kemaluan Arab ganteng itu di dalam kamarku dalam keadaan pintu ngga terkunci dan Ipah pembantu ibu kost yg nyinyir itu nyelonong masuk kamarku utk menaruh pakaianku yg habis diseterikanya… aku tengah terkagum-kagum dengan volume batang kemaluan Arab ganteng yang lebih besar dari lenganku dan minta ampun panjangnya.

Malam itu juga aku disidang dan harus keluar dari rumah kost itu. Tapi buatku ga ada masalah karena malam itu si Arab ganteng memberikan tumpangan sementara di rumah kontrakannya… tentu saja gairah birahiku yang binal dimanjakan oleh Arab ganteng itu… sepanjang hari… bahkan sampai beberapa hari aku tinggal di rumah kontrakan si Arab ganteng yang berantakan… Kejadian yg lain pernah juga tengah malam, lagi seru-serunya ML sama cowok baruku… tiba-tiba pintu didobrak petugas ronda yg rupanya sudah lama memperhatikan kebiasaanku masukin cowok malam-malam… cowokku dengan tengilnya berhasil kabur… sementara aku lagi-lagi terpaksa harus cari kost baru lagi… Satu lagi yang ga bakal aku lupa, affairku dengan bapak kost, biar sudah tua tapi ganteng dan handsome.. dan yang membuatku bertekuk lutut… mmm… aksi ranjangnya boo’… selalu membuatku bangun kesiangan esoknya… sayang aku menikmati kencan ranjang dengan bapak kost baru tiga kali keburu ketangkap basah sama istrinya… abis siang bolong bapak itu ngajakin naik ranjang… apesnya lagi aku ga akan mampu menolak, kalo tetekku sudah kena diremasinya… baru mau dua kali aku mendapatkan orgasme… eeh…pintu di ketok-ketok dari luar dan terdengar suara ibu kost memanggil namaku… mendengar itu bapak kost yg sedang memainkan batang kemaluannya di liang sanggamaku, jadi gugup dan efeknya justru membuatnya orgasme, untung gak telat nyabut… pejunya berhamburan di atas perutku banyak sekali…. bisa ditebak endingnya… aku harus angkat kaki dari rumah kost saat itu juga…

Nasihat sahabat-sahabatku, banyak merubah perilaku seksualku yang liar… Dengan susah payah aku berhasil menekan hasrat birahiku yang memang luar biasa panas dan aku mengumbarnya… awalnya mana sanggup aku menahan seminggu tanpa aktivitas seksual… bakal uring-uringan dan kepala terasa pecah… Sampai akhirnya aku ketemu dengan mas Seno aktivis mapala kakak kelasku… ngga hanya sosoknya yang jantan… permainan ranjangnyapun luar biasa… permainannya yang agak kasar, mampu membuatku mengerang-erang histeris… Aku ga nyesel, harus married dengan mas Seno karena keburu hamil. Buktinya aku berhasil menyelesaikan kuliah, walaupun sambil mengasuh Astari buah cintaku dengan mas Seno. Status ekonomi kamipun tergolong bagus… Sampai akhirnya 5 tahun yg lalu, kecelakaan mobil di jalan tol merenggut mas Seno dari kami berdua… Selama 5 tahun menjanda, mungkin karena kesibukanku mengurus dan melanjutkan usaha mas Seno yang sedang menanjak pesat dan keberadaan Astari anak tunggalku sudah menginjak usia gadis remaja, aku hanya 2 kali terlibat affair dengan lelaki yg berbeda, itupun juga hanya having fun semata, penyegaran suasana disela-sela kesibukan bisnis… Kehidupan seksualku datar, tanpa gejolak… sesekali aktivitas masturbasi cukup memuaskanku…

Setelah tubuh terasa segar, kukenakan kimono dan keluar kamar…

” Heee… Ron kamu disini..? kok ga sekolah..?” Kudapati Ronie di belakang komputer Astari. Ronie adalah kakak kelas Astari yang hampir setahun ini akrab dengan anak gadisku itu. Anak muda yang sopan dan pandai cerminan produk dari keluarga yang cukup baik dan mapan.

” Iya tante, saya hari ini kebetulan banyak pelajaran kosong jadi bisa pulang lebih awal dan tadi Tari minta tolong saya nungguin tante yg lagi sakit.. kali aja butuh apa-apa” Sahut Ronie sopan, membuatku terharu… Lumayan ngobrol dengan Ronie, penderitaanku agak berkurang…

” Ron, kamu bisa mijit ga..? tolongin pijitin tante dong bentar… leher tante kaku…” pintaku ke Ronie tanpa canggung, karena memang kami sudah akrab sekali, bahkan buatku Ronie kaya anakku sendiri. Ronie duduk menghadap punggungku pijatan demi pijatan kurasakan… tanpa kusadari sentuhan tangan lelaki muda itu terasa nikmat selayaknya sentuhan lelaki yang tengah membangkitkan birahi perempuan… aku mulai mendesah resah… percikan api birahi dengan cepat membakarku tanpa ampun…. sementara tanpa kusadari kimonoku sudah semakin melorot, terdesak tangan Ronie yang kini memijit daerah pinggangku, atas permintaanku sendiri untuk memijit lebih turun…. uuuhh… dadaku terasa sesak.. akibat tete’ku yang semakin mengencang…. aku ingin ada yang meremasinya… Sssshhh.. ooohhh… gilaaa… ngga tahaann… kupegang kedua tangan Ronie, tangan kiriku memegang tangan kirinya dan tangan kananku memegang tangan kanannya kutarik kedepan melingkari tubuhku dan kutangkupkan di buah dadaku…

” Eehh… tante…?” bisik Ronie bingung dari belakang tubuhku

” Ron… tolong remasi tete’ tante…” desisku resah… merasakan sentuhan tangan lelaki pada buah dadaku yg tengah mengencang…. Benar-benar hilang sosok Ronie yg sehari-hari adalah pacar Astari anakku.. yang ada dibenakku saat itu Ronie adalah lelaki muda bertubuh tegap… Ooouuh… Ronie mulai meremasi kemontokan buah dadaku…

” Yaaaaahh.. hhh…hhh… enaaaak Ronn.. ulangi lagi sayaaang.. oooohhh….” tubuhku menggeliat resah… kugapai kepala Ronie dan kutarik ke arah tengkukku yang terbuka karena rambutku kusanggul keatas… Ronie tak menolak dan melakukan permintaanku untuk menciumi tengkukku..

” Ciumi leher tante… hhhmmm..sssshhh.. yaaahh.. kecupin sayaaang.. aaaaccchh… sssshhh..” bisikan dan desah mesraku menuntun Ronie melakukan apa yg kuminta…Aku makin gemas, tubuhku gemetaran hebat… baju kimonoku tinggal menutupi tubuh bawahku karena tali pinggangnya masih terikat. Kubalikkan tubuhku, sejenak kupandangi wajah ganteng Ronie yang matanya terbelalak liar menatap nanar tubuh bagian depanku dengan mimik ngga karuan. Kulingkarkan kedua lenganku di lehernya dan dengan penuh gairah kusosot bibir manisnya… anak muda ini gelagapan menghadapi liarnya bibirku yang mengulum bibirnya dan nakalnya lidahku yang menggeliat menerobos masuk rongga mulutnya… Tapi insting lelakinya segera mengantisipasi, segera dapat mengatasi seranganku.

Baju seragam Ronie dengan cepat kulolosi dan… ooohh… dada yg gempal dan bidang dari salah satu tim inti basket di sekolahnya ini membuat gairahku semakin binal… Kudorong tubuh Ronie untuk rebah disofa… nafas jantannya mulai tak beraturan.. Mmm… pejantan muda ini mulai mengerang-erang dan tubuhnya menggelepar, tatkala bibir dan lidahku menjelajahi permukaan kulit dadanya, bungkahan dada jantannya kuremas dengan gemas.. Aksi bibir dan lidahku terus melata sampai ke pusarnya… Sssshhh… celananya tampak menggembung besar.. entah ada apa dibaliknya..? jantungku berdegup semakin kencang melihatnya… dan mataku terbelalak dibuatnya, sampai aku harus menahan nafas, ketika retsluiting celana abu-abu itu terbuka… kepala kemaluan jantan menyembul keluar dari batas celana dalamnya…. aku dengan tergopoh-gopoh karena tak sabar melorotin celana seragam sekalian dengan celana dalam putihnya sampai ke lutut Ronie… Ooooohhh my God..! teriakku dalam hati… menyaksikan batang kemaluan Ronie yang mengacung di antara pahanya… begitu macho, begitu gagah, begitu indah bentuknya… dengan kepala kemaluannya yang besar tampak mengkilat…



Tanganku terasa gemetaran ketika hendak menyentuh nya… Kembali tubuh Ronie menggerinjal kecil ketika tanganku bergerak mengocok batang kemaluannya… aku makin binal, kudekatkan wajahku untuk mengulum kepala kemaluan yang menggemaskan itu, sambil tetap tanganku bergerak mengocok batang kemaluannya… mendadak tubuh tegap itu meregang hebat diiringi erangan keras… dan bibirku yang setengah terbuka dan tinggal beberapa sentimeter dari kepala kemaluan itu merasakan semburan cairan hangat dengan menyebarkan aroma khas yg sangat kukenal dan kurindukan… apalagi kalo bukan peju lelaki… tanganku refleks mengocok batang kemaluan Ronie makin cepat sambil tanganku yang lain mengurut lembut kantung pelirnya…

Sementara kubiarkan peju yang sangat kental itu menyembur wajahku…. sesekali kusambut dengan lidahku… mmmm… rasa khas itu kembali dikecap oleh lidahku…Terus terang aku sempat kecewa, dengan bobolnya peju Ronie….Tapi beberapa saat batang kemaluan yang masih dalam genggamanku, kurasakan tak menyusut sedikitpun masih tetap keras… tanpa buang waktu, aku merangkak diatas tubuh Ronie yang menggelosoh di sofa… dengan posisi tubuhku jongkok mengangkangi tubuh Ronie, di atas kemaluan Ronie… kutuntun batang kemaluan perkasa yang masih belepotan peju itu kearah liang sanggamaku yang sudah basah kuyub dari tadi… wooohh… ternyata kepala kemaluan itu terlalu besar untuk masuk ke liang sanggamaku… Akhirnya dengan sedikit menahan perih, akibat otot liang sanggama yang dipaksa membuka lebih lebar.. kujejalkan dengan sedikit memaksa ke liang sanggamaku yang sudah tak sabar untuk segera melahap mangsanya….

” Iiiiihhh… bantu dorong sayang…. Oooooowwwwww…” Aku merengek panjang ketika sedikit demi sedikit amblas juga batang kemaluan Ronie menembus liang sanggamaku.. diiring rasa perih yang menggemaskan…

” Sssshhh… mmmhh… ayun pinggulmu keatas sayaaang..” kembali aku menuntun pejantan muda ini untuk memulai persetubuhan…

” Aaaww… aahh… ooww.. pelahan duluuu sayaaang… burung kamu gede banget… perih tauuk..” aku ngedumel manja… ketika Ronie mengayun pinggulnya kuat sekali… Terasa tubuhku bagaikan baterai yang baru dicharge… aliran energi aneh itu mengalir menyebar ke seluruh tubuhku… membuat aku semakin binal memainkan goyangan pinggulku… sementara Ronie ternyata cukup cerdas menyerap pelajaran, bahkan mampu segera mengembangkan… dengan posisi tubuhku diatas, membuatku sangat cepat mencapai orgasme… entahlah atau karena besarnya batang kemaluan Ronie yang menyungkal rapat liang sanggamaku, sehingga seluruh syaraf dinding liang sanggamaku rata dibesutnya… Luar biasa..! dalam waktu kurang dari lima menit setelah orgasmeku yg pertama, kembali aku tak dapat menahan jeritku mengantar rasa nikmatnya orgasme yang kedua… dan… hhwwwoooo…. aaaammmpppuuunnn..!!!! Rupanya Ronie tak mampu menahan lebih lama bobolnya tanggul pejunya… tubuhku dihentak-hentaknya kuat sekali… seakan ingin memasukkan seluruh batang kemaluan sepeler-pelernya ke liang sanggamaku… diiringi erangan mirip suara binatang buas sekarat…

Aku menangis menyesal setelahnya, berkali-kali Ronie memohon maaf atas kejadian yang terjadi siang itu…Tapi anehnya gairah seksualku yang meletup-letup tak terbendung itu, mereda setelah kejadian siang itu… Aktivitas berjalan normal kembali, tapi sudah hampir seminggu ini, aku tak pernah melihat Ronie datang ke rumah.

” Dia lagi sibuk Ma… dapat tugas antar jemput saudara sepupunya yang masih SD…” Jawab Astari ketika aku menanyakan tentang Ronie yang tak pernah muncul… Terus terang saja, sejak kejadian itu… pikiranku sangat kacau, disisi aku sebagai Mama Astari aku sangat menyesal dan sedih atas kejadian itu, tapi disisi aku sebagai seorang wanita yang masih punya hasrat dan naluri betina yang utuh… aku tak ingin melupakan kejadian itu… bahkan aku berharap kejadian itu terulang lagi….



Hampir sebulan lamanya Ronie tak muncul ke rumah, akupun maklum, Ronie sebagai remaja hijau, tentu mengalami shock dengan kejadian itu… disitulah muncul rasa berdosaku kepada Ronie dan Astari anakku… Tapi jujur sejujurnya ada terselip rasa rinduku memandang wajah anak muda itu… Aku sering mengintip dari balik gordiyn jendela, saat Astari turun dari boncengan Ronnie… kenapa hatiku berdebar-debar dan sedikit desiran birahiku menggelegak…

Pikiranku makin kacau… setelah beberapa kali kulihat Ronnie mulai nongkrong lagi dirumah… kulihat Ronnie masih salah tingkah di depanku, walaupun aku sdh berusaha menetralisirnya.. iiihhh tapi buat aku… otakku jadi ngeres begitu melihat wajah Ronnie yg innocent… betapa tidak… terbayanglah ekspresi wajahnya ketika tengah menyetubuhiku beberapa waktu yang lalu… ekspresi wajahnya yang begitu sensual dimataku pada saat dia melepas semburan spermanya… suara erangan dan nafas birahinya seakan nempel ditelingaku… maka kekacauan inilah yang mendorongku menerima tawaran Adrian seorang rekan bisnisku untuk makan siang di sebuah hotel berbintang dan setelahnya akupun tak menolak ketika ia mengajakku memasuki sebuah president suite di hotel itu, dengan alasan untuk mencari ketenangan membicarakan pekerjaan… walaupun yang terjadi kemudian adalah rayuan-rayuan mautnya yang kusambut positif… dari remasan tangan… kecupan bibir… jilatan lidahnya yang nakal pada leherku… desah resahku… remasan gemasku… dan… lolosnya pakaian kami satu persatu… payudaraku yang mengencang akibat remasan tangan dan cumbuan bibirnya… hhmmm… jilatannya pada clitorisku… batang kemaluannya yang berbentuk indah, perkasa… memaksa bibirku untuk mengulumnya… ooowww… nikmat hentakan tubuhnya menekan tubuhku… sodokan kejantanannya pada liang sanggamaku mengantarkan kenikmatan orgasmeku dua kali berturut-turut… 2 jam kami melewatkan waktu untuk making love siang itu, kekaguman Adrian atas permainan ranjangku yang begitu hot dan lihay… beberapa kali aku berkencan ranjang dengan Adrian lelaki tinggi besar berstyle dandy… kepuasan sex kuraih dengan sempurna dengan kelihayannya dia memperlakukan perempuan di atas ranjang… tapi bayangan sensual wajah bocah innocent bernama Ronnie itu tak juga sirna…

Sampai pada suatu malam hujan turun dengan deras… rupanya malam itu Ronnie sedang dirumah, berbincang dengan Astari di ruang tamu… sedangkan aku nonton TV diruang belakang…

” Ma, mas Ronnie mo pulang tuh…” terdengar suara Astari dari belakangku…

” Eh… pulang..? hujannya gede banget, tunggu reda aja.. jauh lagi rumah Ronnie..” jawabku spontan sambil bangkit dari dudukku berjalan ke ruang depan… kulihat jam memang sudah terlalu malam untuk bertamu…

” Ronn… ujan begini lebat, udah malem lagi… ntar ada apa-apa di jalan… sudah deh Mama kasih kamu nginep disini, tidur di kamar atas, besok subuh Mama bangunin kamu…” ujarku, terdorong rasa sebagai orang tua yg khawatir kepada anaknya… Ronnie menunduk salah tingkah ga berani menolak..

” Tapi Ronnie harus telpon rumah dulu tante…” sahutnya pelan… dan akhirnya justru aku yang menelpon kerumah Ronnie memintakan ijin orang tua Ronnie, yang ternyata menyambut baik…

Malam semakin larut, sementara hujan semakin hebat diserta guntur dan kilatan petir… Aku tergolek di ranjang, tak dapat memicingkan mata… Siang tadi kembali Aku melewati kencan ranjang dengan Adrian…. tapi… entah kenapa kali ini… susah sekali aku mencapai orgasme… sampai 2 kali Adrian menumpahkan spermanya… sedangkan aku tak sekalipun.. Gilaaa… kenapa justru sekarang wajah bocah itu yang terbayang-bayang di malam dingin ini… iiihhh… birahiku meletup- letup gila… ampuuunn… sekarang bocah itu ada dilantai atas… tunggu apa lagi..??? mmmm… bisikan setan.. aku tak mampu menahan tubuhku yang berjalan manapaki tangga… dan kini aku di depan pintu kamarnya… tanpa mengetuk kubuka pintu… ternyata Ronniepun masih belum tidur…

” Ronnie kamu belum tidur..?” tanyaku gagap… kenapa aku jadi salah tingkah sekarang…?

” Tante juga belum tidur…?” sahutnya… iiihh… jawabannya begitu tegas… aahh… siapa yg menuntunku duduk diranjangnya… mmm… darahku berdesir ketika tahu mata Ronnie menatap dada montokku yg memang tak mengenakan bra, sehingga puting susuku tercetak menonjol dibalik gaun tidurku yg memang berbahan tipis, sehingga semburat kecoklatan aura puting susukupun nampak jelas, kembali aku kehilangan kontrol… dan entahlah bagaimana awalnya dan siapa yang mengawali…. bibirku sudah dalam lumatan bibir Ronnie… sergapan nafsu birahiku tak dapat kuelakkan dan remasan lembut tangan lelaki muda pada buah dadaku melambungkan gairah seksualku… gelitikan lidah nakalnya pada puting susuku membuat tubuhku menggeliat erotis disertai erangan manjaku… satu demi satu pakaian beterbangan meninggalkan tubuh kami… aku begitu hot dan bergairah mencumbui tubuh pacar anakku itu… tapi aku sudah melupakan siapa Ronnie, yang aku tahu Ronnie adalah lelaki muda yang siap memenuhi kebutuhanku ooowww… aku tak menyangka kali ini Ronnie lebih lihay dan lebih berinisiatip melakukan serangan, sampai aku hampir tak percaya ketika Ronnie menyurukkan wajahnya di selangkanganku dan mencumbui bibir kemaluanku…



” Ronnn…. sssshhh…. kamu piiiinteer sekarangg… ooohh.. ammpuunn nikmaaaatnyaa…” desahku merasakan nikmat cumbuan lidahnya pada clitorisku, membuat Ronnie tambah semangat… Ketika permainan yang sesungguhnya berjalan… sebagai wanita dewasa yang telah berpengalaman menghadapi gairah lelaki… aku dibuat megap-megap menghadapi serangan pejantan muda ini… hajaran batang kemaluannya yang perkasa pada liang sanggamaku tak kenal ampun… membuat aku mengerang merintih bahkan menjerit setengah histeris… untung suara hujan yang lebat di timpa suara guruh meredam suaraku…. luluh lantak tubuhku dihajar aksi ganas Ronnie… tapi buatku adalah sebuah sensasi seksual yg sangat luar biasa.. yang mengantarku meraih dua kali kenikmatan orgasme…. tubuh telanjang kami terkapar lunglai di ranjang yang kusut spreinya, tak ada sesal kali ini…

“Ronnie jujur sama Tante… setelah waktu itu kamu maen sama perempuan mana…?” tanyaku datar dg nada dingin.

” Aaah… nggak, sekali-sekalinya cuma sama Tante Arsanti..” jawab Ronnie agak gugup menyebut namaku..

” ga mungkin, kamu mendadak bisa begitu canggih mencumbu Tante…?” desakku… dan akhirnya Ronnie menceritakan pengalaman setelah pengalaman seksualnya yang pertama, Ronnie banyak nonton blue film dan otak cerdasnya banyak menyerap gaya dan cara bercinta dari film-film biru yang ditontonnya…

“Mmmmm… kaciaaan… kamu tentunya kangen mencumbu Tante ya sayaang…?” bisikku sambil kudaratkan kecupanku ke bibirnya, tubuhku bergerak menindih tubuh atletis Ronnie, tubuhku direngkuh dan tubuh kami menempel ketat… kuajarkan permainan lembut… mmmm… anak pintar ini dengan cepat menguasai permainan baru yg kuajarkan… dengan telaten setiap inchi tubuhku dirambahnya dengan remasan, gerayangan tangannya yang nakal… jilatan dan kecupannya merambah setiap bagian tubuhku yang sensitif… tubuhku menggeliat erotis… kadang menggelepar liar… rintihanku mulai terdengar… tak dapat kutahan desah gelisahku… diselingi jeritan gemas…

” Ayo sayaang…hh..hhh… Tante udah ga tahan…” bisikku lembut, setelah aku nggak tahan lagi merasakan kuluman dan jilatan Ronnie pada clitorisku…

” Aoooouuuhhh… Roooonnn….hhh…hhhh…” suaraku terdengar bergetar memelas… mataku meredup sayu menatap wajah imut Ronnie, manakala liang sanggamaku untuk kesekian kalinya ditembus batang kemaluan bongsor milik Ronnie, namun kali ini Ronnie menekan pelan sekali, sehingga terjadi gesekan nikmaaaaat yang lama sekali… sehingga kedua kakiku yang melingkari pinggangnya seakan mengejang, tak tahan menahan kenikmatan yang luar biasa…

“Enaaak Tante..?” bisiknya lembut sambil tersenyum manis, ketika liang sanggamaku sudah tak ada tempat lagi bagi batang kemaluannya… iiih… menggemaskan bibirnya… aku menjawab dengan mengangkat alis… bibirku kembali menyambar bibir yang menggemaskan itu… ciuman dan kuluman panjang dimulai, dorongan gelegak birahi kami memang luarbiasa, permainan semakin panas dan semakin liar, ekspresi kami total menyembur tanpa kendali…kembali tubuhku dihentak-hentak oleh tenaga perkasa Ronnie dengan garangnya… jeritan dan rintihanku silih berganti ditimpa dengus nafas birahi ronnie yang mengeros buas…

“Aaaahhhkkk…. Roonnnie ssaayaang…. aammppuuunn…ooowww… ssshhh… niiikmaaat banggeet ssiih…???” rengekku dengan suara memelas, namun tarian pinggulku dengan gemulai masih dengan sengit mengcounter rajaman batang kemaluan Ronnie di liang sanggamaku sehingga terdengar bunyi berceprotan di selangkanganku… gillaaa.. susah untuk kuceritakan sensasi malam itu…

“Tante…hhh…hh.. Ronnie ampiir… sssshhh..” desis ronnie dengan suara bergetar… matanya garang menatapku… iiihhh mengerikan, tapi aku sngat menyukai ekspresi ini

” Ayoooo sayaanggg…. semburkan bareng Tante… ooouuuuhhhh….!!” Ya ammppuuun… mengerikan sekali… tubuhku terguncang-guncang hebat, akibat hentakan tubuh Ronnie menghajar liang sanggamaku pada detik puncak… mulutku menganga lebar tanpa suara, tanganku mencengkeram erat pinggiran ranjang…. dan entah apa yang terjadi, karena pada saat itu orgasmekupun meletus dahsyat…

Entah berapa lama suasana hening, hanya suara nafas kami terengah-engah yg terdengar…. hujan di luar rupanya sudah berhenti juga….

” Tante… boleh Ronnie pulang sekarang, hujan kayanya sudah berhenti…” suara Ronnie memecah keheningan…

” Hmmm… sebenernya Tante masih pingin meluk kamu, pingin cumbuin kamu sayaaang… ini ditinggal buat Tante aja yah..?” sambil kuremas batang kemaluan yg masih sembab…

“Titit kamu buat Tante aja ya sayaang… jangan buat orang lain… apalagi buat Astari… awas Tante bisa marah besar..” sambungku dengan nada serius… Ronniepun mengangguk tegas. Kuantar Ronnie ke garasi tempat motornya diparkir, kubiarkan tubuhku bugil, telanjang bulat…. Gila… digarasi masih sempat kulakukan oral sex… kutelan habis peju segar yg menyembur di dalam mulutku…. Capek yang luar biasa kurasakan setelahnya, badan rasanya lengket-lengket dan bau gak jelas…

Amung

Label